Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
DENGAN adanya kebijakan KHDPK atau Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus, masyarakat diberi hak yang lebih besar, dan tanggung jawab lyang juga ebih besar.
Tingkat kesejahteraan yang hendak dicapai juga tergantung bagaimana masyarakat sendiri mampu mewujudkannya dengan kemampuannya baik pengetahuan, keterampilan, penguasaan teknologi, manajemen, dan permodalan.
“Kelestarian hutan tergantung kepada masyarakat juga. Tentu pemerintah baik pusat maupun daerah, baik sektor kehutanan maupun sektor lainnya harus tetap memberikan dukungan-dukungan kepada masyarakat demikian pula LSM dan akademisi,” ujar Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB, Prof Didik Suharjito, menjawab pertanyaan terkait KHDPK, Kamis (28/7).
Menurut Prof Didik, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) harus dapat memastikan ketepatan sasaran subyeknya, capaian keadilan sosialnya, dan peningkatan produktivitasnya.
Apabila Perhutanan Sosial (PS) pada KHDPK benar-benar dijalankan oleh masyarakat setempat yang memang selama ini mata pencahariannya tergantung pada sumber daya hutan; produktivitasnya ditingkatkan, dan bisnis PS-nya berkembang bukan hanya pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan (on-forest).
Selain itu, pengolahan (industrialisasi) dan pemasarannya; serta masyarakat merasakan keadilan dalam arti terjadi distribusi penguasaan, pemanfaatan dan tanggung jawab menjaga kelestarian sumberdaya hutan, yang merata dan adil di antara masyarakat; maka peluang untuk mencapai keberhasilannya besar.
Baca juga: Mahfud MD Siap Tindak Tegas Pelaku Kebakaran Hutan
Mengenai kebijakan KHDPK ini, Prof Didik menjelaskan, mengacu pada regulasi yang dikeluarkan, PP dan Permen KLHK, serta memperhatikan latar belakang, KHDPK ditetapkan dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi hutan di Jawa (yang saat ini dikelola oleh Perum Perhutani) yang terdegradasi sangat berat dalam jangka waktu yang cukup lama, puluhan tahun, dan memperbaiki kondisi kehidupan masyarakat.
Dalam kaitan ini, kondisi hutan yang terdegradasi ditandai oleh indikator tutupan hutan kurang dari 10 %. Kondisi ini umumnya akibat dari konflik atas penguasaan kawasan hutan antara Perum Perhutani dengan masyarakat setempat maupun dengan pihak lain (individu atau kelompok).
Sementara kondisi masyarakat setempat yang miskin adalah hal yang ironis; Ada sumberdaya hutan yang seharusnya dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, tetapi ternyata masyarakatnya miskin.
Kelebihan KHDPK bagi Masyarakat
Lebih lanjut Prof Didik menjawab soal kelebihan kebijakan KDPK bagi masyarakat. Menurutnya, selama ini masyarakat setempat, melalui program yang ada, belum memegang hak secara penuh, mereka masih harus berbagi denhgan Perum Perhutani; besar kecilnya bagian yang diterima masyarakat tergantung kepada Perum Perhutani.
Bahkan dalam kasus-kasus tertentu, karena lahan hutan dikuasai oleh pihak lain, masyarakat tidak memperoleh manfaat dari keberadaan Kawasan hutan.
Dikatakan, KHDPK yang ditujukan untuk program Perhutanan Sosial (PS) memberikan hak pengelolaan kepada masyarakat setempat.
Dengan hak ini, masyarakat setempat dapat mengelola dan memanfaatkan hutan relatif lebih bebas dalam menentukan produk hasil hasil yang akan diproduksi, yaitu kayu, bukan kayu, dan jasa lingkungan.
Masyarakat dituntut kreativitas dan inovasinya untuk memproduksi beragam hasil hutan dengan nilai tinggi, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya. Tentu saja ada batasan-batasan yang harus dipatuhi oleh masyarakat agar hutan tetap lestari.
Dalam hubungan ini, mengapa muncul pro-kontra di masyarakat soal KHDPK ini, Prof Didik mengatakan, pro-kontra hal yang biasa terjadi karena setiap individu dan kelompok memiliki pengetahuan, persepsi, kepentingan yang berbeda-beda. Kelompok yang pro terhadap KHDPK melihat bahwa KHDPK memberikan harapan baru yang lebih baik dari kondisi saat ini.
Mereka berharap KHDPK dapat memberikan manfaat dalam bentuk kesempatan berusaha dan bekerja, dan meningkatkan pendapatan keluarga, meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bahkan diantara mereka ada yang sudah memiliki kesadaran bahwa hutan harus dilestarikan.
Kelompok yang kontra terhadap KHDPK melihat bahwa KHDPK akan merugikan mereka, apa yang selama ini mereka peroleh dari hutan akan hilang, jika benar bahwa mereka selama ini menjaga kelestarian hutan,.
Mungkin mereka khawatir KHDPK akan dialokasikan kepada orang/ kelompok lain yang tidak dapat melestarikan hutan.
“Pro-kontra tersebut ada manfaatnya, karena pro-kontra menyingkap pengetahuan, persepsi dan kepentingan kelompok-kelompok tersebut; masing-masing mereka terus mencari informasi dan berargumentasi.," jelasnya.
"Terhadap semua kelompok baik yang pro maupun yang kontra harus diberikan penjelasan-penjelasan secukupnya agar mereka memiliki pengetahuan, persepsi, komitmen, dan Tindakan yang mendukung pencapaian tujuan KHDPK,” papar Prof Didik.
Oleh karena itu, lanjut Prof Didik, dalam menghadapi prokontra tersebut, kewajiban KLHK adalah memberikan penjelasan kebijakannya, langkah-langkah operasionalnya secara transparan dan akuntabel, membuka ruang atas keluhan dan menanggapinya bagi semua pihak, menjalankan pengamanan (safeguards).
Intinya KLHK menjalankan tata kelola yang baik (good governance) dalam implementasi kebijakan KHDPK.(RO/OL-09)
Masyarakat diberikan hak untuk mengelola kawasan hutan sebagaimana perizinan yang diberikan kepada swasta.
Inisiatif itu merupakan bagian dari program menjaga kelestarian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat melalui skema perhutanan sosial
FESTIVAL Kopi Media Indonesia tahun ini mengangkat kopi konservasi Nusantara. Salah satu yang hadir adalah Kopi Jago Jalanan (Kojal) yang mengangkat kopi liberika dari Kabupaten Kayong Utara
Pada 2019, Desa Tuwung, Kabupaten Pulang Pisau, Desa Karang Bengkirai, Kota Palangkaraya, mendapatkan persetujuan pengelolaan perhutanan sosial dengan skema Hutan desa.
Secara keseluruhan, hingga September 2023 SK Hutan Sosial yang telah dibagikan, yakni seluas 6,37 juta hektare bagi 1,29 juta kepala keluarga dalam 9.642 kelompok/gabungan kelompok.
MoU itu adalah langkah bersejarah dalam mendukung pengembangan program perhutanan sosial, sekaligus turut aktif dalam penanganan perubahan iklim di Indonesia.
SEKRETARIS Jenderal KLHK Bambang Hendroyono mendorong pemerintah secara kolaboratif menciptakan kebijakan yang mendukung pengelolaan hutan berkelanjutan.
Target KEM adalah untuk membuka pendanaan 200 juta USD bagi 100 usaha lestari yang terkoneksi dengan 100 kabupaten yang berkomitmen menjadi lestari.
Penanaman serentak dipimpin Menteri LHK, Siti Nurbaya, di Cianjur, Jawa Barat serta Kepala BRGM, Hartono, di Desa Lukit, Pulau Padang, Kepulauan Meranti, Riau
Peran masyarakat perlu didorong oleh regulator untuk lebih aktif. Pasalnya banyak elemen masyarakat dari pemuda yang konsen terhadap lingkungan dan alam.
Pulau Jawa memiliki kekhusunan dibandingkan dengan pulau lainnya, karena kondisi vegetasi, kondisi tutupan lahan, daya dukung dan daya tampung, kepadatan penduduk.
Para ilmuwan mengatakan burung pemangsa berukuran besar yang mengalami penurunan populasi ini menghadapi "bahaya ganda"
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved