Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
SEBANYAK 77 mahasiswa dari kampus Universitas Sanata Dharma
(USD) Yogyakarta, Minggu (04/12), melakukan kampanye konservasi
anggrek dengan cara mengembalikan berbagai jenis anggrek khas
Merapi ke dalam hutan. Mereka ingin agar anggrek tetap lestari dan
berkembang biak dalam hutan.
Meski hujan mulai turun, namun antusias puluhan mahasiswa tidak surut.
Mereka tetap masuk ke hutan Merapi untuk mengembalikan habitat anggrek
hutan.
"Ingin ikut melestarikan anggrek di Merapi," kata Dofi Ananda, salah
satu mahasiswi USD Yogyakarta, yang ikut menanam anggrek di dalam Hutan
Merapi, saat ditanya motivasinya.
Menurut Ananda, keikutsertaannya dalam konservasi anggrek Merapi, karena ingin mengenal macam-macam anggrek Merapi sekaligus belajar budi daya anggrek. Para mahasiswa belajar langsung dari Musimin, seorang warga Turgo, yang memiliki tempat budi daya anggrek di rumahnya.
"Jadi ingin belajar langsung dari Pak Musimin tentang jenis-jenis
anggrek dan bagaimana budi dayanya," kata Ananda.
Sulistyono, dosen sekaligus peneliti anggrek dari Pusat Studi Lingkungan (PSL) USD Yogyakarta, mengaku mengajak mahasiswa untuk ikut
melakukan konservasi anggrek dan mengembalikannya ke Hutan Merapi
bersama Musimin.
Menurut Sulistyono, menanam anggrek di musim hujan seperti saat ini
sangat tepat, karena anggrek akan cepat berkembang biak. Peserta juga
ikut melakukan program adopsi anggrek yang dikelola Musimin.
"Selain belajar langsung, kami ikut menanam dan adopsi anggrek yang
dikelola Pak Musimin," kata Sulistyono.
Tujuannya, lanjut dia, mahasiswa jadi punya pengalaman langsung yang
bisa menjadi pengetahuan kehidupan setelah mereka lulus kuliah. Itu
menjadi bagian dari penyelamat anggrek Hutan Merapi dari kepunahan.
"Di kampus juga ada mata kuliah tentang ekologi, edukasi, dan wisata.
Jadi ini wisata ekologi dan edukasi," katanya.
Musimin, warga Turgo yang membudidayakan anggrek hutan dengan cara
mengembangbiakkan anggrek di tempat penangkaran lalu mengembalikannya ke dalam hutan, mengaku senang melihat generasi muda yang peduli pada
kelestarian anggrek hutan.
"Nanti ketika mereka lulus dan kembali ke masyarakat, punya kenangan dan semoga mereka terapkan di kampung mereka, sehingga kelestarian terjaga," kata Musimin.
Menurut dia, jenis anggrek Vanda tricolor sengaja tidak ditanam
karena jumlahnya sudah banyak di hutan. Musimin memilihkan jenis anggrek yang jumlahnya masih sedikit, sehingga bisa berkembang biak di dalam hutan.
"Ada sekitar 54 tanaman, dan kami menanam yang di habitatnya sudah semakin berkurang," kata Musimin.
Anggrek yang ditanam antara lain, Aerides odoratus; Appendicula reflexa; Rhynchostylis retusa; Coelogyne speciosa; Dendrobium salaccense; Cymbidium bicolor; Eria iridifolia; Agrostophyllum laxum; dan Dendrobium mutabile.
Ahmadi, Kepala Suba Bagian Tata Usaha Balai Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM), mengapresiasi upaya konservasi anggrek yang dilakukan mahasiswa USD Yogyakarta.
Menurutnya, upaya konservasi tidak harus pengelola oleh TNGM, akademisi dan mahasiswa juga bisa ikut dalam pelestarian anggrek Hutan
Merapi.
"Semoga bisa menggugah yang lain untuk ikut melakukan konservasi
anggrek," kata Ahmadi. (N-2)
Nenek moyang harimau berasal dari Asia, bukan Afrika. Mereka berevolusi dan beradaptasi dengan lingkungan Asia, sehingga memiliki karakteristik yang sesuai dengan habitat tersebut.
Konservasi mangrove ini tidak hanya berfokus pada penanaman, tetapi juga pada pengembangan bibit mangrove yang berkualitas.
DALAM menghadapi tantangan lingkungan yang semakin kompleks, peran generasi muda dalam upaya konservasi menjadi sangat krusial. Generasi muda tidak hanya sebagai pewaris bumi
Penetapan kawasan konservasi yang sentralistik tersebut mengasingkan peran masyarakat lokal maupun masyarakat hukum adat.
Karst Maros-Pangkep di Sulawesi Selatan kaya akan situs seni cadas yang terkenal sebagai lukisan gua tertua di dunia.
Berdasarkan kajian habitat yang dilakukan pada tahun 2016, maka Hutan Lindung Gunung Batu Mesangat cukup layak untuk dijadikan lokasi pelepasliaran orangutan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved