Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
BANYAK riset herbal Indonesia tidak ada wujudnya. Kalung kayu putih (Eucalyptus) inovasi Kementerian Pertanian menjadi salah satu produk tanaman herbal yang nasibnya lebih baik daripada riset herbal-herbal lain.
Bagaimana tidak? Kalung yang dipercaya meredakan kesakitan akibat virus korona baru atau covid-19 ini sudah melalui uji laboratorium Balitbang Kementerian Pertanian dan mengantongi izin edar Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) sebagai jamu.
Dengan bermodal hasil uji tersebut, kalung inovasi Kementan ini sudah diproduksi massal. Meskipun belum melalui uji klinis karena itu membutuhkan waktu sedikitnya 18 bulan.
Kementan resmi meluncurkan inovasi berbasis tanaman Eucalyptus itu sebagai hasil inovasi Balitbangtan dan telah berhasil mendapatkan hak patennya. Pada Mei 2020, Kementan menggandeng PT Eagle Indo Pharma untuk pengembangan dan produksinya secara massal.
Selanjutnya, untuk pengembangan penelitian menuju tahapan uji klinis kepada pasien yang terpapar virus Sars-Cov-2, Kementan telah menjajaki kerja sama dengan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI).
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof Ari Fahrial Syam mengatakan minyak kayu putih sudah digunakan sejak dahulu kala untuk berbagai masalah kesehatan. Untuk itu, riset mengenai khasiat produk berbahan Eucalyptus sebagai antivirus SARS-Cov-2 penyebab covid-19 saat ini perlu diseriusi.
Dukungan dari kalangan kesehatan ini adalah kabar baik. Kayu putih termasuk beruntung karena tahapan hilirisasi produknya berjalan cepat.
Baca juga : Inilah Khasiat Kalung Antivirus Menurut Kepala Balitbang Kementan
Baca juga : PB IDI Sambut Baik Kerja Sama Riset Eucalyptus dengan Kementan
Baca juga : Guru Besar Unhas Kalung Antivirus Mentan Butuh Pembuktian Ilmiah
Sebelum temuan kalung kayu putih, sudah banyak produk herbal yang yang dijadikan bahan riset tapi belum ada wujudnya. Yang cukup menghebohkan adalah hasil riset obat antikanker bajakah milik tiga pelajar SMAN 2 Palangka Raya pada 2019 lalu.
Temuan ilmiah itu menyita perhatian publik seusai kemenangan mereka di ajang World Invention Creativity Olympic (WICO) di Seoul, Korea Selatan, Juli 2019. Obat turun-temurun suku Dayak itu terbukti mengandung 40 zat penyembuh kanker.
Uji coba di Laboratorium Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Kalimantan Selatan, dilakukan pada tikus putih kecil yang mengidap tumor. Setelah diuji dengan memberikan minum air kayu bajakah tunggal selama dua pekan, ternyata tumor yang ada didalam tubuh tikus kecil itu hilang, bahkan tikus itu berkembang biak.
Sayangnya, penelitian itu baru pada tahap uji praklinis. Juga tidak ada info apakah proses penelitian itu memenuhi syarat standar internasional.
Kabar terakhir, Kepala Badan POM Penny K Lukito mengungkapkan, bajakah termasuk dalam produk-produk fitofarmaka, yang sedang dikembangkan. Selain bajakah, ada juga riset ekstrak seledri, binahong, daun kelor, dan daun gambir.
Baca juga : Khasiat Bajakah dari Kalimantan
Baca juga : Riset Obat Kanker Bajakah akan Diuji ke Manusia
Baca juga : Kemenkes akan Teliti Kandungan Bajakah untuk Kanker
Tahapan uji klinis
Untuk mengembangkan satu fitofarmaka tentu perlu ada studi ilmiah guna mengetahui senyawa apa yang terkandung dalam flora ataupun fauna. Setelahnya, studi in vitro dilakukan, baik dari bioassay hingga
mekanisme aksi untuk mencari kandungan ekstrak ataupun senyawa tunggal yang ada pada tanaman.
Tahapan uji praklinis lalu dilakukan untuk mengetahui bagaimana aktivitas senyawa itu pada mahluk hidup. Pada tahap itu, hewan-hewan uji laboratorium seperti mencit hingga primata yang memang bebas dari
mikroorganisme patogen, memiliki reaksi imunitas yang baik, kepekaan pada suatu penyakit, dan performa atau anatomi tubuh yang baik yang berperan.
Saat uji praklinis dilakukan, proses trial and error terjadi. Kemampuan laboratorium diuji untuk mampu memastikan senyawa calon obat tadi aman untuk lolos ke tahap uji klinis, yang akan diujikan pada
manusia.
Peneliti Centre for Drug Discovery and Development (CDDD) di Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Mega Ferdina Warsito mengungkapkan, butuh waktu rata-rata pengembangan obat memang plus minus sampai 10 tahun.
Sejauh ini baru ada 18 fitofarmaka yang kelihatan wujudnya di Indonesia. Perlu komitmen semua pihak untuk mengakselerasi perkembangannya di Indonesia mulai dari komitmen pendanaan, regulasi, regulasi Badan POM, regulasi dari Kementerian Kesehatan untuk uji trial semua mempengaruhi. (Ant/H-2)
Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) diminta membuat aturan yang fair tentang bahaya Bisfenol A (BPA) di galon air sekali pakai berbahan PET (polietilen tereftalat).
Pelabelan BPA merupakan langkah nyata pemerintah dalam melindungi kesehatan konsumen dari risiko BPA yang memiliki efek negatif pada kesehatan publik.
Tren ancaman penyakit di Indonesia sudah mulai bergeser dari penyakit menular menjadi tidak menular.
Badan POM dan BRIN melakukan studi asesmen kesiapan BPOM untuk adopsi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).
Aturan anyar BPOM tersebut sejalan dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang bertujuan melindungi hak-hak konsumen, termasuk hak untuk mendapatkan informasi yang benar.
Harga obat yang tinggi di Indonesia terjadi karena 90% bahan baku obat masih impor
Metabolomik merupakan metode analisis komprehensif semua metabolit pada sampel yang berasal dari makhluk hidup.
Pew Research Center mengungkapkan bahwa 57% orang dewasa di Amerika Serikat yang berusia di bawah 50 tahun menyatakan tidak berencana memiliki anak.
INDONESIA disebut masih tertinggal di dalam bidang sains dan teknologi, baik komitmen investasi maupun orkestrasi. Salah satu penyebab adalah masih kurangnya riset dan pengembangan (R&D)
Jika penyakit diketahui lebih awal, pasien akan mendapatkan manfaat lebih optimal dari pengobatan.
SAAT ini tak sedikit dari kalangan generasi Z atau Gen Z yang gemar membuat konten bertema olahraga di media sosial. Ini alasannya menurut riset.
UNIVERSITAS Mulia Balikpapan bersama BRIN bekerja sama dalam melakukan riset untuk mencari solusi soal kelangkaan air bersih di kawasan Kota Balikpapan dan IKN.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved