Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
KEJAKSAAN Agung (Kejagung) diminta mengembangkan kasus dugaan suap jaksa Pinangki Sirna Malasari. Sosok yang membawa jaksa Pinangki ke Kuala Lumpur, Malaysia untuk bertemu Joko Tjandra diminta ditetapkan sebagai tersangka.
"Itu siapa yang mengajak ke Kuala Lumpur? Kalau memang ada yang mengajak ke Kuala Lumpur, dia harus tersangka," kata Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (Maki) Boyamin Saiman saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (1/9).
Boyamin memandang pengungkapan kasus jaksa Pinangki bak ayam dan telur. Kejagung belum bisa mengembangkan kasus dengan mengungkap sosok yang mengajak jaksa Pinangki membantu Joko Tjandra.
"Siapa mengajak siapa. Belum bisa ditentukan," ujar Boyamin.
Baca juga: 12 Saksi telah Diperiksa dalam Kasus Jaksa Pinangki
Tidak hanya itu, Boyamin juga mendesak Kejagung mengusut soal dugaan menjanjikan pemberian perusahaan tambang kepada jaksa Pinangki jika sukses membantu Joko Tjandra. Pemberian perusahaan tambang senilai US$10 juta itu berkedok jual beli.
"Di sini kemudian yang satu rangkaian yang saya minta pada Kejaksaan Agung, artinya yang awal maupun yang berkaitan dengan perencanaan maupun akhir, yaitu terjadinya draf perjanjian segala macam, harusnya bersama-sama dinyatakan tersangka," ucap Boyamin.
Dia menegaskan, tersangka tidak hanya penerima suap jaksa Pinangki dan pemberi suap terpidana Joko Tjandra. Dia mengultimatum Kejagung untuk menetapkan tersangka baru.
"Itu yang saya masukkan (dalam surat permintaan ke Kejagung), yang saya kawal, kalau tidak dikabulkan pasti saya gugat," tutur dia.
Boyamin memasukkan surat ke Kejagung pada Senin (31/8). Surat itu berisi permintaan melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penanganan kasus jaksa Pinangki.
Jaksa Pinangki ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan suap dari Joko Tjandra untuk mengurus fatwa di Mahkamah Agung (MA). Fatwa itu bertujuan membebaskan Joko Tjandra dari eksekusi Kejaksaan Agung atas kasus korupsi hak tagih Bank Bali.
Pinangki diduga menerima suap sebesar US$500 ribu atau setara Rp7 miliar.
Pinangki disangkakan melanggar Pasal 5 huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, dengan hukuman penjara maksimal lima tahun dan denda paling banyak Rp250 juta. (OL-1)
Berdasarkan sidang KKEP, Irjen Napoleon Bonaparte dikenakan saksi administrasi berupa mutasi bersifat demoasi selama tiga tahun, empat bulan.
MA menolak kasasi yang diajukan mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte.
Vonis kasasi itu diputuskan pada 3 November 2021 oleh majelis hakim Suhadi selaku ketua dengan hakim anggota Eddy Army dan Ansori.
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memotong hukuman eks jaksa Pinangki Sirna Malasari dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara.
Saat menjabat sebagai Kadiv Hubinter Polri, Napoleon terbukti menerima suap sebesar US$370 ribu dan Sing$200 ribu atau sekitar Rp7,2 miliar dari Joko Tjandra
KOMISI Yudisial (KY) akan melakukan anotasi terhadap putusan majelis hakim tingkat banding yang memangkas hukuman Joko Soegiarto Tjandra.
Reny Halida Ilham Malik tercatat dikenal salah satu hakim yang menyunat hukuman jaksa Pinangki Sirna Malasari dari 10 tahun penjara menjadi 4 tahun bui di tingkat banding.
Napoleon tidak diberikan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) sebagai anggota Polri walau terbukti melakukan korupsi.
Berikut deretan jaksa yang terjerat dalam kasus hukum.
Pernyataan itu menanggapi diperolehnya hak pembebasan bersyarat bagi para narapidana tindak pidana korupsi (tipikor) yang salah satunya mantan jaksa Pinangki Sirna Malasari.
"Pinangki Sirna Malasari telah diberhentikan secara tidak hormat baik sebagai jaksa maupun pegawai negeri sipil atau aparatur sipil negara Kejaksaan RI."
Keputusan pemecatan Pinangki itu berdasarkan Keputusan Jaksa Agung RI Nomor 185 Tahun 2021 tanggal 06 Agustus 2021.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved