Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
UPAYA konsisten menekan angka pernikahan dini harus dengan berbagai cara dan didukung semua pihak untuk mewujudkan generasi penerus yang tangguh dan berdaya saing.
"Upaya mempersiapkan sumber daya manusia yang tangguh harus dilakukan sejak dini, salah satunya dengan mencegah terjadinya pernikahan usia di bawah umur," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Jumat (7/7).
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat jumlah pernikahan dini di Indonesia menunjukkan tren menurun. Kesimpulan itu diperoleh dengan menghitung jumlah perempuan yang hamil atau melahirkan pada usia 15-19 tahun.
Baca juga : Menikah di Usia Dini Berdampak Negatif Terhadap Perempuan
Bila pada 2013 jumlah perempuan usia di bawah 19 tahun yang melahirkan, hamil dan nikah tercatat 36 per 1.000 penduduk, per Juli 2023 jumlahnya tercatat 26 per 1.000 penduduk.
BKKBN menargetkan angka tersebut dapat terus ditekan hingga jumlah perempuan di bawah usia 19 tahun yang melahirkan, hamil dan nikah mencapai 22 per 1.000 penduduk.
Baca juga : UNICEF: Fenomena Pernikahan Dini Baru Bisa Hilang 300 Tahun Lagi
Menurut Lestari, tren penurunan jumlah pernikahan usia dini harus terus dilanjutkan, dalam upaya mendukung program pembangunan sumber daya manusia nasional.
Karena, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, pernikahan usia dini berpotensi memicu angka risiko kematian bayi lebih besar, bayi lahir dalam keadaan prematur, kurang gizi, dan anak berisiko terkena hambatan pertumbuhan atau stunting.
Selain itu, tambah Rerie yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, berdasarkan catatan para ahli kesehatan pernikahan usia dini bisa berdampak risiko kesehatan yang serius, baik secara fisik maupun psikologis, bagi yang melakukannya.
Jadi potensi risiko pernikahan usia dini, tambah Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, akan berdampak pada kesehatan bayi dan orang tuanya.
Besarnya risiko yang ditimbulkan dari pernikahan usia dini, tambah dia, memerlukan berbagai upaya sebagai instrumen pencegahan dengan dukungan sejumlah pihak terkait.
Upaya pencegahan, ujar Rerie, bisa melalui instrumen kebijakan hingga yang lebih penting adalah menumbuhkan kesadaran masyarakat akan besarnya risiko yang ditimbulkan dari pernikahan usia dini.
Dengan terus berupaya menekan angka pernikahan usia dini di tanah air, Rerie berharap, gangguan terhadap proses pembangunan sumber daya manusia juga akan berkurang.
Sehingga, tegas Rerie, upaya untuk mewujudkan generasi penerus bangsa yang tangguh dan berdaya saing untuk menjawab berbagai tantangan bangsa di masa depan, dapat segera diwujudkan. (RO/Z-4)
CALON presiden (capres) nomor urut 1 Anies Baswedan mendapat pertanyaan soal pernikahan dini yang kerap terjadi di masyarakat Indonesia saat dialog Desak Anies.
Ketua MPR sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo menerima lamaran Avicenna Athalla Zaki Ghani Alli (Athalla) kepada salah satu putri Bamsoet, Saras Shintya Putri.
MAHKAMAH Konstitusi (MK) mengabulkan penarikan kembali permohonan pengujian perkara persamaan batas usia perkawinan.
Di Sulawesi Selatan, jumlah dispensasi perkawinan anak yang disetujui mencapai ribuan orang dalam setahun saja.
Ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah perkawinan anak.
KEMENTERIAN Agama mengajak mahasiswa menjadi agen dalam upaya pencegahan perkawinan anak yang jumlahnya masih tergolong tinggi di Indonesia.
Merayakan Hari Anak Nasional, kita dihadapkan dengan realitas berbagai masalah kelam bagi anak.
Untuk menuntaskan masalah itu perlu dilakukan upaya edukasi agar anak tidak melakukan perkawinan dini.
Angka perkawinan anak terus menunjukkan tren penurunan
Angka perkawinan usia anak di sejumlah daerah di Kamboja masih tinggi dengan penyebabnya yakni pendidikan, budaya, dan status ekonomi.
Upaya untuk menekan angka perkawinan anak menjadi sorotan penting dalam proses pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang tangguh dan berdaya saing di masa depan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved