Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
ANGGOTA Komisi I DPR TB Hasanuddin menilai rencana pemerintah untuk membeli 15 pesawat bekas Eurofighter Typhoon tidak terlalu mendesak. Selain pemerintah seharusnya fokus terhadap penanganan pandemi Covid-19, pembelian pesawat bekas tersebut merupakan sebuah pemborosan.
“Pembelian ini hanya memindahkan masalah yang bakal dihadapi Austria dalam merawat pesawat bekas tersebut,” katanya dalam diskusi daring bertajuk ‘Problem modernisasi alutsista Indonesia’ di Jakarta, hari ini.
Ia menjelaskan, pesawat yang akan dibeli dari Angkatan Udara Austria ini sudah digunakan selama 17 tahun. Sementara umur operasi pesawat ini hanya mencapai 30 tahun atau sisa 13 tahun.
“Sementara untuk perawatannya dibutuhkan biaya 5 miliar euro atau Rp85 triliun untuk perawatan selama 13 tahun untuk pembiayaan 15 unit. Ini kan dana yang besar,” ujarnya.
Selain itu, tambahnya, berdasarkan aturan perundangan sangat sulit pembelian ini bisa diwujudkan dimana UU No.16/2012 tentang Industri Pertahanan menyebutkan pemerintah tidak bisa mengimpor alutsista bekas. Selain itu pembelian alutsista juga harus mempertimbangkan alih teknologi, kandungan lokal, dan permohonan dari institusi pengguna.
“Nah yang saat ini TNI AU belum mengusulkan pembelian. Begitu pun mengenai alih teknologi dn kandungan lokal, belum ada pembicaraan dengan PT DI,” ungkapnya.
Sementara Koordinator ICW Adnan Topan Husodo mengkhawatirkan adanya broker yang membisiki pemerintah agar membeli pesawat bekas ini. Apalagi, ungkapnya, hingga saat ini belum ada kajian resmi mengenai dasar pembelian pesawat tersebut.
“Mereka ini punya akses cepat dan mudah di pemerintah untuk mendorong pembelian pesawat ini. “Karena itu waspadai pemburu rente,” ujarnya.
Yang mengherankan, tambah Adnan, pemerintah selalu mengklaim akan melakukan modernisasi alutsista. Kenyataannya, pemerintah malah mengusulkan pembelian barang bekas yang tentu tidak efisien. “Ini kan sebuah pemborosan. Jadi kita harus menolak rencana ini,” jelasnya.
Pengamat pertahanan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Diandra Megaputri Mengko menyebutkan, rencana pembelian pesawat AU Austria ini merupakan sebuah paradoks. Di satu sisi pemerintah sudah mempunyai pesawat yang teknologinya lebih canggih seperti Sukhoi, namun pemerintah justru berencana membeli pesawat yang sudah ketinggalan teknologinya.
“Kenapa nggak beli Sukhoi. Atau dikombinasikan dengan beli pesawat AS. Ini yang harus dijelaskan ke publik,” katanya.
Ia berharap pemerintah bisa membeli pesawat atau persenjataan yang berkualitas baik untuk mendukung modernisasi alutsista. “Keamanan prajurit menjadi hal utama. Jangan sampai membeli senjata yang kualitasnya buruk,” tegasnya. (OL-4)
DPR RI menggelar rapat tertutup dengan Kemenhan dan Panglima TNI. Salah satu pembahasannya yakni soal usulan penambahan uang operasional prajurit TNI khususnya di Papua.
Peserta rapat menyatakan setuju kegiatan tersebut digelar tertutup.
Prabowo mengatakan Indonesia prihatin terhadap krisis yang saat ini masih terjadi, terlebih melihat jumlah korban yang terus bertambah setiap harinya.
Menhan Prabowo menyampaikan apresiasinya terhadap dukungan AS dalam kerja sama untuk memodernisasi peralatan pertahanan Indonesia untuk memenuhi kekuatan TNI.
WAKIL Menteri Pertahanan (Wamenhan) M Herindra keceplosan menyebut periode berikutnya sebagai pemerintahan Jokowi-Gibran saat rapat bersama Komisi I DPR.
KEMENTERIAN Pertahanan (Kemenhan) memaparkan jurus menangani konflik di Papua. Hal itu dilakukan melalui dua pendekatan.
KSAU Marsekal TNI Mohamad Tonny Harjono, menegaskan komitmen TNI AU untuk terus memodernisasi alutsista guna menjaga keamanan udara NKRI.
PENGAMAT militer Soleman Ponto ungkap prioritas utama dari alat utama sistem senjata (alutsista) yang harus diperbarui. Ponto menilai alutsista dari TNI Angkat Laut (AL) yang paling penting.
TNI AU dan Airbus membahas beberapa hal, khususnya soal teknologi baru yang dimiliki oleh perusahaan asal Eropa itu.
TNI AU tak hanya mengandalkan alutsista buatan Amerika dan Rusia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved