Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
INDEKS Demokrasi Indonesia (IDI) 2018 menunjukkan tingkat perkembangan dari tahun sebelumnya. Perkembangan itu ditunjukan dengan capaian angka 72,39 dari 72,11 pada 2017. Peningkatan sebesar 0,28 itu diukur dengan tiga aspek, 11 variabel dan 28 indikator.
Hal itu diungkapkan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia, Suhariyanto dalam rilis temuannya di Kantor BPS, Jakarta, Senin (29/7). "Dengan angka IDI sebesar 72,39 itu, tingkat demokrasi masih berada di dalam kategori sedang," tuturnya.
Meski meningkat, sebanyak dua aspek IDI mengalami penurunan, yakni, aspek kebebasan sipil yang mengalami penurunan sebanyak 0,29 poin dan aspek hak-hak politik turun 0,84 poin dibanding tahun 2017.
Pada aspek kebebasan sipil, ada lima indikator yang mengalami peningkatan dan menyebabkan turunnya aspek tersebut dibanding tahun sebelumnya. Di aspek hak-hak politik, indikator yang cukup memengaruhi penurunan poinnya ialah terkait dengan persentase perempuan di tingkat DPRD.
Baca juga: 20 Provinsi Alami Peningkatan Indeks Demokrasi
Sementara aspek yang mengalami peningkatan ialah aspek lembaga demokrasi, naik sebanyak 2,76 poin.
"Lima dari 11 indikator dalam aspek lembaga demokrasi mengalami peningkatan. Peningkatan tertinggi ada pada indikator kegiatan kaderisasi partai peserta pemilu sebesar 11,34 poin," jelas Suhariyanto.
Ancaman atau penggunaan kekerasan oleh masyarakat yang menghambat kebebasan berpendapat, persentase perempuan terpilih di DPRD, demonstrasi yang bersifat kekerasan dan upaya penyediaan informasi APBD oleh pemerintah merupakan empat dari enam indikator buruk yang menjadi tantangan IDI 2018.
Pekerjaan rumah yang harus diperbaiki itu, Deputi Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri Kemenko Polhukam, Wawan Kustiawan menyatakan, dibutuhkan sinergitas antara pemerintah pusat dengan daerah bila ingin mewujudkan demokrasi yang baik untuk Indonesia di masa mendatang.
"IDI Ini bisa jadi sebagai modal kami untuk menyelesaikan kasus riil yang terjadi di Daerah. Kami mengharapakan kedepan menunjukkan demokrasi yang bermartabat, berkeadilan sesuai dengan pancasila. Untuk mencapainya tentu butuh proses, ini perlu peran pemda yang signifikan," tukasnya.
Senada, Sekretaris Ditjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Didi Sudiana mengungkapkan, Kemendagri akan berusaha semaksimal mungkin mengupayakan perbaikan IDI.
Hal itu akan dilakukan dengan membentuk Pokja sampai tingkat Kabupaten dan Kota sebagai upaya menjaga nilai-nilai demokrasi Indonesia.
"Ini juga program prioritas, upaya pemerintah dalam membangun demokrasi sudah kita lakukan melalui peningkatan fasilitas penguatan ormas, parpol dan perbaikan peraturan perundangan yang ada," ujarnya. (OL-4)
Satu-satunya yang bisa diharapkan agar ada oposisi berkualitas ialah dari para partai politik
Anies Baswedan mengatakan demokrasi yang baik adalah oposisi yang sehat. Di mana tetap ada ruang bagi oposisi untuk mengungkapkan pandangannya.
Pengamat politik Indonesian Public Institute Karyono Wibowo mengatakan, Gatot ingin mengambil jarak dengan pemerintah dengan memilih tidak hadir dalam acara penyematan.
"Publik selama ini juga setengah hati dalam mendukung demokrasi bukan hanya elite yang oligarki," ujar Wijayanto.
"Sepertinya NasDem ini ingin memulai tradisi baru yang membangun jembatan pengertian dan membangun sinergitas dengan PAN," kata Adi saat dihubungi, Minggu (3/10).
Elemen masyarakat sipil diharapkan bisa tampil dan solid memerankan fungsi oposisi sebagai kekuatan penyeimbang di luar parlemen untuk mengawasi kebijakan pemerintah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved