Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Partai Nonpemerintah Sulit Jadi Oposisi yang Efektif

Dhika Kusuma Winata
27/10/2019 15:50
Partai Nonpemerintah Sulit Jadi Oposisi yang Efektif
Kabinet Indonesia Maju yang dipilih Presiden Jokowi dan Wapres Ma'ruf Amin minus kader Demokrat, PAN dan PKS.(MI/Ramdani)

PENELITI Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus menilai tiga partai nonkoalisi pemerintah akan kesulitan menjadi penyeimbang yang efektif setelah Partai Gerindra masuk dalam kabinet pemerintah. Selain ekuatan mereka di parlemen yang tergolong minoritas, hingga saat ini kekuatan oposisi juga belum melakukan konsolidasi.

"Tiga partai nonpemerintah yang tersisa PAN, Demokrat, dan PKS akan kesulitan untuk menjadi kekuatan oposisi yang efektif. Kesolidan mereka selama Pilpres lalu semata-mata dipersatukan oleh semangat atau misi bersama Gerindra untuk memenangkan Pilpres," kata Lucius saat dihubungi Media Indonesia, Minggu (27/10).

Menurut Lucius, Gerindra selama ini menjadi kekuatan penting yang memersatukan kekuatan oposisi di parlemen. Setelah Gerindra memutuskan berubah haluan dengan menjadi pendukung pemerintah, tak ada alasan yang cukup kuat bagi ketiga partai nonkoalisi membangun satu kekuatan oposisi bersama.

Terlebih, ia menilai PAN dan Demokrat sebenarnya tidak siap beroposisi karena sebelumnya condong ingin bergabung dengan barisan pendukung pemerintah. Hal itu nampak sebelumnya saat Ketum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketum PAN Zulkifli Hasan sempat bertemu dengan Presiden Jokowi membangun komunikasi untuk bisa bergabung dengan pemerintah.

Lucius mengatakan hanya PKS yang kemungkinan punya semacam spirit sebagai oposisi. Meski begitu, ia menilai posisi PKS juga bukan sikap yang sangat kuat.

Pasalnya, ia melihat PKS tak membangun sikap sebagai penyeimbang bukan karena semangat oposisi tetapi karena menyadari tak mudah diterima oleh koalisi karena berbagai alasan. PKS diperkirakan juga bisa dengan mudah bersepakat dengan kebijakan pemerintah jika menguntungkan posisi partai.

"Dengan begitu hampir tidak ada oposisi yang begitu teguh berdiri nantinya. Apalagi secara kekuatan jumlah mereka minor," tambahnya.

Dengan oposisi yang tidak efektif, Lucius menilai kontrol terhadap kebijakan pemerintah tak bisa lagi diharapkan muncul di parlemen. Kontrol yang efektif diharapkan muncul dari masyarakat sipil ataupun mitra koalisi pemerintah yang bisa saja tetap kritis.

baca juga: Arief Rahman: Nadiem Belum Kerja, Kok Sudah Diragukan?

"Sesama koalisi juga mungkin akan terlihat melakukan kontrol terhadap pemerintah. Tapi kontrol mereka tak akan konsisten dan cenderung sebagai alat bargainning saja. Begitu juga dengan kontrol yang dilakukan partai nonkoalisi hanya sebagai bargaining," tandasnya. (OL-3)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya