Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Pakar Nilai Tuntutan Seumur Hidup atas Benny Tjokro Tepat

Tri Subarkah
16/10/2020 14:35
Pakar Nilai Tuntutan Seumur Hidup atas Benny Tjokro Tepat
Dekan Fakultas Hukum Universitas Pakuan Yenti Garnasih(MI/ROMMY PUJIANTO)

DEKAN Fakultas Hukum Universitas Pakuan Yenti Garnasih menilai  tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap Komisaris PT Hanson International Benny Tjokrosaputro dan Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat sudah tepat.

Dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero), JPU menuntut keduanya pidana seumur hidup. Hal itu terungkap dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (15/10).

"Karena kan memang yang sebelumnya (diputus) pidana seumur hidup, karena pernyertaannya bersama-bersama, jadi nampaknya memang tepatlah," kata Yenti yang juga pakar tindak pidana pencucian uang (TPPU) saat dihubungi Media Indonesia, Jumat (16/10).

Tuntutan seumur hidup sebelumnya juga ditujukan kepada mantan Direktur Keuangan PT AJS Hary Prasetyo dan mantan Dirut PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto. Adapun mantan Dirut PT AJS Hendrisman Rahim dan mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT AJS Syahmirwan masing-masing dituntut 20 dan 18 tahun penjara. Pada sidang pembacaan putusan, majelis hakim memvonis keempatnya pidana penjara seumur hidup.

Menurut Yenti, tuntutan JPU terhadap Benny dan Heru sangat mungkin dipengaruhi putusan hakim yang memvonis Hendrisman dan Syahmirwan lebih tinggi dari tuntutan. Hal itu dijadikan bahan evaluasi oleh JPU.

"Biasanya kalau (putusan) melebihi tuntutan, ada masalah, ini yang dievaluasi juga dari kejaksaan, biasanya gitu. Kalau hakim sampai memutuskan melampaui tuntuan, di lembaga kejaksaan sendiri pasti ada evaluasi. Ini bisa jadi karena evaluasi," jelas Yenti.

Sidang dengan agenda terhadap Benny dan Heru seharusnya dilakukan pada Kamis (24/9) lalu. Namun  keduanya harus menjalani perawatan di Rumah Sakit Umum Adhyaksa, Ceger, Jakarta Timur seusai terkonfirmasi positif covid-19. Majelis hakim ketika itu memutuskan untuk membantarkannya.

Yenti juga menduga tuntutan JPU kepada Benny dan Heru mempertimbangkan pula mempertimbangkan Peraturan Mahkamah Agung No 1/2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor. Hal ini ditambah dengan mempertimbangkan teori  disparitas pemidanaan.

"Dari teori terdukung, kalau dari satu kejahatan yang meliputi beberapa orang, kemudian peran-perannya sama atau hampir sama, dari sudut keadilannya seharusnya pidananya sama atau hampir sama, jangan ada kesenjangan," kata Yenti.

Benny dan Heru bersama keempat terdakwa lainnya yang sudah divonis seumur hidup diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp16,807 triliun. Menurut JPU, kerugian negara yang dilakukan oleh Benny dan Heru ditimbulkan karena transaksi pembelian PT AJS saham melalui 21 reksadana dan 13 Manajer Investasi yang telah dimanipulasi dengan metode pump and dump. Dalam hal ini, kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp12,157 triliun.

PU menilai Heru merugikan keuangan negara sebesar Rp4,650 triliun terkait pembelian empat saham direct, yaitu saham BJBR (Bank Jawa Barat), PPRO (PP Properti), SMBR (Semen Batu Raja), dan SMRU (SMR Utama).

"Terhadap kerugian negara pada pengelolaan empat saham direct BJBR, PPRO, SMBR, dan SMRU merupakan tanggung jawab sepenuhnya Heru Hidayat karena pada pembelian saham empat direct itu tidak dikendalikan terdakwa Benny Tjokrosaputro," jelas JPU.

Berdasarkan perbuatan tersebut, JPU juga menuntut agar majelis hakim menghukum Benny dan Heru dengan pidana uang pengganti Rp6,078 triliun. Khusus untuk Heru, uang penggantinya ditambah dari hasil kerugian pembelian empat saham direct, sehingga totalnya menjadi Rp10,728 triliun.

Dalam tuntutannya, JPU tidak menemukan adanya alasan pemaaf maupun alasan pembenar dari kedua terdakwa selama persidangan yang dapat melepaskan dari pertanggungjawaban pidana. Selain itu, JPU menilai perbuatan Benny maupun Heru tidak mendukung program pemerintah dalam hal pemberantasan korupsi. (P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya