Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
KONTROVERSI penyusunan anggaran di Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang terjadi belakangan terkait RAPBD DKI Jakarta tahun 2020 membuka banyak wacana mulai tidak mampunya birokrat mengoperasikan sistem e-budgeting hingga keberadaan Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) tidak membawa dampak signifikan.
Keberadaan TGUPP selalu dipertanyakan publik ketika muncul polemik di Pemprov DKI. Wajar saja, TGUPP anggotanya mencapai 66 orang dan mendapat alokasi dari APBD DKI tahun 2020 diproyeksikan sebesar Rp19,8 miliar. Kemudian diturunkan dari proyeksi sebelumnya senilai Rp26,5 miliar.
"Ya, karena TGUPP jumlahnya fantastis pasti menambah masalah bukan menyelesaikan masalah. Terlebih masyarakat tidak tahu peran dari TGUPP. Seharusnya mereka bisa mencegah setiap masalah yang timbul seperti soal anggaran ini," kata Ketua Fraksi PDI-P DPRD DKI, Gembong Warsono, di Jakarta, Jumat (1/11).
Gembong menilai keberadaan TGUPP yang performanya tidak terlihat malah menjadikan tim tersebut seperti biang onar di Pemprov DKI. TGUPP dinilai diistimewakan, tetapi tidak membawa manfaat bagi kemaslahatan warga Ibu Kota. Atas dasar itu pihaknya meminta anggaran TGUPP dicoret. "Jawaban saya seperti itu TGUPP biang onar. Kami tetap meminta anggaran TGUPP dinolkan dari APBD Perubahan. Alokasinya dari dana operasional gubernur saja jangan dari APBD," kata Gembong Warsono.
Baca juga: Gerindra DKI Dukung Perubahan Sistem E-Budgeting
Untuk menciptakan pemerintahan yang baik, menurut Gembong, Pemprov DKI harus melaksanakan rekomendasi dari Mendagri yang meminta anggaran TGUPP dari dana operasional gubernur. Pasalnya, tim itu melekat dengan gubernur. Sedangkan selama ini anggaran TGUPP berada di sekda sebelum di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) sekarang ini.
Gembong pun menyinggung gemuknya TGUPP yang menyebabkan tim tersebut tidak efektif. Untuk itu, dia mengusulkan agar anggota TGUPP dirampingkan. "Personalia TGUPP tidak usah banyak-banyak cukup 5-6 anggota. Ilustrasinya seperti ini, kalau saya mendengar masukan dari lima orang saya bisa lebih cepat bekerja tetapi kalau saya harus mendengar 66 orang malah tambah pusing," lanjut Gembong.
Keberadaan TGUPP era Anies selalu menjadi sorotan di dewan. Wakil Ketua Komisi A DPRD DKI, Inggard Joshua, juga menyatakan hal serupa terjadi polemik mengenai anggaran lem Aibon sebesar Rp82 miliar seharusnya tidak muncul jika TGUPP menyisirnya lebih dulu.
Ketua Fraksi PAN DPRD DKI Jakarta, Lukmanul Hakim, juga menyinggung peran TGUPP yang tidak terasa dalam percepatan pembangunan di DKI Jakarta. "Apa yang sudah mereka capai untuk memberi manfaat kepada rakyat Ibu Kota," kata Gembong dengan nada tinggi. (OL-4)
Billy meminta kepada pihak yang menyatakan ada ordal saat kepemimpinan Anies, untuk datang ke Pemprov DKI Jakarta agar tidak hanya menuduh saja
Gembong pun menuturkan anggaran tersebut digeser oleh Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono ke pos anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT).
Pras menyebut akibat pekerjaan TGUPP itu menyebabkan beberapa jalanan tergenang banjir. Ia menegaskan dalam membangun Jakarta harus rasional.
Pemprov DKI Jakarta pun menghormati keputusan yang diambil Bambang Widjojanto untuk mundur dari Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP).
Anggaran ini untuk operasional 68 anggota TGUPP selama 10 bulan pada 2022 karena masa berakhir jabatan Anies pada Oktober 2022.
Gembong menilai anggaran TGUPP sangat besar setiap tahunnya mencapai belasan miliar namun hingga saat ini capaian kinerjanya tak bisa diukur dan tak bisa diawasi DPRD DKI
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved