Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
SETO Mulyadi, yang akrab disapa Kak Seto, seorang pemerhati dan sahabat anak Indonesia serta Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia, menyampaikan pandangannya soal pentingnya mendidik anak dengan kekuatan cinta, bukan kekerasan.
"Bagaimana mendidik dengan kekuatan cinta daripada kekuatan, Kekuatan pada keserasan, pukul, dan sebagainya. Jadi kalau membentak anak boleh? Boleh, tapi jangan dengan nada kasar melainkan nada lagu," ujarnya
Melansir laman Verywell Family, sebuah studi menunjukkan bahwa berteriak adalah salah satu dari delapan strategi disiplin yang dapat memperburuk masalah perilaku pada anak.
Baca juga : Perubahan Perilaku Bisa Jadi Tanda Remaja Butuh Bantuan
Berteriak dapat menyebabkan anak menjadi pemarah di masa depan. Ann-Louise T Lockhart, psikolog anak yang berbasis di Amerika Serikat, menjelaskan bahwa berteriak pada anak secara terus-menerus menjadi tidak efektif seiring waktu.
"Mungkin, pada awalnya, anak akan takut dan berhenti. Namun seiring waktu, anak yang sering dimarahi akan mulai mengabaikan orang tuanya," ungkap Lockhart.
Faktanya, memarahi anak dengan cara membentak akan memberikan dampak buruk bagi anak. Hal ini bisa memengaruhi mental psikologis anak saat itu dan di masa depan mereka. Dampak buruk bagi anak yang sering dibentak di antaranya:
Baca juga : Orangtua Disarankan Hindari Komunikasi Agresif dan Pasif dengan Anak
1. Menjadi penakut dan tidak percaya diri
Akibat terlalu sering dimarahi apalagi dengan cara dibentak, bisa menurunkan rasa percaya diri anak. Hal itu karena anak merasa apa yang ia lakukan selalu salah di mata orangtuanya.
2. Mengganggu perkembangan otak anak
Baca juga : Data KPAI: Kasus Kejahatan Terhadap Anak, 262 Dilakukan Ayah Kandung, 153 oleh Ibu Kandung
Penelitian menyatakan perkembangan otak anak yang sering dibentak saat dimarahi, bisa terhambat. Selain itu juga bisa menyebabkan ukuran otaknya menjadi lebih kecil dibanding rata-rata anak seusianya.
3. Mengalami depresi dan gangguan mental
Selain timbul rasa takut, anak juga bisa merasa tidak berharga, sering sedih, kecewa, dan terluka hatinya. Hingga lama-kelamaan, dampak sering membentak anak bisa membuatnya mengalami depresi.
Baca juga : Keamanan Pangan Bisa Cegah Anak Anda Sakit
4. Kelak menjadi sosok pemarah
Anak adalah peniru yang baik. Sehingga ketika di masa kecilnya sering dibentak, maka akan lekat diingatannya. Hal ini bisa saja berpotensi membuat mereka jadi gemar berkelahi atau sering memukul bila sesuatu hal tidak berjalan sesuai keinginannya.
5. Sulit bergaul atau bersosialisasi
Anak yang sering dibentak mungkin menghindari pertemanan atau hubungan sosial dengan orang lain, karena mereka akan takut dicela atau dihina oleh teman-temannya.
Perlu pemahaman sebagai orangtua bagaimana memperlakukan anak untuk dididik dengan baik. Jangan sampai niat untuk memberikan didikan baik justru akan berdampak buruk pada diri mereka dan lingkungan sosial anak.
Mengacu pada rekomendasi UNICEF, berikut beberapa cara menegur dan mendisiplinkan anak tanpa harus membentak atau memarahi:
1. Tetapkan aturan yang jelas
Saat orangtua dan anak menetapkan aturan bersama, insiden berteriak dan membentak cenderung lebih sedikit terjadi.
Aturan ini akan membuat anak memahami dengan jelas apa yang boleh dan tidak boleh mereka lakukan. Ketika aturan dilanggar, ikuti dengan konsekuensi langsung tanpa berteriak atau membentak, sehingga anak belajar untuk berbuat lebih baik di lain waktu.
2. Tetapkan konsekuensi terlebih dahulu
Jelaskan konsekuensi negatif dari melanggar aturan kepada anak sebelumnya. Gunakan metode seperti time-out, mengambil hak istimewa, atau memberikan konsekuensi logis untuk membantu anak belajar dari kesalahan mereka.
Misalnya, "Jika kakak tidak mengerjakan tugas sebelum makan malam, tidak akan ada menonton TV untuk malam itu."
Dengan demikian, anak belajar untuk membuat pilihan yang baik karena keputusan ada di tangan mereka.
3. Berikan konsekuensi positif
Motivasi anak untuk mengikuti aturan dengan menggunakan konsekuensi positif. Puji anak Anda ketika mereka mengikuti aturan, seperti "Terima kasih telah mengerjakan PR setelah pulang sekolah hari ini. Bunda sangat menghargai itu." Konsekuensi positif akan mendorong anak untuk terus berperilaku baik.
4. Periksa alasan Anda berteriak
Jika Anda mendapati diri Anda membentak anak, coba cari tahu penyebabnya. Jika Anda berteriak karena marah, pelajari strategi untuk menenangkan diri.
Hal ini akan membantu Anda mengelola emosi dengan baik.
Saat merasa marah, luangkan waktu untuk menenangkan diri. Jika berteriak karena anak tidak mendengarkan, coba strategi lain untuk mendapatkan perhatian anak tanpa meninggikan suara.
Melalui pemahaman dan pendekatan yang tepat, orangtua dapat membantu anak-anak mengembangkan perilaku positif tanpa menggunakan kekerasan atau bentakan.
Pendekatan yang penuh cinta dan kesabaran akan membuat anak merasa dihargai dan aman, serta mampu belajar mengelola perilaku mereka dengan cara yang sehat dan konstruktif.
Dengan dukungan yang tepat dari orangtua, anak-anak dapat tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih kuat, menghadapi tantangan hidup dengan cara yang positif dan bijaksana. (Z-1)
Apabila orangtua tidak biasa mengenalkan variasi makanan kepada anak maka anak akan cenderung memilih mengonsumsi makanan tertentu.
Orangtua mestinya sejak dini membiasakan diri untuk memenuhi kebutuhan anak, secara fisik maupun emosi, dengan berkomunikasi di dalam pengasuhan.
Orangtua disarankan melarang anak usia di bawah satu tahun menatap layar gawai serta membatasi waktu layar anak usia satu sampai tiga tahun maksimal satu jam.
Dengan memberikan banyak pilihan aktivitas selama mengisi liburan akan membuat tamu semakin betah tinggal di Midtown Residence Jakarta.
Anak-anak lebih rentan terhadap hipotermia karena tubuh mereka yang lebih kecil kehilangan panas lebih cepat dibandingkan orang dewasa.
Usia remaja itu kan masa-masa ingin tahu yang tinggi. Kalau kita larang, mereka malah akan semakin penasaran dan mencari tahu sendiri.
Pola asuh positif pada bayi usia tersebut mampu menurunkan hingga 52% kemungkinan anak berperilaku agresif dan untuk melakukan tindakan penganiayaan pada kemudian hari.
Banyak korban kekerasan seksual berpotensi menjadi pelaku untuk balas dendam
Perilaku masyarakat yang dapat meningkatkan faktor risiko hipertensi adalah merokok, aktivitas fisik kurang, kurangnya makan sayur dan buah, serta mengonsumsi makanan asin.
Generasi Z harus ambil bagian dalam upaya mitigasi perubahan iklim. Hal itu dilakukan guna mempersiapkan bumi yang lebih hijau di masa mendatang utuk tempat hidup mereka.
Tagar #kamimuak menjadi bentuk kemuakan dari civitas academica akan prilaku tidak etis dari Presiden Joko Widodo.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved