Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
DIREKTUR Eksekutif Human Rights Working Group (HRWG), Muhammad Hafiz menilai pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin yang menyatakan tragedi Semanggi I dan Semanggi II bukan pelanggaran HAM berat merupakan kemunduran bagi penegakkan HAM di Indonesia.
Pernyataan Jaksa Agung dianggap mengindikasikan stagnansi bahkan kemunduran atas penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Terutama setelah lebih dari dua puluh tahun penyelesaian kasus tetsebut terkatung-katung.
"Pernyataan tersebut bertolak belakang dengan pernyataan Presiden Jokowi yang sejak periode pertama selalu mengatakan ingin menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu," ujar Hafiz, dalam keterangannya, Jumat, (17/1).
Baca juga: Komnas HAM Desak Jaksa Agung Klarifikasi Soal Kasus Semanggi
Hafiz mengatakan, pernyataan Jaksa Agung tentang peristiwa Tragedi Semanggi I dan II justru semakin menimbulkan pertanyaan soal keseriusan Presiden Joko Widodo untuk merealisasikan janjinya. Khususnya dengan fakta bahwa penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu belum kunjung ada realisasinya,
"Jaksa Agung perlu menilik kembali informasi yang ada terkait peristiwa Tragedi Semanggi I dan II serta membuat klarifikasi kepada publik agar tidak menimbulkan kesimpang-siuran terkait status hukum penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu khususnya peristiwa Tragedi Semanggi I dan II yang memakan puluhan korban jiwa tersebut," ujar Hafiz.
Pernyataan Jaksa Agung bahwa kesimpulan soal tragedi Semanggi adalah hasil Rapat Paripurna DPR RI tidaklah benar. Karena kewenangan untuk menyelidik dan memutuskan apakah sebuah peristiwa termasuk pelanggaran HAM berat atau tidak, ada pada Komnas HAM, bukan pada DPR RI.
Faktanya, Komnas HAM sendiri sudah melakukan penyelidikan atas peristiwa tersebut dan sudah memutuskan bahwa kasus tersebut terkategori sebagai pelanggaran HAM berat. Hasil penyelidikan itu pun sudah dikirimkan ke Kejaksaan Agung bersama dengan sebelas berkas kasus pelanggaran HAM berat lainnya.
Hafiz mengatakan Presiden Jokowi perlu mengeluarkan sikap atas pernyataan Jaksa Agung. Hal itu penting untuk memperjelas sikap pemerintahannya terkait keseriusannya untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
"Penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu bukan hanya kebutuhan korban, tetapi juga kebutuhan bangsa dan negara atas kepastian bahwa kasus-kasus serupa tak akan lagi memakan korban lainnya," pungkasnya. (OL-8)
Banyak kasus kekerasan dan juga pencemaran nama baik yang dialami jurnalis.
PULUHAN aktivis hak asasi manusia (HAM) kembali menggelar aksi di depan Istana Presiden pada Kamis (15/2) sore. Aksi rutin yang disebut Aksi Kamisan itu menuntut keadilan penegakkan HAM
Petrus Hariyanto menyebut ia dan beberapa korban dan keluarga korban penculikan dan penghilangan paksa 1998 tertipu kata-kata manis Presiden Joko Widodo
MASYARAKAT Antropologi Indonesia menyatakan sepuluh poin kegusaran dengan situasi bangsa saat ini. Dalam seruannya di Jakarta, Sabtu (10/2).
Solo Melawan Politik Amoral dan Capres Pelanggar HAM (SEMPAL) membuat pernyataan sikap bersama terhadap praktek politik amoral dan tanpa etika.
KEMUNDURAN demokrasi dan penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM) merupakan situasi faktual yang kini terjadi dan bukan asumsi. Dalam diskusi Catatan Akhir Tahun Demokrasi, Hukum dan HAM
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved