Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
AHLI teknologi pangan dan ahli polimer menyuarakan perlu dilakukan kajian regulatory impact assessment (RIA) yang mengakomodasi semua stakeholders, termasuk analisis mendalam terhadap dampak ekonomi dan sosial yang disebabkan sebelum Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) mengeluarkan kebijakan pelabelan BPA terhadap galon polikarbonat (PC). Pelabelan ini juga diminta agar tidak bersifat diskriminatif.
Guru Besar Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dedi Fardiaz, label bebas dari zat kontak pangan tidak hanya berlaku untuk kemasan berbahan PC yang mengandung bisphenol A (BPA), tetapi juga produk lain. Sebut saja melamin perlengkapan makan dan minum, kemasan pangan plastik polistirene (PS), kemasan pangan timbal (Pb), kadmium (Cd), kromium VI (Cr VI), merkuri (Hg), kemasan pangan polivinil klorida (PVC) dari senyawa ftalat, kemasan pangan polyethylene terephthalate (PET), kemasan pangan kertas dan karton dari senyawa ftalat.
"Tentang migrasi dari zat kontak pangan ke produk pangan sudah diatur dalam Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan. Di sana semua jelas sekali dipaparkan," ujar Dedi dalam keterangan tertulis, Minggu (23/1). Karenanya, ia menyarankan agar pengujian laboratorium tidak berlaku pada kemasan pangan berbahan PC saja, tetapi semua jenis kemasan pangan yang mengandung unsur zat kontak pangan seperti yang diatur dalam Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2019.
Kemudian laboratorium yang mengujinya juga harus yang memiliki akreditasi, bukan laboratorium pemerintah saja. "Tujuan label yakni menginformasikan kepada konsumen, apa yang terdapat di dalam, bukan apa yang tidak ada," tegas Dedi. Menurutnya, tujuan mengatur standar keamanan pangan, selain untuk melindungi kesehatan konsumen, juga memfasilitasi perdagangan yang adil dan jujur.
Pakar kimia dan ahli polimer dari ITB, Ahmad Zainal, juga menyampaikan pelabelan mengandung BPA terhadap kemasan pangan berbahan PC sebenarnya tidak perlu dilakukan. Alasannya, sudah ada jaminan dari BPOM dan Kemenperin bahwa produk-produk air kemasan galon PC aman untuk digunakan.
Berdasarkan uji laboratorium yang dilakukan BPOM terbukti bahwa migrasi BPA dalam galon masih dalam batas aman atau jauh di bawah ambang batas aman yang sudah ditetapkan. Produk-produk itu juga sudah berlabel SNI dan ada nomor HS yang menandakan bahwa produk itu aman. Bahkan, kata Zainal, Kemenkominfo juga sudah menyatakan bahwa isu BPA berbahaya pada galon itu hoaks.
Hal senada juga diutarakan anggota Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI), Hermawan Seftiono. Pakar pangan dari Universitas Trilogi ini mengutarakan semua produk pangan yang sudah memiliki izin edar itu sebenarnya sudah memiliki label pada kemasannya.
"Semua produk yang sudah diedarkan itu sebenarnya sudah memiliki label dan sudah teruji keamanan pangannya, termasuk produk air minum dalam kemasan. Jadi, menurut saya sebenarnya tidak perlu lagi pelabelan lain," ucapnya. (OL-14)
Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) diminta membuat aturan yang fair tentang bahaya Bisfenol A (BPA) di galon air sekali pakai berbahan PET (polietilen tereftalat).
Pelabelan BPA merupakanĀ langkah nyata pemerintah dalam melindungi kesehatan konsumen dari risiko BPA yang memiliki efek negatif pada kesehatan publik.
Tren ancaman penyakit di Indonesia sudah mulai bergeser dari penyakit menular menjadi tidak menular.
Badan POM dan BRIN melakukan studi asesmen kesiapan BPOM untuk adopsi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).
Aturan anyar BPOM tersebut sejalan dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang bertujuan melindungi hak-hak konsumen, termasuk hak untuk mendapatkan informasi yang benar.
Harga obat yang tinggi di Indonesia terjadi karena 90% bahan baku obat masih impor
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved