Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
KEMENTERIAN Kesehatan mendorong pengobatan fitofarmaka (obat bahan alam yang teruji klinis) sebagai salah satu jenis obat yang ditanggung Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Soalnya, sejak 1992 Kemenkes mengeluarkan pedoman soal fitofarmaka, 30 tahun berselang ada 26 fitofarmaka, tetapi belum ada satu pun yang masuk BPJS Kesehatan.
Itu disampaikan STAF Khusus Menteri Kesehatan (Menkes) Prof Laksono Trisnantoro dalam diskusi terkait fitofarmaka yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis (5/10/2023). Laksono mengatakan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) menegaskan bahwa fitofarmaka bukan tergolong sebagai jamu dan obat tradisional.
Dengan status tersebut, kata dia, fitofarmaka memiliki peluang yang besar untuk digunakan secara masif dalam pelayanan kesehatan, terutama pelayanan kesehatan yang didanai oleh BPJS Kesehatan. "Dengan demikian, fitofarmaka bisa menjadi bagian dari pengobatan modern dan dapat bersaing dengan obat nonherbal dengan khasiat yang sama," ujarnya.
Baca juga: 70% Masalah Stunting Bisa Diatasi dengan Meningkatkan Kompetensi Kader Posyandu
Laksono menyebutkan penggunaan fitofarmaka bisa menjadi salah satu alternatif yang lebih murah, seperti pada penyakit hipertensi dan diabetes. Industri jamu nasional saat ini diprakirakan menyentuh angka Rp20 triliun. Dengan angka tersebut, penggunaan fitofarmaka juga berpeluang mencakup segmentasi pasar BPJS dan non-BPJS.
Meskipun demikian, hingga saat ini penggunaan fitofarmaka belum menjadi jenis obat yang umum untuk diresepkan oleh dokter. Karenanya, diperlukan pemantapan dari dokter, khususnya yang berada di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKTRL) untuk dapat meresepkan obat fitofarmaka kepada pasien. Dengan demikian, penggunaan fitofarmaka dapat ditanggung oleh skema pembayaran BPJS Kesehatan. "Kemantapan perlu dimulai sejak pendidikan di Fakultas Kedokteran, apakah ada materi terkait obat herbal?" katanya.
Baca juga: Update Keilmuan, Perdosri Gelar Pertemuan Ilmiah Tahunan 2023 di Malang
Menurut Laksono, hal tersebut menjadi tantangan agar fitofarmaka dapat diterima lebih luas. UU Kesehatan mestinya menjadi pemicu yang memiliki andil besar dalam rangka memperluas cakupan fitofarmaka di Indonesia. Laksono berharap penggunaan fitofarmaka yang diresepkan dapat mempercepat pelayanan kesehatan di Indonesia, khususnya dalam rangka melakukan upaya promotif dan preventif kesehatan di masyarakat. (Ant/Z-2)
Syarat kepesertaan JKN aktif secara eksplisit tertuang dalam Peraturan Kepolisian Negara RI Nomor 6 tahun 2023 tentang Penerbitan SKCK.
DIBANDING rumah sakit swasta, puskesmas di Indonesia dinilai tidak sembarangan memberikan antibiotik.
Jika subsidi BPJS Kesehatan dipangkas demi Makan Bergizi Gratis, perbaikan kinerja keuangan yang sedang dilakukan BPJS Kesehatan juga berpotensi terganggu.
Modus kecurangan terjadi berupa manipulasi catatan medis. Total temuan lebih dari tiga ribu klaim fiktif.
KPK temukan 3 rumah sakit curang melakukan klaim BPJS hingga Rp30 miliar
BPJS Kesehatan telah banyak menciptakan terobosan yang mengubah sistem layanan kesehatan di Indonesia
Fitofarmaka diharapkan bisa menjadi salah satu alternatif untuk mengurangi ketergantungan bahan impor dalam industri farmasi tanah air.
Jamu tidak memerlukan studi dalam proses produksi dan berdasarkan resep turun temurun. Sedangkan obat-obatan fitofarmaka harus melalui proses studi dan uji klinik.
Fitofarmaka sudah dikategorikan sebagai obat atau obat yang berasal dari bahan alam yang sudah teruji klinis sama khasiatnya dengan obat dari sintesa kimia.
BADAN POM berharap produk obat herbal dapat masuk dalam daftar obat rujukan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang ditanggung BPJS Kesehatan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved