Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
SEBUAH petunjuk tentang keberadaan gas rumah kaca di wilayah kutub selatan bumi diketahui setelah sejumlah peneliti menemukan sumber metana alami yang merembes di dasar laut Antartika.
Seorang peneliti bidang ekologi kelautan, Andrew Thurber mengetahui rembesan metana aktif itu setelah membaca laporan penelitian yang melihat air terjun mikroba saat penyelaman di Laut Ross pada 2012.
Mikroba dalam jumlah besar berkerumun membentuk aliran putih seperti air terjun di lautan jadi petunjuk utama adanya metana yang bocor.
‘’Respons pertama saya, wow, dan saya langsung tertarik ingin mengetahui apa artinya temuan ini bagi ilmu pengetahuan,’’ kata Thurber, seorang asisten profesor di Oregon State University.
Para peneliti meyakini metana dalam jumlah besar tersimpan di bawah laut di Antartika. Temuan itu merupakan sumber metana alamiah pertama yang ditemukan di Antartika. Laporan penelitian terkait temuan itu telah diterbitkan di jurnal Proceedings of the Royal Society B.
Sejauh ini belum ada bukti kebocoran metana di Antartika terjadi karena dampak perubahan iklim -- temuan itu jadi kabar baik bagi peneliti yang khawatir pemanasan global dapat menyebabkan lapisan tanah beku/ibun abadi ermafrost akan mencair dan melepas gas metana ke atmosfer.
Jika metana sampai ke atmosfer, suhu bumi kemungkinan akan cepat memanas. Pasalnya, metana lebih berbahaya dari gas rumah kaca lainnya, misalnya karbon dioksida.
Jumlah metana di atmosfer telah meningkat karena aktivitas manusia dan pengeboran minyak dan gas.
Thurber menyampaikan kumpulan mikroba yang berkerumun dekat rembesan metana sebetulnya mencegah gas rumah kaca itu menguap ke atmosfer. Pasalnya, mikroba mengonsumsi gas tersebut sebelum naik ke permukaan air.
Baca juga : WEF: Banyak Anak Muda Berpikir Belajar Daring Jadi Permanen
Namun, adanya mikroba tidak dapat jadi jawaban emisi yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Sedikitnya, separuh dari metana di atmosfer disebabkan oleh manusia, sementara metana yang ada di lautan hanya menyumbang satu persen dari total gas buang dunia.
Sebagian besar penelitian yang mencari rembesan metana alami hanya focus pada pengamatan di kedalaman 200-600 meter. Di kedalaman itu, gas metana kemungkinan sulit ditemukan karena telah dikonsumsi oleh banyaknya mikroba sebelum gas rumah kaca itu dapat mencapai atmosfer, kata Thurber.
Namun rembesan metana alami yang ditemukan di Antartika berada dikedalaman 10 meter. Artinya, gas rumah kaca itu dapat lebih cepat mencapai permukaan air laut.
‘’10 meter bukan 600 meter. Metana dapat cepat mencapai atmosfer dan menjadi salah satu pemain penting,’’ kata Thurber.
Thurber menyampaikan hasil kajiannya turut menunjukkan mikroba bergerak lambat di perairan yang dangkal dan dingin. Temuan itu dapat membantu para ilmuwan memahami tingkah laku mikroba dan menjawab pertanyaan mengenai peran mikroba dalam menghentikan rembesan metana di tempat lain sehingga gas itu tidak dapat mencapai atmosfer.
‘’Kita perlu melihat ini sebagai sistem yang tidak dapat diamati hanya dalam waktu satu hari, jam, bulanan, tetapi butuh waktu bertahun-tahun,’’ terang Thurber.
Dia menambahkan, seiring berjalannya waktu, temuan ini kemungkinan dapat mempengaruhi prediksi mengenai kondisi planet di masa depan.
Seorang ahli ekologi mikroba di National Science Foundation Amerika Serikat, Karla Heidelberg, mengatakan banyaknya rembesan metana yang disebabkan perubahan iklim menyebabkan suhu di lautan jadi lebih hangat dan lapisan es di Antartika mencair.
‘’Saat banyak lapisan es mencair, rembesan metana itu dapat terbuka dan menyumbang emisi karbon di atmosfer,’’ kata Heidelberg.
Jika rembesan metana di Antartika itu dipengaruhi oleh kegiatan manusia, daerah itu akan jadi titik kritis pemanasan global, kata ilmuwan NASA Goddard Space Flight Center, Ben Poulter.
‘’Apabila struktur rembesan itu tak stabil, maka akan ada metana dalam jumlah besar yang lepas ke atmosfer sehingga sangat berpengaruh pada dampak perubahan iklim,’’ terang Poulter. (OL-2)
Langkah nyata ini juga sebagai bentuk dukungan BMKG untuk memberikan data yang lebih akurat dalam mewujudkan target Net Zero Emission tahun 2060.
INDUSTRI menjadi salah satu sektor yang berkontribusi signifikan terhadap emisi karbon di Indonesia. Berdasarkan data di Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) 2024,
UI NZI akan menjadi pusat dari dua kluster riset UI, yakni Center for Excellence in Energy Transition dan Center for Excellence in Conservation and Green Economy.
Indonesia dan Norwegia memperkuat kerja sama dalam upaya konservasi dan pengurangan emisi gas rumah kaca.
Lewat Program Iklim (ProKlim), Pama memfasilitasi masyarakat untuk meningkatkan ekonomi yang berbasis pada pelestarian lingkungan hidup.
Otomasi, sebagai inti dari teknologi operasional industri, dapat mengoptimalkan proses produksi dan menjadi kunci keberhasilan transformasi digital.
Hal ini, menurut para ilmuwan, menandakan konsekuensi serius bagi kelangsungan kehidupan di Bumi.
Pendaki Putri Handayani akan terbang ke Benua Antartika guna menggelar ekspedisi Road to The Explorer’s Grand Slam “Antarctic 8” pada bulan Desember 2023.
Terra Infinita dapat diartikan sebagai dunia tak terhingga atau bumi yang tak terbatas. Banyak yang mempercayai peta tersebut terutama mereka yang meyakini konspirasi tentang bumi datar.
Penyakit flu burung telah terdeteksi di wilayah Antartika untuk pertama kalinya. Virus flu burung yang mematikan tersebut dapat menjadi ancaman bagi penguin dan spesies lokal lainnya.
Peneliti mengatakan luasan permukaan es laut di Antartika tahun ini hanya mencapai 16,96 juta km persegi.
Sebuah studi memberikan bukti ilmiah baru tentang hubungan antara hilangnya es laut Arktika dan peristiwa cuaca dingin ekstrem di garis lintang tengah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved