Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
RANCANGAN Kitab Undang- undang Hukum Pidana (RKUHP) tidak secara tegas mengatur tentang batasan waktu penuntutan dan menjalankan pidana untuk tindak pidana pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia (HAM).
Hal itu menurut Kepala Bidang Advokasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Putri Kanesia, akan mempersulit pengusutan aktor utama terjadinya pelanggaran HAM berat.
Ia menegaskan, RKUHP tersebut tidak mengatur terkait dengan pertanggungjawaban komando atau yang menyuruh terjadinya pelanggaran HAM berat.
Putri menjelaskan, peristiwa pelanggaran HAM berat tidak mungkin dilakukan seorang diri. Namun, dalam beberapa kasus pelanggaran HAM, hanya pelaku lapangan yang mendapatkan hukuman, tanpa terungkap aktor intelektualnya.
"Sedangkan, aktor utama atau komando yang memberikan izin dengan kesengajaan maupun tanpa kesengajaannya tapi kemudian tidak pernah diadili," kata Putri.
Baca juga : Rancangan KUHP Simpan Banyak Masalah
"Dalam RKUHP ini seolah-olah seperti mengamini bahwa memang pelaku yang dapat dipidana adalah mereka para pelaku lapangan, sementara pelaku komandonya bisa bebas atau bisa lepas dari tuntutan hukum. Itu yang jadi masalah," tambahnya.
Adapun aturan tindak pidana pelanggaran HAM yang berat tercantum dalam draft RKUHP pada 25 Juni 2019 pasal 619-620. Aliansi Nasional Reformasi KUHP menilai aturan itu tidak sesuai dengan standar HAM secara internasional.
Asas retroaktif untuk pelanggaran HAM berat tidak diatur didalam buku 1 RKUHP, Akibatnya tindak pidana pelanggaran HAM berat kehilangan asas khusus yang sebelumnya telah melekat di pengaturan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM.
"Dengan dimasukkannya ke dalam RKUHP, itu tidak bisa mengadili sesuatu yang terjadi sebelum diundangkan (draft) ini. Ini saya pikir kasus kasus pelanggaran HAM berat masa lalu tidak bisa diadili melalui mekanisme ini. Jadi ini dibuat menjadi ada kadaluarsa atau dibuat tidak berlaku surut," tandas Putri.
Dalam kesempatan yang Peneliti Institute for Criminal Justice Reform ( ICJR), Erasmus Napitupulu mendapatkan informasi bahwa draf RKUHP secara intens akan dibahas oleh DPR dan pemerintah pekan ini
"Informasi yang kami dapatkan dari internal DPR adalah rancangan KUHP ini akan diketok sekitar tanggal 4 atau 5 September 2019. Lalu akan disahkan dalam sidang, maksimum di 16 September, itu karena hari terakhir masa sidang DPR periode ini," kata Erasmus.
Aliansi Nasional Reformasi KUHP, mengatakan selama empat tahun aktif melakukan pengawasan dan advokasi terkait RKUHP. Mereka menilai rumusan tersebut jauh dari kata layak untuk disahkan. (OL-7)
Banyak kasus kekerasan dan juga pencemaran nama baik yang dialami jurnalis.
PULUHAN aktivis hak asasi manusia (HAM) kembali menggelar aksi di depan Istana Presiden pada Kamis (15/2) sore. Aksi rutin yang disebut Aksi Kamisan itu menuntut keadilan penegakkan HAM
Petrus Hariyanto menyebut ia dan beberapa korban dan keluarga korban penculikan dan penghilangan paksa 1998 tertipu kata-kata manis Presiden Joko Widodo
MASYARAKAT Antropologi Indonesia menyatakan sepuluh poin kegusaran dengan situasi bangsa saat ini. Dalam seruannya di Jakarta, Sabtu (10/2).
Solo Melawan Politik Amoral dan Capres Pelanggar HAM (SEMPAL) membuat pernyataan sikap bersama terhadap praktek politik amoral dan tanpa etika.
KEMUNDURAN demokrasi dan penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM) merupakan situasi faktual yang kini terjadi dan bukan asumsi. Dalam diskusi Catatan Akhir Tahun Demokrasi, Hukum dan HAM
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved