Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
SEBANYAK 20 negara menandatangani perjanjian untuk mengakhiri pendanaan baru untuk sektor energi bahan bakar fosil pada akhir tahun depan. Negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Selandia Baru meneken perjanjian tersebut dalam agenda the 26th UN Climate Change Conference of the Parties (COP26) di Glasgow, Skotlandia, Kamis (4/11).
Enam lembaga keuangan, termasuk Bank Investasi Eropa, telah memberikan dukungan mereka terhadap langkah tersebut. Namun, negara-negara besar di Asia, Seperti Tiongkok, Jepang, Korea Selatan dan Indonesia belum menandatangani kesepakatan itu. Dalam sebuah pernyataan bersama, para penandatangan berjanji untuk memprioritaskan dukungan sepenuhnya terhadap transisi energi bersih dan menggunakan sumber daya mereka untuk mewujudkan hal tersebut.
"Kami akan mengakhiri dukungan publik langsung untuk sektor energi bahan bakar fosil internasional yang tidak berkurang pada akhir 2022, kecuali dalam keadaan terbatas dan jelas yang konsisten dengan batas pemanasan 1,5°C dan tujuan Perjanjian Paris," ungkap pernyataan resmi bersama itu.
Negara-negara dan lembaga keuangan yang menandatangani janji tersebut juga berkomitmen untuk mendorong pemerintah lain dan lembaga kredit ekspor untuk menerapkan komitmen serupa di COP27 tahun depan dan seterusnya. Di Eropa, negara penandatangan adalah Albania, Denmark, Finlandia, Italia, Moldova, Portugal, Slovenia, Swiss, dan Inggris. Di benua lain ada Kanada, Kosta Rika, Ethiopia, Fiji, Gambia, Mali, Kepulauan Marshall, Selandia Baru, Sudan Selatan, Amerika Serikat, dan Zambia telah menandatangani janji tersebut.
Berbicara pada konferensi pers di Glasgow, Direktur Program Keadilan Energi di Pusat Keanekaragaman Hayati di AS Jean Su mengatakan, ini adalah komitmen bersejarah.
Namun, dia mengatakan kesepakatan itu tidak cukup dan mendesak negara-negara seperti Tiongkok, Jepang dan Korea Selatan untuk juga menandatangani kesepakatan itu.
Mohamed Adow, Direktur lembaga think-tank Powershift Afrika mengkritik negara-negara maju yang menarik dana dari proyek bahan bakar fosil baru di luar negeri sambil terus mendanai proyek-proyek ini di negara mereka sendiri.
Ia menyebut, hal ini adalah upaya negara maju yang secara efektif menarik tangga setelah mereka memperoleh kemakmuran dengan bahan bakar fosil itu sendiri. Adow mengatakan perlu ada kepemimpinan yang lebih besar dalam masalah ini.
“Kita perlu menghapus bahan bakar fosil secara bertahap,” tandasnya. (The Journal.ie/AFP/OL-8)
Di era digital dan modern saat ini, kebutuhan energi terus meningkat seiring dengan perkembangan teknologi.
Beberapa bulan terakhir mencatat rekor suhu tertinggi sepanjang sejarah, mendorong Sekjen PBB, Antonio Guterres, menyerukan larangan global terhadap iklan bahan bakar fosil.
Para pengunjuk rasa yang terjebak dalam ketegangan dengan polisi, berteriak menyerukan tuntutannya, termasuk Thunberg.
Dengan kenaikan suhu sebesar 1,2C sejauh ini, masyarakat di seluruh dunia sudah menghadapi dampak iklim yang mematikan dan berdampak buruk secara ekonomi.
Metana bertanggung jawab atas sekitar 30% pemanasan global yang dialami saat ini, menurut Program Lingkungan PBB.
Presiden Joe Biden mengumumkan penunjukan John Podesta sebagai utusan iklim Amerika Serikat, menggantikan John Kerry dalam isu kunci pemerintahan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved