Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
PSIKOLOG klinis Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Indria Laksmi Gamayanti menyebut para pelaku kekerasan terhadap anak cenderung memiliki gangguan kesehatan mental.
"Secara psikologis, pelaku kekerasan cenderung memiliki gangguan kesehatan mental dalam dirinya sendiri," kata Indria dalam keterangan resmi, Kamis (4/4).
Dia menuturkan pada banyak kasus, pelaku kekerasan pada anak merupakan orangtua, guru, pengasuh, bahkan sesama anak.
Baca juga : Kekerasan Anak Meningkat 30%, Dibutuhkan Kepekaan Publik
"Kekerasan pada anak bisa dilakukan siapa saja. Sayangnya, menurut penelitian banyak dilakukan oleh orang-orang dewasa terdekat yang justru seharusnya bisa menjadi pelindung dari anak tersebut," ujar dia.
Menurut Indria, faktor pemicu dari tendensi tindakan kekerasan pada pelaku bermacam-macam, mulai dari kesiapan mental kondisi ekonomi, hingga pengalaman kekerasan serupa di masa kecil.
Indria menyebut ada tiga macam bentuk kekerasan pada anak, yaitu kekerasan fisik, kekerasan emosi, dan kekerasan seksual.
Baca juga : Kenali Gejala Kecanduan Gawai Pada Anak dan Cara Mengatasinya
Saat anak menjadi korban kekerasan fisik dan kekerasan seksual, kata dia, dipastikan diikuti dengan kekerasan emosi atau psikis.
Meski begitu, kekerasan yang paling banyak terjadi dan belum banyak disadari adalah kekerasan emosi dalam bentuk ujaran kemarahan, kebencian, penghinaan, dan bentuk kekerasan verbal lainnya.
"Yang sangat disayangkan, pelaku kekerasan justru berasal dari orang terdekat anak, khususnya orangtua dalam hal pola asuhnya," tutur dia.
Baca juga : Keterampilan yang Perlu Dibangun untuk Menguatkan Mental Anak
Orang dewasa yang melakukan kekerasan pada anak, ujar Indria, umumnya adalah orang-orang yang tidak matang secara emosi atau orang yang semasa kecilnya juga menerima tindakan serupa.
Ketika seseorang mengalami kekerasan di masa kecil, lanjut dia, ada potensi akan melakukan kekerasan yang lebih parah ketika beranjak dewasa.
"Bayangan masa lampau atau trauma masa kecil orang tua memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk melakukan tindakan kekerasan serupa atau lebih terhadap anaknya," kata dia.
Baca juga : Upaya Membebaskan Anak-anak dari Ketergantungan Ponsel
Karena itu, sebagai orang dewasa yang berada di lingkungan tempat anak tinggal, kata dia, semestinya mampu memberikan perlindungan terhadap tindak kekerasan.
Menjalin komunikasi yang baik dengan anak, menurut dia, sangat penting tidak hanya pada anggota keluarga, namun juga orang-orang sekitar.
"Masa kecil anak merupakan masa pertumbuhan yang krusial untuk membentuk karakter, karenanya diperlukan pengawasan dan pengasuhan yang baik supaya bentuk kelalaian berujung kekerasan tidak terjadi," pungkas Indria. (Ant/Z-1)
Prevalensi depresi tertinggi terjadi pada kelompok usia 15-24 tahun dengan sebanyak 2 persen yang didominasi dari latar belakang ekonomi bawah.
Masalah kesehatan mental kini sudah mendunia. Diperkirakan satu dari tiga perempuan dan satu dari lima laki-laki akan mengalami depresi berat dalam hidupnya.
Penelitian yang dilakukan Rumah Sakit Jiwa (RSJ) di Jateng, banyak di antara siswa atau siswi jenjang SMA sederajat mengalami gejala gangguan mental.
PERMASALAHAN judi online tidak hanya terkait perspektif ekonomi. Masalah ini juga terkait perspektif kesehatan mental hingga problem sosial.
Mindfulness ternyata berhubungan dengan peningkatan regulasi emosi, perhatian, dan pengendalian diri.
Meskipun orangtua mungkin merasa telah memberikan dukungan yang memadai, sering kali terdapat kesenjangan antara persepsi mereka dan kenyataan yang dirasakan oleh anak-anak mereka.
Studi terbaru dari Health Collaborative Center mengungkap tingginya kejadian mom shaming di Indonesia. Sebagian besar pelaku justru berasal dari keluarga dan orang-orang sekitar.
Dalam upaya meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan mental, psikolog HatiPlong, Dicky Sugianto, menekankan bahwa seseorang tidak perlu menunggu hingga masalah besar muncul
Insiden tragis terjadi di Serang, Banten pada 13 Juni kemarin. Seorang balita berusia tiga tahun ditemukan tewas di tangan ayah kandungnya sendiri.
Banyak mendengarkan lagu galau ternyata tidak hanya mempengaruhi suasana hati, tetapi juga dapat memiliki dampak negatif terhadap kesehatan mental
Pada orang dengan hoarding disorder, penimbunan sering kali dilakukan secara acak dan sembarangan. Mereka merasa aman saat bisa menumpuk sampah karena merasa sayang saat membuangnya.
USAI libur panjang, kembali ke bangku sekolah menjadi tantangan tersendiri bagi anak. Buruknya, anak bisa saja stres. Apa yang harus dilakukan?
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved