Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
PADA musim dingin tahun 2023, pakar kesehatan di seluruh benua Eropa mulai memperhatikan anomali infeksi saluran pernapasan. Kasus batuk rejan, yang juga dikenal sebagai pertusis, semakin meningkat.
Tidak hanya Eropa, pejabat kesehatan di Amerika Serikat (AS) juga mulai melaporkan lonjakan kasus batuk rejan. Di Inggris, jumlah kasus meningkat ke titik tertinggi dalam dua dekade.
Pada Maret 2024, kasus batuk rejan di Eropa melonjak lebih tinggi dibandingkan dekade terakhir. Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa (ECDC) hanya merilis angka setelah 2011.
Baca juga : Program Vaksinasi Covid-19 akan Diluncurkan di 100 Negara
Sekitar 32 ribu kasus dilaporkan di seluruh Eropa antara bulan Januari dan Maret 2024. Menurut ECDC, rata-rata kasus pertusis tahunan di Eropa adalah sekitar 38 ribu.
Jika tren ini terus berlanjut, kasus batuk rejan dikhawatirkan meningkat 10 kali lipat pada 2024 dibandingkan tahun-tahun biasanya. Menurut angka statistik dalam laporan terbaru ECDC mengenai situasi ini, sebagian besar kasus di Eropa terjadi pada bayi, populasi yang batuk rejannya bisa berakibat fatal.
Kelompok kasus tertinggi kedua yang dilaporkan terjadi pada kelompok usia 10-14 tahun. Dalam laporan terbaru ECDC itu juga dirinci, sebagian besar kasus batuk rejan di Eropa terjadi pada bayi dan bisa berakibat fatal. Kelompok kasus tertinggi kedua yang dilaporkan terjadi pada kelompok usia 10-14 tahun.
Baca juga : AS dan Eropa Matangkan Rencana Vaksinasi Covid-19
"Angka-angka ini perlu ditafsirkan dengan hati-hati. Sebab kasusnya bisa lebih tinggi dari yang dilaporkan," kata Paul Hunter, profesor kedokteran di Universitas East Anglia di Inggris, dilansir dari DW, Rabu (29/5).
Karena bayi mempunyai risiko yang sangat tinggi terhadap batuk rejan, mereka jauh lebih mungkin untuk menerima diagnosis dibandingkan kelompok masyarakat lainnya. Begitu banyak orang lanjut usia yang mungkin juga terjangkit batuk rejan yang tidak terdiagnosis.
Pada tahap awal, batuk rejan muncul seperti pilek. Pasien mungkin mengalami gejala pilek, demam ringan, bersin, dan batuk sesekali.
Baca juga : AS Dorong Korea Utara untuk Membuka Perbatasan Bagi Pekerja Kemanusiaan
Tetapi penyakit ini memasuki fase paling parah setelah beberapa minggu. Pada anak-anak dan bayi batuk kering biasanya terdengar mendengking dengan nada tinggi. Tahap ini bisa berlangsung hingga 10 minggu.
Para ahli mengatakan mereka tidak tahu mengapa kasusnya meningkat. Seperti kebanyakan wabah penyakit menular, penyebabnya bisa jadi disebabkan oleh berbagai faktor yang terjadi secara bersamaan.
Sebagian ahli mengatakan hal ini mungkin disebabkan menurunnya vaksinasi pertusis selama kehamilan di seluruh Eropa. Ketika bayi lahir, mereka tidak memiliki perlindungan terhadap batuk rejan jika ibunya tidak menerima vaksinasi selama kehamilan.
Baca juga : Kecerdasan Buatan Dongkrak Keuntungan Google Hingga Lampaui Ekspektasi
"Kita baru mulai memvaksinasi anak-anak untuk melawan batuk rejan pada usia sekitar delapan minggu. Padahal sebagian besar penyakit yang paling parah sebenarnya sering terjadi sebelum itu," kata Hunter.
Tingkat vaksinasi pertusis pada kehamilan sangat bervariasi di seluruh benua Eropa, menurut laporan ECDC bulan Mei. Di Spanyol, sekitar 88% ibu hamil telah menerima vaksinasi pertusis pada 2023.
Di Republik Ceko, yang populasinya mengalami lonjakan tajam kasus pertusis, hanya 1,6% yang menerima vaksinasi pada tahun yang sama. Sementara di Inggris, penyerapan obat di kalangan ibu hamil telah menurun selama satu dekade terakhir, dari sekitar 70% pada 2016 menjadi sekitar 60% pada 2023.
Selain itu, lonjakan kasus ini mungkin sebagian disebabkan yang disebut para pejabat kesehatan sebagai penurunan kekebalan masyarakat sejak pandemi covid-19.
Dengan diterapkannya protokol ketat selama pandemi untuk menangkal SARS-CoV-2, seperti penggunaan masker, mencuci tangan, dan mengurangi kontakl di tempat umum, kasus flu dan radang mencapai titik terendah dalam sejarah.
Sejak pandemi berakhir, kasus kembali meningkat. Tapi Hunter mengatakan hal itu tidak bisa sepenuhnya menjelaskan lonjakan dramatis batuk rejan. Hal ini karena batuk rejan tidak terjadi pada populasi dalam jumlah besar sebelum pandemi. Ada, tapi jarang, tidak seperti flu.
Faktor ketiga yang mungkin menjadi komplikasi adalah vaksin batuk rejan itu sendiri, kata para ahli. Vaksin pertusis pertama kali diperkenalkan pada pertengahan abad ke-20 di negara-negara maju seperti AS, Kanada, dan sebagian Eropa.
Meskipun sangat efektif, hal ini dikaitkan dengan efek samping negatif. Penurunan tajam penyerapan vaksin ini kemudian menyebabkan wabah pada 1970-an dan 80-an. Di akhir 1990-an dan awal 2000-an, banyak negara mulai memperkenalkan vaksin pertusis generasi kedua.
Meskipun tidak menimbulkan efek samping seperti vaksin generasi pertama, vaksin ini kurang efektif dan hanya memberikan kekebalan dalam jangka waktu yang lebih singkat.
"Meningkatnya kasus batuk rejan menimbulkan pertanyaan sulit bagi para dokter yang menangani masalah ini," kata Andrew Preston, profesor dan pakar batuk rejan di Universitas Bath di Inggris.
"Booster mungkin merupakan pilihan untuk menurunkan penyebaran," katanya menambahkan, namun tidak sepenuhnya jelas juga seberapa sering dapat disuntik booster sebelum kehilangan efektivitasnya.
Ada vaksin pertusis baru di luar sana, kata Preston, beberapa di antaranya dapat memberikan kekebalan yang jauh lebih unggul dibandingkan dengan dua vaksin yang tersedia saat ini.
Namun dia mengatakan program imunisasi ini akan sulit untuk dimasukkan ke dalam jadwal vaksinasi saat ini. Di Inggris dan sebagian besar negara Eropa, vaksin pertusis digabungkan dengan lima vaksin lainnya dalam satu suntikan.
Dengan demikian, untuk bisa memperkenalkan vaksin baru perlu merestrukturisasi vaksin kombinasi tersebut. "Anda harus memformulasi ulang semua vaksin lainnya, dan itu adalah tugas yang sangat besar,” kata Preston. (Z-3)
Rabies berbeda dari banyak infeksi lain, sebab menurut WHO perkembangan penyakit klinis rabies dapat dicegah melalui imunisasi tepat waktu bahkan setelah terpapar agen penular.
Para profesor kesehatan masyarakat Israel menyatakan gencatan senjata adalah satu-satunya cara untuk melindungi bayi di Gaza dan Israel dari epidemi polio.
Kombinasi vaksinasi pada usia muda dan deteksi dini rutin pada wanita yang sudah berhubungan seks akan mampu menurunkan kejadian kanker serviks.
Vaksin polio tidak memiliki laporan KIPI atau kejadian setelah imunisasi serius.
Kemenkes RI menerbitkan Surat Edaran Nomor HK.02.02/A/3717/2024 tentang Pelaksanaan Vaksinasi Meningitis Bagi Jamaah Haji dan Umrah.
Baru 144 Pemda yang telah mengeluarkan Instruksi Pelaksanaan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio serta Surat Keputusan (SK) untuk Tim/Satgas/Pokja PIN Polio.
Total terdapat 15 panggung yang tersebar di tujuh negara yaitu Belgia, Inggris, Swiss, Prancis, Belanda, Luksemburg, dan Jerman
Rumah bergaya klasik Eropa menjadi rumah elegan yang tidak akan tergerus zaman dan diminati peminat di kelasnya, terlebih keluarga muda mapan.
PADA April 1949, di Kota Washington ditandatangani Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Dimulainya sejarah NATO--aliansi militer yang paling agresif pada masa kini
UNILEVER berencana mengurangi sepertiga dari karyawannya di Eropa pada akhir 2025. Hal ini terjadi setelah diumumkan pada Maret bahwa raksasa barang konsumen tersebut akan memangkas biaya.
Manajer Program Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menuturkan tidak ada urgensinya Komisioner KPU plesiran ke luar negeri.
PM Israel Benjamin Netanyahu akan singgah di Eropa dalam perjalanannya ke AS akhir bulan ini. Namun dia membatalkan rencana tersebut di tengah kekhawatiran perintah penangkapan oleh ICC.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved