Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Koalisi Obesitas Bikin Fungsi Kontrol ke Pemerintah Melemah

Putra Ananda
26/6/2020 00:06
Koalisi Obesitas Bikin Fungsi Kontrol ke Pemerintah Melemah
Ilustrasi(MI/ Tiyok)

KURANGNYA kekuatan oposisi dalam parlemen membuat fungsi penyeimbang eksekutif menjadi berkurang. Gemuknya koalisi pendukung pemerintah di parlemen membuat kekuatan oposisi sebagai penyeimbang demokrasi menjadi lemah.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai, kondisi tersebut membuat DPR tidak menjalankan fungsi kontrol dengan baik. Ia mengkritik kondisi parlemen saat ini tidak jauh berbeda dengan saat parlemen saat rezim orde baru.

"DPR melainkan hanya menjadi lembaga pemberi legitimasi atas kebijakan pemerintah untuk meloloskan yang diinginkan oleh pemerintah," kata Lucius dalam diskusi daring bertajuk DPR Tukang Stempel: Menguji Efektivitas Parlemen di bawah Dominasi Parpol Koalisi, Kamis (25/6).

Dirinya menyebutkan beberapa indikator yang mendukung pendapatnya itu. Antara lain, tidak diserapnya aspirasi masyarakat terkait pengesahan beberapa rancangan Undang-Undang (RUU). Bahkan, kata dia, beberapa RUU disahkan terlalu cepat tanpa adu pendapat.

"Pelaksanaan fungsi legislasi DPR banyak dikritik justru karena terlalu cepat. Terlihat mereka begitu mudah untuk mengesahkan RUU," ujarnya.

Perdebatan pembahasan RUU yang dianggap kontroversial di masyarakat seperi RKUHP, RUU HIP, Omnibus Law Ciptaker tidak terjadi.

"Tidak ada misalnya perdebatan panjang, tidak ada misalnya perbedaan pendapat yang panjang dalam proses-proses yang dilakukan DPR sebelum mengesahkan sesuatu," ucap Lucius.

Selain itu, fungsi pengawasan DPR terhadap pemerintah juga tidak terlihat. Menurut Lucius, DPR lebih terkesan selalu mengikuti keinginan pemerintah saja.

"Apa yang kemudian diinginkan oleh pemerintah itu mudah disahkan oleh DPR," ungkap dia.

Lucius memahami bahwa cita-cita diadakannya pemilu serentak adalah untuk memperkuat sistem presidensial. Namun, ia menegaskan fungsi kontrol tetap diperlukan untuk melihat perspektif lain sebelum mengesahkan kebijakan.

"Padahal fungsi kontrol yang dilekatkan oleh DPR itu dimaksudkan supaya setiap kebijakan pemerintah selalu bisa dilihat oleh berbagai macam sudut anggota DPR, kemudian dipertimbangkan sebelum proses pengambilan keputusan," ucap Lucius.

Seperti diketahui saat ini terdapat enam fraksi di DPR yang berkoalisi mendukung pemerintah. Enam fraksi tersebut adalah PDI-P, Gerindra, Golkar, PKB, PPP dan Nasdem. Sedangkan, hanya tiga fraksi yang berada di luar koalisi atau menjadi oposisi, yakni PKS, PAN dan Demokrat. (OL-8).



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus
Berita Lainnya