Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
PLASTIK kemasan pangan yang mengandung Bisphenol-A (BPA) kembali menjadi sorotan. Hal ini mendorong Centre for Public Policy Studies (CPPS), sebuah lembaga yang mengkaji berbagai kebijakan publik di Indonesia, menggelar dialog publik virtual dengan tema “Mendesain Regulasi Bisphenol-A (BPA) yang Tepat”, Rabu (13/10).
Secara khusus, dialog tersebut memusatkan perhatian dari sisi hilir diskursus BPA. Dialog tersebut menghadirkan Nia Umar, Ketua Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) dan Koordinator Presidium Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak (GKIA), dr Irfan Dzakir Nugroho,Sp.A. dokter spesialis anak, anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dan Arist Merdeka Sirait selaku Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA).
Para pemateri dan penanggap menilai bahwa Bisphenol-A (BPA) merupakan kandungan berbahaya yang memiliki risiko jangka panjang yang tidak boleh digunakan dalam kemasan pangan (makanan dan minuman), terutama yang dikonsumsi oleh ibu hamil dan menyusui, dan balita.
Menurut Nia Umar, BPA menjadi problematik karena ada di mana-mana dan bisa masuk dengan mudah dalam rantai konsumsi. BPA dengan mudah masuk ke rantai makanan dan dapat ditemukan dalam urin, darah, termasuk darah ibu hamil, tali pusat, dan ASI.
“BPA memiliki risiko yang sangat besar terhadap ibu hamil. BPA mengganggu kerja endokrin dan meniru
estrogen,” ungkapnya.
“BPA adalah polusi yang tidak terlihat dan tidak tercium, namun bisa masuk kemana-mana dengan berbagai cara. Penggunaannya yang terlalu masif dan tidak disadari akan membuat banyak orang terkena penyakit akibat paparan BPA,” tambahnya.
Nia berharap pemerintah bisa tegas dalam mengatur kemasan yang mengandung BPA. “Harus ada aturan yang tegas dan kampanye resmi yang ditayangkan di semua media yang berisi edukasi tentang BPA, dan BPOM perlu mengkaji ulang regulasinya,” tutup Nia.
Sementara dr Irfan Dzakir menyampaikan bahwa toksisitas BPA telah menjadi perhatian, terutama
di negara-negara Erop dan Amerika. Toksisitas BPA menimbulkan berbagai penyakit.
“Efeknya sangat luas di berbagai kelompok. Sudah banyak studi yang membuktikan hal tersebut, dan untuk
mencegahnya dibutuhkan regulasi preventif yang menjauhkan masyarakat dari bahaya BPA,” tambahnya.
“BPA terdapat di seluruh bagian tubuh dan sudah banyak studi membuktikan bahwa bahaya BPA
terkait dengan gangguan hormonal, kanker, penyakit saraf dan obesitas,” tegas dokter spesialis anak
yang juga ahli dalam bidang hematologi.
“Ada hubungan yang kuat antara paparan BPA dan gangguan perilaku manusia, terutama pada anak-anak. BPA ini menyerupai estrogen dalam tubuh, sehingga mengganggu perkembangan organ seksual pada anak-anak,” katanya.
Dari perspektif perlindungan anak, Arist Merdeka Sirait, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) memberikan penjelasan bahwa anak-anak memiliki hak atas kesehatan dan hak atas hidup yang diatur dalam Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
Arist juga menyatakan bahwa pemerintah memegang amanah Undang Undang Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014. “Hak ini adalah hak yang sangat fundamental,” ungkapnya.
“BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) sebagai wakil Pemerintah memilki kewenangan untuk melindungi masyarakat. Kalau kita ingin mendesain regulasi BPA yang tepat, maka kita harus kembalikan ke Pemerintah,” tegasnya.
“Tidak ada toleransi BPA terhadap hak kesehatan anak, ibu hamil dan bayi,” ungkap Arist.
Merespons informasi yang disampaikan para pemateri, Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, Pungkas Bahjuri Ali, mengaku senang mendapat banyak masukan dan rekomendasi terkait kebijakan BPA.
“Memang Bappenas tidak spesifik menangani BPA, namun kesehatan ibu dan anak menjadi prioritas utama,” kata Pungkas.
Ia menambahkan arah RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) adalah peningkatan SDM dan diperlukan pemahaman bersama antara kementerian atau lembaga negara dalam menghadapi BPA. Ia mengatakan bahwa perlu membuat dan menerapkan regulasi yang memang bisa diterapkan di Indonesia.
Pungkas juga mengatakan bahwa edukasi perlu diperkuat dan dipertajam, dan Bappenas harus memiliki lebih banyak informasi agar bisa menghasilkan kebijakan yang tepat.(RO/OL-09)
Salah satu cara menjaga kesehatan saluran cerna si kecil ialah dengan menjaga keseimbangan bakteri baik dan jahat di dalam usus.
Ingin membeli dot bayi? Berikut beberapa rekomendasi dot bayi yang bisa dipilih orangtua.
MENGETAHUI bayi Anda sudah kenyang merupakan salah satu kunci utama dalam memberikan perawatan terbaik bagi si kecil.
Tulisan ini akan memberikan beberapa tips efektif yang dapat membantu ibu menyusui meningkatkan produksi ASI secara alami.
Produksi ASI yang optimal sangat penting untuk memastikan bayi mendapatkan nutrisi terbaik.
Kita bicara ibu hamil itu persiapannya bukan pas hamil sebenarnya. Supaya anaknya nanti sehat, itu (persiapannya) sebelum dia hamil.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa konsumsi alkohol oleh ayah juga bisa berdampak pada kesehatan janin.
Selain 16.314 anak, 10.980 wanita, 885 petugas medis, 165 jurnalis, dan 79 personel pertahanan sipil juga tewas dalam serangan Israel.
"Kakak-kakaknya yang ngajar dan semuanya baik banget. Belajarnya juga enggak bikin bosen karena ada gimnya,"
Rumah Cita-cita ingin berkontribusi membantu anak-anak yang berada di sekitar Kampung Pemulung, Pondok Labu, Jakarta Selatan.
Penelitian menunjukkan bahwa anak yang menerima nutrisi dan stimulasi yang tepat selama 1000 HPK memiliki kecerdasan yang lebih tinggi dan keterampilan sosial yang lebih baik.
Sebagai orangtua kita harus mempersiapkan anak yang bepergian sendiri dalam menghadapi berbagai situasi yang di luar kendali orangtua.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved