Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Tidak Terlihat Keseriusan, ICW Duga 'Joker' Dilindungi Rezim

Cahya Mulyana
25/7/2020 15:04
Tidak Terlihat Keseriusan, ICW Duga 'Joker' Dilindungi Rezim
Massa aksi membentangkan spanduk saat menggelar unjuk rasa di Taman Aspirasi, Monas, Jakarta Pusat, kemarin.(ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)

INDONESIA Corruption Watch (ICW) menilai polemik terpidana cessie Bank Bali Joko Tjandra membutuhkan penyelesaian secara serius. Itu termasuk mengusut dugaan tindak pidana korupsi dari setiap jejak Joko Tjandra.

Misalnya menyangkut penerbitan KTP elektronik (el), paspor hingga perlindungan perwira tinggi polri. Rentetan ini membutuhkan peran serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) guna membongkar dugaan korupsi di dalamnya berikut sokongan konkrit dari DPR.

"Kasus Joko Tjandra telah memunculkan polemik panjang. Akan tetapi tidak ada keseriusan dari pihak-pihak berwenang untuk betul-betul menuntaskan kasus tersebut," kata Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Donal Fariz dalam keterangan resmi, Sabtu (25/7).

Menurut dia, Joko Tjandra kembali mencuat saat dia diketahui dengan mudah mengurus KTP el dan paspor. Padahal status dia adalah buronan kasus korupsi, pengalihan hak tagih utang Bank Bali dan kabur sejak 2009.

Kasus korupsi yang menjerat dirinya merugikan negara hingga Rp 940 miliar. Mudahnya Joko Tjandra untuk mendapat akses layanan publik, ataupun keluar masuk Indonesia, hampir tak mungkin dilakukan tanpa bantuan pihak berwenang.

"Ini juga terbukti dengan dicopotnya tiga perwira tinggi polisi karena diduga membantu Joko Tjandra. Namun ICW tidak menemukan keseriusan dari pihak-pihak lain yang semestinya bisa turun tangan untuk mengusut masalah. Alih-alih demikian, mereka lebih memilih berdiam diri tanpa berbuat apa-apa," paparnya.

Donal mengatakan DPR RI adalah salah satu pihak yang dapat melakukan tindakan dalam merespon masalah Joko Tjandra. DPR RI memiliki hak untuk melakukan penyelidikan melalui hak angket.

"Hak angket pernah dilakukan untuk berbagai kasus besar, seperti skandal Bank Century dan BLBI. Sementara saat ini, tidak ada pertanda yang menunjukkan mereka akan menggunakan hak angket untuk menyelediki kasus Joko Tjandra," jelasnya.

Tentu hal ini merupakan ironi. Masyarakat tidak lupa bahwa beberapa waktu silam DPR RI secara sigap membentuk hak angket KPK. Saat itu nama-nama besar anggota dan mantan DPR RI disebut-sebut dalam kasus korupsi KTP el.

"Tetapi kali ini kita tidak menemukan kesigapan yang sama. Oleh karena itu, ICW mendesak DPR RI menggunakan hak angket dalam kasus Joko Tjandra terhadap Kepolisian, Kejaksaan, Kementerian Hukum dan HAM dan Kementerian Dalam Negeri," tegasnya.

Pihak lain yang dapat mengusut adalah KPK, lanjut dia, tiga jenderal polisi yang dicopot dari jabatannya ditengarai memiliki peran masing-masing dalam membantu Joko Tjandra. Tiga orang yang dimaksud adalah Brigadir Jenderal Prasetyo Utomo, Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte, dan Brigadir Jenderal Nugroho Slamet Wibowo.

Baca juga: Video Editor Metro TV Sempat ke RSCM, Polda: Negatif HIV

Alasan ketiganya dicopot polri adalah karena terbukti melanggar kode etik. Akan tetapi KPK dapat menelusuri lebih jauh terkait hal itu.

"Tidak menutup kemungkinan terdapat tindakan lain yang dilakukan dalam membantu Joko Tjandra dan mengarah pada tindak pidana korupsi. Oleh karena itu ICW menantang Ketua KPK Firli Bahuri untuk menelusuri potensi korupsi oknum Jenderal Polri dalam kasus Joko Tjandra tersebut," paparnya.

Apabila tidak ada tindakan dari pihak-pihak berwenang, lanjut dia, maka ini menunjukkan tidak adanya keseriusan dari pihak-pihak berwenang dalam menyelesaikan kasus Joko Tjandra.

"Dengan itu pula dugaan bahwa Joko Tjandra dilindungi oleh rezim pemerintahan saat ini bisa semakin terang terlihat," pungkasnya. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya