Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
PULUHAN perempuan dan anak-anak Palestina kembali ke rumah dari penjara Israel sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata Gaza antara Israel dan Hamas.
Di penjara Israel, warga Palestina menghadapi kondisi yang keras, mulai dari pemukulan, kelaparan, kedinginan, dan pelecehan lainnya.
Para remaja tersebut termasuk di antara 39 warga Palestina yang dibebaskan dari tahanan Israel pada hari Minggu, dalam pertukaran tahanan ketiga antara Israel dan Hamas, sementara Hamas membebaskan 13 warga Israel yang ditahan di Gaza.
Baca juga : Tahanan Palestina Mengaku Disiksa selama di Penjara Israel
Pertukaran ini berlangsung selama tiga hari berturut-turut di tengah gencatan senjata sementara selama empat hari di Gaza, yang merupakan penghentian pertempuran pertama sejak permusuhan dimulai pada 7 Oktober.
"Setiap minggu, tentara Israel datang memukuli kami, mengambil semua pakaian, selimut, dan kasur kami," kata Osama Naif Marmash 16, seorang remaja yang baru-baru ini dibebaskan kepada Anadolu dalam sebuah wawancara dilansir Selasa (28/11).
Baca juga : Surat Cinta Tawanan Ibu Yahudi kepada Pejuang Gaza
Dia telah ditahan tanpa tuduhan apapun dalam penahanan administratif selama lima bulan terakhir. Dia mengatakan bahwa empat tawanan Palestina disiksa sampai mati di Megiddo.
Marmash mengatakan bahwa ia mengalami luka di kaki dan punggungnya karena dipukuli. "Pakaian penjara saya berwarna putih tetapi kemudian berubah menjadi merah karena noda darah," katanya.
Makanan yang diberikan sangat sedikit, katanya, dan sering kali tidak bisa dimakan. Dia menambahkan bahwa mereka diperlakukan dengan buruk dalam perjalanan mereka ke Tepi Barat.
"Jalanan sangat sulit. Mereka mematikan AC di bus. Kami merasa sesak,” ucapnya.
Remaja asal Kota Nablus, Tepi Barat yang diduduki Israel, menambahkan bahwa mereka telah dipaksa untuk tetap berada dalam cuaca dingin sejak pukul 8 pagi sampai Palang Merah datang dan membawa kami dari Penjara Ofer.
Pagi itu, tentara Israel datang dan menyiram para tahanan dengan air meskipun cuaca dingin.
"Makanan yang dialokasikan untuk para tahanan sangat terbatas," tegas Marmash.
Pertukaran tahanan ini merupakan bagian dari jeda sementara selama empat hari yang dimulai pada hari Jumat, termasuk pengiriman bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza.
Sementara itu, Raghad Al-Fanni 25, tidak menyangka bahwa ia akan menjadi salah satu wanita Palestina yang dibebaskan.
Perempuan asal Kota Tulkarm itu ditangkap oleh pihak berwenang Israel pada Oktober 2022 dalam perjalanan menuju Ramallah di pos pemeriksaan Tayyara.
Dia tetap ditahan tanpa dakwaan, di penjara Damoun, selama 13 bulan.
Raghad mengatakan kondisi penahanan berubah secara drastis setelah 7 Oktober. Para tahanan wanita Palestina mengalami penindasan, isolasi dan pemukulan.
"Mereka menyemprot kami dengan gas, memukuli banyak tahanan perempuan, dan menahan banyak tahanan di sel isolasi,” katanya.
Peraturan administrasi penjara juga mencegah para tahanan perempuan membeli makanan dari kantin, dan mengambil semua barang-barang mereka.
"Kami tidak diberi air minum yang bersih,”
“Otoritas administrasi penjara membalas dendam kepada kami,"
Raghad tidak tahu sampai hari ini mengapa dia ditangkap.
"Yang saya tahu adalah bahwa penangkapan saya didasarkan pada berkas rahasia,”
Dia menambahkan bahwa penahanan administratif diperpanjang tanpa dakwaan atau pengadilan, dan merupakan tindakan pencegahan karena adanya kecurigaan tertentu.
Pada pukul 8.30 pagi pada hari Jumat, Raghad Al-Fanni dibebaskan dari penjara dengan tergesa-gesa tanpa diizinkan mengambil barang-barangnya.
"Saya tidak bisa mengucapkan selamat tinggal kepada para tahanan perempuan yang masih berada di pusat penahanan. Mereka membawa kami keluar dan menggeledah kami secara menyeluruh, serta mengambil sidik jari dan sampel DNA kami."
Sebelum dibebaskan, para tahanan perempuan Palestina diancam oleh pihak berwenang Israel dengan penangkapan kembali jika mereka berpartisipasi dalam upacara perayaan atau berbicara kepada media.
Cerita lainnya disampaikan Qusay Taqatqa, yang berasal dari kota Bethlehem, dia ditangkap tahun lalu ketika ia berusia 16 tahun dan dijatuhi hukuman 20 bulan penjara.
Dia mengatakan bahwa para narapidana mendengar tentang operasi 7 Oktober dari berita, setelah itu administrasi penjara memindahkan peralatan televisi dan radio dari dalam sel.
"Perlakuan administrasi penjara sangat biadab selama 50 hari. Mereka mengambil semua barang milik kami dan kunjungan atau bahkan komunikasi dengan keluarga dilarang," ceritanya.
Sementara Khalil Mohamed Badr al-Zamaira 18, termasuk di antara mereka yang dibebaskan. Dia berusia 16 tahun ketika ditahan oleh pasukan Israel.
Dia mengatakan bahwa para tahanan Palestina dianiaya dan dipukuli di penjara, dan tidak ada perlakuan yang berbeda untuk anak-anak.
"Mereka tidak membedakan antara yang tua dan yang muda," katanya.
"Dua remaja dipindahkan dari penjara Ofer dengan tulang rusuk yang patah. Mereka tidak bisa bergerak,” ujarnya.
Demikian juga, Omar al-Atshan, seorang remaja Palestina yang telah dibebaskan, mengatakan bahwa ia dianiaya dan disiksa di penjara Naqab tempat ia ditahan sebelum dibebaskan.
"Perlakuan buruk itu tak terlukiskan," katanya kepada Al Jazeera selama liputan langsung kedatangan para tahanan yang dibebaskan di Tepi Barat yang diduduki pada hari Minggu.
Dia mengatakan bahwa mereka secara rutin dipukuli dan dipermalukan di penjara. Bahkan mereka jarang mendapatkan makanan dan minum.
Selama pembebasan mereka, tentara Israel memerintahkan mereka untuk menundukkan kepala, dan kemudian memukuli mereka.
"Kebahagiaan kami belum lengkap karena masih ada tawanan lain yang masih ditahan," katanya, dia menambahkan bahwa seorang tawanan, yang diidentifikasi bernama Thaer Abu Assab, dipukuli hingga tewas di dalam tahanan.
"Dia mengalami terlalu banyak pemukulan. Kami berteriak minta tolong, tetapi dokter baru tiba setelah satu setengah jam kemudian. dia sudah meninggal karena penyiksaan.
"Dia disiksa karena sebuah pertanyaan; dia bertanya kepada sipir apakah ada gencatan senjata. Kemudian dia dipukuli sampai mati,” terangnya.
Qaddoura Fares, kepala Otoritas Tahanan dan Mantan Tahanan Otoritas Palestina, menggambarkan apa yang telah terjadi di pusat-pusat penahanan Israel sejak 7 Oktober sebagai kejahatan perang sebagai bagian dari tindakan balas dendam.
"Serangan brutal yang berulang-ulang terhadap para tahanan menyebabkan kematian enam orang di antara mereka dan melukai ratusan lainnya,” katanya.
"Hukuman kolektif dipraktekkan terhadap para tahanan di penjara-penjara pendudukan, dan makanan yang cukup untuk dua orang disajikan untuk 10 orang,” lanjutnya.
Otoritas Palestina pada hari Minggu (26/11) merilis nama-nama tawanan Palestina yang akan dibebaskan dalam pertukaran tawanan gelombang ketiga antara Israel dan Hamas, termasuk nama-nama 39 anak-anak.
Selama tiga hari pertama jeda, Hamas membebaskan 40 warga Israel dan 18 warga asing, sementara Israel membebaskan 117 warga Palestina.
Jeda yang dimediasi oleh Qatar, Mesir dan Amerika Serikat ini mulai berlaku pada Jumat lalu, dan untuk sementara waktu menghentikan serangan Israel ke Jalur Gaza.
Israel melancarkan kampanye militer besar-besaran di Jalur Gaza setelah serangan lintas batas oleh Hamas pada 7 Oktober.
Serangan tersebut telah menewaskan sedikitnya 14.854 warga Palestina, termasuk 6.150 anak-anak dan lebih dari 4.000 wanita, menurut otoritas kesehatan di daerah kantong tersebut. Jumlah korban tewas dari pihak Israel mencapai 1.200 orang. (Anadolu/Aljazeera/Z-4)
Tindakan Israel selama ini sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip yang diuraikan dalam Piagam PBB dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM).
Selain 16.314 anak, 10.980 wanita, 885 petugas medis, 165 jurnalis, dan 79 personel pertahanan sipil juga tewas dalam serangan Israel.
PEMIMPIN kelompok Houthi Yaman, Sayyed Abdul Malik al-Houthi, mengatakan pembunuhan Kepala Politik Hamas Ismail Haniyeh oleh Israel telah meningkatkan pertempuran ke lingkup lebih luas.
KETUA Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf menyampaikan berbelasungkawa atas kematian petinggi Gerakan perlawanan Palestina Hamas, Ismail Haniyeh.
Serangan yang menewaskan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh akan berdampak pada upaya gencatan senjata dan meningkatkan eskalasi konflik di Timur Tengah.
UPACARA pemakaman Ismail Haniyeh, pemimpin biro politik kelompok perlawanan Hamas, dimulai pada Kamis (1/8) di ibu kota Iran, Teheran, yang dihadiri sejumlah besar warga dan pejabat.
Pasukan pendudukan Israel menargetkan Sekolah Dalal al-Maghribi di Gaza.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved