Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Usai Tolak Proposal Hamas, Benjamin Netanyahu Setujui Invasi Rafah

Cahya Mulyana
16/3/2024 06:15
Usai Tolak Proposal Hamas, Benjamin Netanyahu Setujui Invasi Rafah
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu(AFP/RONEN ZVULUN)

PEMERINTAH Israel menyatakan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah menyetujui rencana militer untuk melakukan operasi di Rafah. Daerah itu merupakan tempat sebagian besar penduduk Jalur Gaza, yang dilanda perang, mencari perlindungan.

"Netanyahu menyetujui rencana tindakan di Rafah," kata kantornya dalam sebuah pernyataan, tanpa memberikan rincian atau batas waktu.

Pernyataan itu menambahkan militer Israel siap melakukan operasi dan evakuasi penduduk Rafah. Rafah pun akan menjadi pusat populasi besar terakhir yang akan menjadi sasaran serangan darat .

Baca juga : Benjamin Netanyahu Menolak Kritik Joe Biden terhadap Kebijakan Perang Israel di Gaza

Israel, Jumat (15/3), secara resmi menolak usulan terbaru Hamas mengenai kesepakatan penyanderaan karena dianggap tidak realistis. Namun, 'Negeri Zionis' itu akan tetap mengirimkan delegasinya ke Qatar untuk membahas posisi Israel mengenai kemungkinan perjanjian tersebut.

Kesepakatan itu mengusulkan pembebasan sandera Israel, anak-anak, orang tua, dan orang sakit dengan imbalan antara 700 dan 1.000 tahanan Palestina.

Kabar tersebut muncul setelah Israel menolak proposal gencatan senjata yang dibuat kelompok pejuang kemerdekaan Palestina di Jalur Gaza, Hamas.

Baca juga : Biden semakin Frustrasi akibat Sikap PM Israel

Proposal baru itu tujuannya untuk mengakhiri perang Israel di Jalur Gaza. Termasuk pembebasan tawanan Israel dengan imbalan tahanan Palestina, 100 di antaranya yang menjalani hukuman seumur hidup.

Gencatan senjata ini akan dilakukan dalam tiga fase, dengan masing-masing tahap berlangsung selama 42 hari, kata sumber kepada Al Jazeera tentang proposal Hamas.

Pada tahap pertama, Hamas mengatakan pasukan Israel harus mundur dari jalan al-Rashid dan Salah al-Din. Itu untuk memungkinkan kembalinya warga Palestina yang kehilangan tempat tinggal dan mengalirnya bantuan, kata sumber tersebut.

Baca juga : Wapres AS Kamala Harris Bertemu Rival Netanyahu Bahas Situasi Gaza

Salah al-Din adalah jalan arteri utama yang membentang dari utara ke selatan di jalur tersebut. 

"Hamas mengatakan pembebasan awal warga Israel akan mencakup perempuan, anak-anak, orang tua dan tawanan yang sakit dengan imbalan 700 hingga 1.000 tahanan Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel," menurut proposal baru Hamas itu.

Hamas juga mencantumkan pembebasan tahanan perempuan asal Israel. Hamas mengatakan 50 tahanan Palestina yang mereka pilih, 30 di antaranya menjalani hukuman seumur hidup harus dibebaskan.

Baca juga : PBB Ingatkan Ledakan Kematian Anak Gaza karena Bencana Kelaparan

Imbalannya pembebasan satu perempuan tentara cadangan Israel yang ditawan di Gaza. Hamas mengatakan pada tahap kedua dari rencana tersebut, gencatan senjata permanen harus diumumkan sebelum pertukaran tentara yang ditangkap dapat dimulai.

Sedangkan tahap ketiga akan mencakup memulai proses rekonstruksi di Gaza dan mencabut pengepungan Israel di wilayah kantong tersebut.

Tanggapan Zionis

Melaporkan dari Jerusalem Timur yang diduduki, Willem Marx dari Al Jazeera mengatakan poin penting dalam perundingan Israel dan Hamas, yang merupakan tantangan yang tidak dapat didamaikan bagi kedua belah pihak dalam beberapa minggu terakhir.

Baca juga : Israel akan Serang Rafah saat Ramadan jika Sandera tidak Dibebaskan

Pada dasarnya adalah tuntutan Israel untuk kemenangan mutlak atas Hamas. Itu berbeda dengan tuntutan Hamas yang keinginannya untuk gencatan senjata permanen.

Akibatnya negosiasi selama berhari-hari dengan Hamas bulan ini mengenai gencatan senjata di Jalur Gaza pun gagal. Para mediator Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat (AS) menghabiskan waktu berminggu-minggu untuk mencoba mempersempit perbedaan antara Israel dan Hamas.

Poinnya mengenai model gencatan senjata di tengah krisis kemanusiaan yang semakin parah menyebabkan seperempat penduduk di Jalur Gaza menghadapi kelaparan. 

Baca juga : Tekanan Dunia pada Israel Meningkat, Setelah Pembantaian di Rafah

"Mesir berusaha mencapai gencatan senjata di Jalur Gaza, meningkatkan pengiriman bantuan ke jalur tersebut dan memungkinkan pengungsi Palestina di wilayah selatan dan tengah untuk pindah ke wilayah utara," kata Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi, Jumat (15/3).

Pihak Mesir itu berbicara tentang mencapai gencatan senjata di Jalur Gaza, yang berarti memberikan bantuan dalam jumlah terbesar. El-Sisi memperingatkan bahaya serangan Israel ke Rafah di Gaza selatan di perbatasan dengan Mesir.

Marx melaporkan Israel ingin membiarkan potensi invasi ke Rafah tetap terbuka sebagai sebuah pilihan. Namun Hamas ingin melihat semua permusuhan berakhir sesegera mungkin.

Baca juga : Israel Bunuh Ratusan Orang untuk Bebaskan Dua Sandera Hamas 

Israel telah lama memperingatkan akan adanya invasi darat ke Rafah , sebuah wilayah seluas 64 km persegi. Sekitar 1,4 juta warga Palestina telah dijejali oleh pengeboman Israel dan operasi darat di bagian lain wilayah tersebut.

Mustafa Barghouti, sekretaris jenderal Inisiatif Nasional Palestina, mengatakan kepada Al Jazeera, Jumat (15/3), bahwa proposal terbaru ini jauh lebih fleksibel dan terbuka dibandingkan dengan proposal sebelumnya.

“Hal terpenting yang menjadi perselisihan di sini adalah bahwa Hamas dan gerakan perlawanan bersikeras bahwa orang-orang yang diusir secara paksa, melalui pemboman dari rumah mereka, akan diizinkan kembali ke utara dan Israel ingin melakukan diskriminasi (terhadap mereka),” katanya.

Baca juga : Biden Minta Netanyahu Siapkan Rencana Memastikan Keselamatan Penduduk Gaza

Barghouti mengatakan dia mengharapkan Netanyahu untuk menerapkan setiap hambatan yang mungkin terjadi untuk mencegah kesepakatan ini terjadi karena dia tahu bahwa setelah perang ini selesai, dia akan dipenjara.

"Dia tahu betul bahwa dia akan dituduh gagal pada 7 Oktober, tetapi empat kasus korupsi juga menunggunya," ujarnya.

Hamas mengatakan perundingan gencatan senjata telah tersendat selama beberapa minggu terakhir karena penolakan Netanyahu terhadap tuntutannya. Itu mencakup gencatan senjata permanen, penarikan Israel dari Jalur Gaza, kembalinya para pengungsi di selatan wilayah kantong tersebut ke tengah dan utara dan meningkatkan bantuan tanpa batasan.

Baca juga : Janji Manis Benjamin Netanyahu Jelang Invasi Darat Israel di Rafah

Pada Februari, Hamas menerima proposal dari perundingan gencatan senjata di Paris, yang mencakup jeda 40 hari dalam semua operasi militer dan pertukaran tahanan Palestina dengan tawanan Israel. Rasionya 10 banding 1, sesuai perjanjian gencatan senjata di Paris.

Israel menolak rencana itu, dengan alasan tujuan lamanya adalah tidak mengakhiri perang sampai Hamas dihancurkan. 

Perang tersebut dipicu oleh serangan Hamas ke Israel selatan pada 7 Oktober, yang menurut pejabat Israel menewaskan 1.139 orang, dan puluhan orang ditawan.

Sejak itu, serangan udara, laut dan darat Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 31 ribu warga Palestina dan melukai lebih dari 71.500 orang, menurut otoritas kesehatan Palestina. (AFP/Aljazeera/Z-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya