Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Waketum PAN: Wacana Penghapusan UN Hanya Politik Populisme

Dede Susianti
18/3/2019 19:56
Waketum PAN: Wacana Penghapusan UN Hanya Politik Populisme
(Dede Susianti)

BIMA Arya Sugiarto, menanggapi soal Ujian Nasional (UN) yang akan dihapus ketika Prabowo-Sandiaga terpilih di Pemilihan Presiden 2019 dan memimpin.

Bima yang merupakan Wakil Ketua Umum dari Partai Amanat Nasional (PAN) dan kini menjabat sebagai Wali Kota Bogor untuk periode kedua, berbicara sebagai pengamat politik dari Charta Politika.

Rencana penghapusan UN yang akan digantikan dengan penelusuran dan keterampilan, diungkapkan Sandiaga Uno saat debat dengan Ma'ruf Amin, Minggu (17/3) malam, di Debat Cawapres.

Sebetulnya wacana penghapusan UN itu, kata Bima dibutuhkan oleh orang tua, yang khawatir anak-anaknya tidak lulus. Dan menurut Bima itu sangat politis.

"Ini sangat politis. Jadi ini antara populis dan filosofis. Kalau populisnya ya gampang. Orang dihapuskan UN, ya senang-senang saja. Suara mungkin bisa dapat. Tapi bagi yang bisa berpikir kritis. Terus bagaimana untuk standarisasi pendidikannya. Bagaimana tingkat kelulusan," ungkap Bima di sela nonton bareng Debat Cawapres bersama wartawan di kediamanya pribadinya di Pendopo, Perumahan Baranangsiang Indah.

Baca juga: TKN: UN untuk Uji Kualitas Pendidikan Indonesia

Akankah merusak sistem, jika UN dihapus? Bima mengatakan, hal itu tergantung.

"Ya tergantung. Jadi bukannya logika berpikir umum. Pasti ada yang begitu. Misalnya, per tanggal ini ternyata lulusan SMP masuk ke 02. Orang -orang tidak butuh retorika perdebatan, langsung butuh apa, dikasih apa. Tapi yang sekarang mulai digerus,"ungkapnya.

Untuk debat cawapres semalam, Bima menilai di sesi pertama poinnya satu sama antara Ma'ruf Amin dan Sandiaga Uno. Namun untuk selanjutnya, Ma'ruf dinilai lebih menang.

"Ada dua tentang riset dan tentang kesehatan. Ini menarik sebetulnya. Jadi dua - duanya ini akan ada badan nasional. Pak kiai oleh Sandi dikritik ada badan baru. Pak kiai jawab ini bukan badan baru tapi lebih efisien. Dana risetnya dikolaborasikan di situ. Kata Sandi, ya bukan baru tapi kolborasi. Kata pak kiyai, iya kolaborasi juga dengan yang lain. Jadi menarik,"ungkap Bima.

"Jadi yang pertama menurut saya satu sama. Jadi sama- sama memahami tentang perdebatan perlunya riset.

Tapi yang kedua, soal kesehatan, lanjut Bima, Ma'ruf lebih baik. Ternyata, Ma'ruf banyak sekali paham nomenklatur pemerintah. Hal itu, kata Bima, dikarenakan jam terbang Ma'ruf lebih panjang dan luas.

"Beliau pernah menjadi anggota DPR berapa periode. Jadi hafal kesehatan, pendidikan. Pernah di PPP, pernah di PKB. Pastinya juga banyak berkecimpung di kegiatan sosial, di MUI dan lain sebagainya. Nah, menurut saya di sini pak kiyai menang poin, karena paham pemerintah,"bebernya.

Pada Minggu sore atau tepatnya Bima sengaja mengajak wartawan untuk nonton bareng. Selain itu juga hadir sejumlah camat dan kepala dinas.

Nobar dilakukan dengan suasana santai layaknya di rumah. Dengan layar lebar, nobar juga diselingi obrolan diskusi santai. Hidangan nikmat empal gentong, soto ayam, empek-empek, es kelapa dan aneka kue serta minuman kopi, teh, cokelat, melengkapi suasana keakraban. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya