Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
Presiden Joko Widodo ikut menghangatkan suasana jagat politik Tanah Air. Kedatangannya ke Rapat Kerja Nasional (Rakernas) V Pro-Jokowi alias Projo di Magelang, Jawa Tengah pada Sabtu 21 Mei 2022, disebut-sebut sebagai bentuk dukungan kepada salah satu kandidat suksesornya.
Dalam pidatonya, Jokowi mengatakan, untuk urusan politik ojo kesusu sik, jangan dulu terburu-buru, jangan tergesa-gesa, meskipun mungkin yang kita dukung ada di sini. Frasa mungkin yang kita dukung di sini itulah yang dilihat sebagian orang bahwa Jokowi mendukung Ganjar Pranowo sebagai penerus dirinya di 2024. Betulkah Jokowi memang mendukung Ganjar untuk menjadi calon presiden? Masih terlalu dini untuk menyebutkan hal tersebut.
Apalagi, di rakernas tersebut, juga dihadiri oleh Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko. Tapi apakah kalimat Jokowi itu ditujukan untuk Moeldoko? Apalagi, Ganjar memang hadir di sana. Hanya saja, mungkin akan lain ceritanya kalau di sana juga hadir Ketua DPR Puan Maharani, Anies Baswedan, Prabowo Subianto, atau Agus Harimurti Yudhoyono.Sayangnya, nama-nama yang sering disebut dalam survei capres itu tak ada yang hadir, cuma Ganjar yang ada di sana.
Jokowi atau siapapun boleh membuat semantik, tapi keputusan untuk mencalokan sosok presiden ada di tangan para ketua umum partai politik. Terlebih sampai sejauh ini ketua-ketua umum partai politik tidak banyak yang terang-terangan mencalonkan sosok pilihan mereka. Terkhusus, partai tempat bernaung Ganjar Pranowo, yakni PDI Perjuangan.
Bahkan di internal PDIP juga ada gejolak yang lumayan menciptakan cipratan-cipratan ombak. Ganjar menjadi pihak yang paling dibenci karena dinilai kurang sopan, bahkan salah satu politisi PDIP Trimedya Panjaitan terang-terangan menyebut Ganjar itu kemlinthi, yang berarti sombong. Adapun di sebagian elite partai berlambang banteng itu sudah terang-terangan mendukung Puan Maharani untuk menjadi suksesor Jokowi. Jadi, di internal PDIP ada pilihan antara yang cantik dan yang ganteng.
Partai-partai politik memang sudah mulai bergerak untuk memoles para kandidat yang dianggap punya peluang besar menjadi presiden kedelapan Republik Indonesia. Walau masih malu-malu, sejumlah nama begitu gencar memoles diri dengan segala cara. Mereka menjual pesona agar rakyat mulai melirik dan diharapkan kelak memberikan dukungan kalau akhirnya ada parpol yang memilih dia sebagai capres.
Pertemuan demi pertemuan dilakukan para pucuk pimpinan parpol. Seperti kata Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affair atau Indostrategic Khoirul Umam, pertemuan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto merupakan upaya untuk menghadapi kontestasi Pemilu 2024. Pertemuan itu jelas bukan cuma seremonial, besar kemungkinan penjajakan menuju koalisi 2024.
Baca juga: NasDem Tepis Usulkan Duet Ganjar-Anies ke Jokowi
Selain Surya Paloh dan Prabowo, sejumlah pimpinan parpol malah sudah membentuk Koalisi Indonesia Bersatu. Di sana ada Partai Golkar, PAN, dan PPP. Hanya saja capresnya belum jelas, karena baru akan diputuskan ketika mereka sudah bertemu.
Terlebih bila mengacu kepada hasil survei Indoriset, peta elektabilitas terbagi menjadi tiga. Yaitu kandidat papan atas yang diisi Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, dan Prabowo Subianto yang berkisar di angka 15%. Kemudian papan tengah ditempati Agus Harimurti Yudhoyono, Ridwan Kamil, dan Sandiaga Uno di angka 4-10%.
Kalau mengacu pada hasil survei Indikator Politik Indonesia, dua nama kuat dari PDIP yaitu Ganjar dan Puan, elektabilitas mereka masih di bawah 80%. Khusus PDIP, suara Ketua Umum Megawati Soekarnoputri akan menjadi penutup segala perdebatan capres di internal partai.
Kita tentu masih ingat ketika menjelang Pilpres 2014, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo malah muncul sebagai orang yang disebut-sebut sebagai calon terkuat sebagai presiden. Indikasinya adalah ketika hasil survei CSIS menempatkan Jokowi di peringkat pertama tokoh calon presiden alternatif. Nama Jokowi pun melejit di angka 28,6%, Prabowo Subianto 15,6%, Aburizal Bakrie 7%, Megawati 5,4%, dan Jusuf Kalla 3,7%.
Jadi memang benar apa kata Ganjar, urusan capres itu urusannya ketua umum, ketika ada kritik yang menyebutkan dirinya kemlinthi, hal itu dianggap sebagai vitamin untuk memperbaiki keadaan. Termasuk ketika ada suara internal yang menyebutkan Puan bisa berduet dengan Anies.
Sejauh ini, PDIP memang diuntungkan karena posisi yang tak perlu berduet dengan partai lain untuk mencalonkan presiden pada 2024. Dengan raihan suara 19,3% dan kursi DPR sekitar 22%, PDIP bisa saja mencalonkan sendiri pengganti Jokowi.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, partai atau gabungan partai yang bisa mengusung pasangan capres dan cawapres harus memiliki 20% kursi DPR atau 25% suara sah di level nasional.
Apakah kemudian PDIP akan menduetkan kadernya sendiri, tentu hal itu bisa saja dilakukan walau sama sekali tidak taktis. Untuk mencari aman, tentu saja harus menggandeng parpol lain agar jalannya pemerintahan bisa harmonis, itu pun kalau calon PDIP bisa menjadi presiden.
Atau kalau Koalisi Indonesia Bersatu bisa lanjut, tentu masih jadi pertanyaan. Tiga partai pengusung ini harus dikatakan tak punya sosok yang kuat, kendati Airlangga Hartarto ditugaskan Golkar untuk menjadi capres, tentu saja dua partai lainnya akan berhitung matang. Bahkan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar atau Cak Imin sudah menetapkan syarat mau bergabung ke KIB asal dirinya jadi capres. Itulah hebatnya Cak Imin.
Baiklah, kita tunggu saja siapa yang memang pantas sebagai suksesor Jokowi, hanya putra bangsa terbaiklah yang layak menjadi Presiden 2024-2029.
Apalagi, hingga kelak pemindahan ibu kota negara, belum satupun kota di Indonesia mampu menggantikan Jakarta.
SEMENJAK ajang politik di Taiwan bulan Januari lalu, isu “Satu Tiongkok” kembali mendapat perhatian ekstra.
Komitmen dan kinerja optimal sudah dilakukan oleh Pemkab Ciamis dalam mengelola keuangan daerah dengan transparansi dan akuntabilitas yang tinggi.
Berdasar World Happiness Index, negara yang indeks kebahagiaannya tinggi pada umumnya justru level beragama masyarakatnya rendah.
Bupati Bandung Dadang Supriatna, mengungkapkan kebahagiaan dan rasa syukur atas pencapaian Pemkab Bandung meraih Opini WTP 8 kali berturut-turut.
Tidak jelas alasan mengapa Menkes gandrung cawe-cawe urusan pendidikan dokter spesialis
Masalahnya, bukan kali ini saja pejabat di Kementerian Keuangan bergelimang harta yang tak sesuai profil penghasilannya.
Sebetulnya, kami paham bahwa Megawati memiliki maksud yang baik. Jika diperhatikan lebih seksama Megawati juga tidak keberatan dengan adanya pengajian.
Namun untuk saat ini, LaNyalla lebih baik ikut memikirkan dulu dan bertindak negarawan, bagaimana agar perpolitikan nasional saat ini berjalan kondusif
Masyarakat Desa Narukan saat menghadapi pilkades mengaku menemukan pihak tertentu yang ingin menyuap mereka agar mencoblos lawan Gus Umar.
Artinya, Prabowo bisa mencatat sejarah baru bagi Indonesia karena merupakan kali keempat ia menjadi calon presiden.
Kalau membandingkan dengan biaya Ibu Kota Nusantara, juga sangat besar anggarannya. Mengapa pula mengutak-atik soal biaya pemilu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved