Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
UPAYA untuk merealisasikan kerja sama hak asasi manusia (HAM) di kawasan ASEAN, khususnya terkait dengan pembelaan, perlindungan, dan pemenuhan hak dasar bagi korban, dalam realitasnya hampir selalu dikalahkan kepentingan nasional di bidang politik, keamanan, dan ekonomi.
Hal itu dikemukakan Wakil RI untuk ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR), Yuyun Wahyuningrum, di sela-sela diskusi Review Tengah Tahun Kinerja Wakil AICHR Indonesia untuk Memajukan dan Melindungi HAM di ASEAN, di Auditorium CSIS, Jakarta, kemarin.
Wakil Indonesia untuk AICHR atau Komisi HAM Antarpemerintah ASEAN periode 2019-2021 itu mengemukakan, sejauh ini realitas tersebut masih menjadi kendala. Intinya, kepentingan nasional sebuah negara lebih mengemuka ketimbang kepentingan regional.
“Tapi memang pada bebe-rapa isu hal itu justru sudah tidak terlalu kuat. Seperti isu kerja sama ekonomi yang ternyata ada kesamaan antara kepentingan nasional dan kepentingan regional,” ujarnya.
Sementara itu, menyangkut persoalan perlindungan HAM, terang Yuyun, solusi untuk menyetarakan kepentingan nasional dan regional belum ditemukan. Harapan itu bisa saja dicapai jika tiap negara menyadari bahwa melindungi HAM merupakan kepentingan nasional sekaligus kepentingan regional.
“Nah, itu semua belum ada. Sepertinya masih melihat HAM dari isu yang sensitif atau dianggap bertolak belakang dengan kepentingan nasional yang terlihat sejauh ini di ASEAN,” tuturnya
Menurut Yuyun, langkah terbaik untuk mendorong percepatan penyelesaian kasus HAM di kawasan ialah dengan menggelar forum dialog. Itu juga harus dilakukan terus-menerus hingga semua pihak memahami tujuannya.
Salah satu isu HAM regional yang terkesan lambat disentuh ialah tragedi pelanggaran hak asasi manusia yang menimpa etnis Rohingya di Negara Bagian Rakhine, Myanmar. Ketua Tim Pencari Fakta PBB, Marzuki Darusman, mengatakan ASEAN yang menjunjung tinggi kemanusiaan dan hak mendasar warga negara anggotanya mestinya dapat lebih proaktif dalam menuntaskan krisis kemanusiaan yang terjadi pada etnik Rohingya.
“Bukan lambat, melainkan sangat amat lambat. ASEAN seharusnya tak membiarkan kejadian ini berlangsung karena bukan hanya negara-negara anggotanya yang menjadi sorotan, melainkan ASEAN pun ikut bertanggung jawab,” cetus Marzuki seperti dilansir Antara, di Jakarta, kemarin. (Gol/P-2)
Banyak kasus kekerasan dan juga pencemaran nama baik yang dialami jurnalis.
PULUHAN aktivis hak asasi manusia (HAM) kembali menggelar aksi di depan Istana Presiden pada Kamis (15/2) sore. Aksi rutin yang disebut Aksi Kamisan itu menuntut keadilan penegakkan HAM
Petrus Hariyanto menyebut ia dan beberapa korban dan keluarga korban penculikan dan penghilangan paksa 1998 tertipu kata-kata manis Presiden Joko Widodo
MASYARAKAT Antropologi Indonesia menyatakan sepuluh poin kegusaran dengan situasi bangsa saat ini. Dalam seruannya di Jakarta, Sabtu (10/2).
Solo Melawan Politik Amoral dan Capres Pelanggar HAM (SEMPAL) membuat pernyataan sikap bersama terhadap praktek politik amoral dan tanpa etika.
KEMUNDURAN demokrasi dan penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM) merupakan situasi faktual yang kini terjadi dan bukan asumsi. Dalam diskusi Catatan Akhir Tahun Demokrasi, Hukum dan HAM
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved