Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Kasus Covid-19 Meroket, India Berubah dari Eksportir Jadi Importir

 Atikah Ishmah Winahyu
16/4/2021 09:15
Kasus Covid-19 Meroket, India Berubah dari Eksportir Jadi Importir
Seorang petugas medis memeriksa swap anak di pusat pemeriksaan di Srinagar, India, Jumat (15/4).( TAUSEEF MUSTAFA / AFP)

SETELAH memberikan dan menjual puluhan juta dosis vaksin Covid-19 ke luar negeri, India kemudian mengalami kekurangan suntikan karena infeksi aru melonjak di negara tersebut.

India mencatatkan 200 ribu infeksi harian baru untuk pertama kalinya pada Kamis (15/4) dan mencoba menginokulasi lebih banyak populasinya menggunakan suntikan yang diproduksi di dalam negeri.

Menghadapi kasus melonjak dan rumah sakit penuh setelah pembatasan dilonggarkan, India juga tiba-tiba mengubah aturan untuk memungkinkannya mempercepat impor vaksin setelah sebelumnya menolak produsen obat asing seperti Pfizer.

Mereka akan mengimpor vaksin Sputnik V Rusia mulai bulan ini untuk memvaksin sebanyak 125 juta warganya.

Kondisi ini tidak hanya dapat menghambat perjuangan India untuk mengatasi pandemi, tetapi juga kampanye vaksinasi di lebih dari 60 negara miskin, terutama di Afrika, selama berbulan-bulan.

Program Covax yang bertujuan untuk mewujudkan akses vaksin yang adil di seluruh dunia, sangat bergantung pada pasokan dari India.

Namun bulan ini India baru mengekspor sekitar 1,2 juta dosis vaksin, berbeda jauh dengan 64 juta dosis yang dikirim ke luar negeri antara akhir Januari dan Maret 2021, menurut data dari kementerian luar negeri.

Seorang pejabat yang mengetahui strategi vaksin India mengatakan bahwa suntikan yang tersedia akan digunakan di dalam negeri saat negara itu menghadapi situasi darurat.

"Tidak ada komitmen dengan negara lain," ujarnya.

Kementerian Luar Negeri India yang mengawasi kesepakatan vaksin dengan negara lain, mengatakan pekan lalu bahwa permintaan India akan menentukan tingkat ekspor.

Kekurangan yang diakibatkan sudah dirasakan di beberapa negara dalam skema Covax. Seorang pejabat kesehatan PBB yang terlibat dalam peluncuran vaksin di Afrika mengatakan,"Menjadi sangat bergantung pada satu produsen adalah kekhawatiran besar."

Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Afrika, John Nkengasong, mengatakan penundaan pasokan dari India awal bulan ini bisa menjadi bencana besar.

Empat sumber yang terlibat dalam diskusi tentang pasokan dan pengadaan vaksin mengatakan faktor-faktor termasuk penundaan oleh India dan Covax dalam menempatkan pesanan pasti, kurangnya investasi dalam produksi, kekurangan bahan baku, dan meremehkan lonjakan virus korona di dalam negeri telah berkontribusi pada kekurangan vaksin.

Institut Serum India (SII), produsen vaksin terbesar di dunia, telah berjanji untuk mengirimkan setidaknya 2 miliar suntikan Covid-19 ke negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, dengan hampir setengahnya pada akhir 2021.

Tetapi AS juga mendapat tekanan untuk memenuhi kebutuhan pemerintah lain, termasuk Inggris, Kanada, dan Arab Saudi, di tengah masalah produksi global AstraZeneca.

Sementara itu, Amerika Serikat, memagari pasokan peralatan utama dan bahan mentah untuk pembuat vaksinnya sendiri, membatasi operasi SII dan menunda beberapa bulan tujuannya untuk meningkatkan produksi bulanan menjadi 100 juta dari hingga 70 juta sekarang, menurut salah satu dari sumber.

Hambatan awal lebih lanjut untuk ambisi pasokan SII adalah keraguan India dalam menempatkan pesanan yang tegas, kata sumber kedua

Itu bisa memungkinkannya untuk meningkatkan produksi vaksin AstraZeneca lebih awal, meskipun regulator belum menyetujuinya.

India menghabiskan berbulan-bulan membahas harga akhir per dosis, dan menandatangani pesanan pembelian awal kira-kira dua minggu setelah regulator obat India menyetujui suntikan AstraZeneca, menurut sumber.

Pada satu titik, SII kehabisan ruang untuk menyimpan dosis yang diproduksi.

"Itulah mengapa saya memilih untuk tidak mengemas lebih dari 50 juta dosis, karena saya tahu jika saya mengemas lebih dari itu, saya harus menyimpannya di rumah saya," kata Ketua Pelaksana SII Adar Poonawalla pada Januari.

Dia mengaku telah menghabiskan 20 miliar rupee atau US$ 272 juta untuk 50 juta dosis yang mulai ditimbun oleh perusahaan sejak sekitar Oktober 2020.

Bahkan saat ini, pemerintah hanya melakukan pembelian ad-hoc dari SII alih-alih menyetujui jadwal pasokan jangka panjang, kata salah satu sumber.

SII telah meminta lebih dari US$ 400 juta dari pemerintah untuk meningkatkan kapasitas, tetapi belum ada komitmen yang dibuat.

Departemen kesehatan dan kementerian luar negeri tidak menanggapi permintaan komentar tentang masalah pendanaan, penundaan pembelian, dan aspek lain dari peluncuran vaksinasi India.

Covax juga tidak mengizinkan pengiriman lampu hijau ke negara-negara peserta dari SII sampai setelah suntikan itu mendapat izin WHO pada pertengahan Februari, kata sumber yang terlibat dalam inisiatif Covax.

Sumber itu mengatakan penundaan ini berarti puluhan juta dosis tambahan yang bisa dihasilkan SII antara Oktober dan Februari tidak pernah terwujud.

Gavi mempertahankan keputusannya untuk menunggu persetujuan yang tepat sebelum melanjutkan dengan perintah tegas. Dan sementara mencari lebih banyak pemasok, diakui bahwa banyak yang masih bergantung pada pembuat vaksin India yang menyumbang sekitar 60% dari pasokan global.

Covax memiliki kesepakatan untuk membeli lebih dari 1 miliar dosis dari SII.

Namun vaksin tersebut telah menerima kurang dari seperlima dari 100 juta atau lebih dosis vaksin AstraZeneca buatan SII yang diharapkan pada Mei. SII juga seharusnya membuat jutaan dosis suntikan Novavax untuk Covax.

Gavi berharap SII akan sepenuhnya melanjutkan pengiriman vaksin ke Covax pada Mei, tetapi pada Rabu (14/4) dikatakan krisis covid-19 India dapat mempengaruhi itu.

"Kami memahami keganasan virus di India saat ini, namun kami berharap dan mengharapkan pengiriman dapat dilanjutkan secepat mungkin," katanya.

Pada Kamis (15/4), India melaporkan 200.739 infeksi selama 24 jam terakhir, rekor harian ketujuh dalam delapan hari terakhir, sementara 1.038 kematian membuat jumlah total korban mencapai 173.123. Angka 14,1 juta infeksi membuatnya menjadi negara kedua setelah Amerika Serikat dengan jumlah kasus terbanyak.

Awalnya India bertujuan untuk melindungi 300 juta orang dengan risiko tertinggi pada Agustus, atau lebih dari seperlima dari 1,35 miliar penduduknya, pemerintah kini telah memperluasnya hingga 100 juta lagi, dengan janji untuk memperluasnya lebih jauh. (Aiw/Straitstimes/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya