Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
AKTRIS Dian Sastrowardoyo, 42, beberapa waktu lalu, berhasil memopulerkan kebaya lewat perannya di serial Gadis Kretek.
Dalam sebuah siniar bersama Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid, belum lama ini, Dian berharap penggunaan kebaya tidak jadi tren sesaat karena serial Gadis Kretek. Terlebih saat ini, katanya, penggunaan kebaya baru sebatas saat perayaan-perayaan tertentu.
Padahal, kata Dian, identitas bangsa Indonesia sangat melekat pada pakaian yang satu ini. Zaman perjuangan dulu, memakai kebaya adalah simbol perjuangan dan perlawanan terhadap kolonialisme.
Baca juga : Kesan Dian Sastrowardoyo Selama 25 Tahun Berkarya Di Industri Film
“Gue (perempuan zaman itu) menolak kebarat-baratan di saat orang Belanda mencuci otak kita untuk pakai rok, kemeja, dan jas. Perempuan-perempuan yang tetap bersikeras memakai kebaya itu suatu bentuk perlawanan terhadap penjajah,” tutur ibu dua anak itu, dikutip dari kanal Youtube Hilmar Farid, Senin (15/4).
Di saat urgensi perjuangan itu sudah tidak ada, Dian beranggapan kebaya jadi suatu penanda kelas sosial, saat banyak kalangan atas memakainya untuk perayaan-perayaan besar, dengan sanggul dan sepatu hak tinggi.
Padahal, ia mencontohkan, di India, anggota parlemen memakai kain khas sari untuk bekerja. Di Jepang, orang memakai kimono untuk pergi ke kantor.
Baca juga : Dian Sastrowardoyo Menantang Diri Sendiri dengan Bintangi Ratu Adil
“Kenapa di sini anggota parlemen kita tidak kebayaan? Hanya (dipakai) pas (hari) kemerdekaan doang,” ujar Dian.
Pemeran Cinta di film Ada Apa Dengan Cinta itu ingin mengubah paradigma bahwa kebaya bukan pakaian yang menunjukkan status dan hanya dipakai untuk bermewah-mewahan.
“Bisa gak kebaya itu kita pakai untuk ngantor? Jadi substitusi kemeja dan baju kantor kita aja,” katanya.
Baca juga : Pentingnya Chain of Title untuk Karya Adaptasi
“Alasannya sesederhana karena kita orang Indonesia, ini baju kita. Kalau sampai kita bisa kebayaan untuk ngantor, menurut saya itu level sense of identity kita sebagai bangsa itu beda, gue orang Indonesia. Kita bangsa yang keren banget,” imbuhnya.
Dian senang ketika serial Gadis Kretek berhasil membuat kebaya booming, khususnya kebaya janggan. Namun, sayangnya, ia melihat kebaya tersebut dipakai dalam konteks ingin menunjukkan seseorang punya budget untuk memakai kebaya dengan perhiasan yang banyak, dengan make-up tebal, sanggul, dan sepatu hak tinggi.
“Ada gak yang pakai setiap hari? Bukan untuk nampang, bukan untuk difoto, memang karena gue pakai aja, ini baju gue untuk beraktivitas, ke pasar, jemput anak sekolah, beraktivitas kerja, dalam keseharian,” ujarnya.
Baca juga : Ario Bayu Mengaku Mudah Beradegan Romantis dengan Dian Sastrowardoyo
Dian pun menantang diri agar dirinya memakai kebaya dalam kegiatan rutinnya, seperti saat mengajar di Univesitas Indonesia.
“Itu perlu proses, perlu kebiasaan. Dari kebaya, lalu pakai kain (untuk keseharian). Ternyata gak susah,” ungkapnya.
Dian pun menyatakan kekagumannya pada generasi sekarang yang bangga menunjukkan identitas keindonesiaa mereka melalui penggunaan pakaian tradisional.
Ia mengatakan, saat ini, telah tumbuh generasi-generasi gen Z baru yang lebih punya keterikatan akan kebudayaan Indonesia.
“Mereka punya kebanggaan untuk berkain, berwastra. Ada anak-anak Remaja Nusantara. Itu keren banget. Saya senang mereka bisa bikin berwastra adalah simbol bahwa lo cultured dan lo well educated, paling tidak lo lebih paham tentang budaya lo dan itu dianggap keren,” ungkapnya.
“Menurutku dari gerakan-gerakan akar rumput seperti itu mestinya akan muncul gerakan-gerakan seperti itu yang organik,” pungkasnya. (Z-1)
Suzy akan memerankan karakter Song Jung Hwa, yang digadang-gadang adalah vampir.
Indah Permatasari menambahkan, ketika SD, dia banyak bermain iklan. Setelah itu, ketika memasuki bangku SMP, dia mulai banyak bermain sinetron.
Christine Hakim mengatakan belajar banyak hal di setiap langkahnya dan film merupakan sekolah dan universitas baginya.
"Melalui kekuatan teater, kami berharap mampu menginspirasi generasi muda untuk lebih menghargai warisan sejarah perjuangan bangsa kita."
Sebelumnya, Hana Saraswati lebih sering terlibat dalam film bergenre horor yang berhasil melambungkan namanya.
Putri Marino menganggap kebaya sudah menjadi hal yang lumrah baginya karena terbiasa mengenakan kebaya saat mengikuti upacara adat di kampung halaman orangtuanya.
Didiet Maulana, yang belasan tahun berkiprah di dunia mode dan telah meneliti kebaya selama enam tahun, memaparkan kebaya memiliki pakem yang hadir sejak awal kelahirannya.
5 Wanita, yang digawangi Andien, Rieka Roslan, Yuni Shara, Iga Mawarni, dan Nina Tamam, menggambarkan kebaya sebagai pesona budaya Indonesia.
Untuk seragam defile kontingen Indonesia di Olimpiade Paris 2024, Didit Hediprasetyo memasukkan siluet kebaya kutubaru yang dipadankan dengan celana palazzo putih.
Total peserta yang mengikuti perlombaan sebanyak 128 dengan dua kategori yaitu Kebaya Klasik dan Kontemporer.
Indonesia baru saja merayakan Hari Kebaya Nasional, pada Rabu (24/7). Kebaya seatinya lebih dari sekadar busana. Itu sudah melekat sebagai identitas bagi perempuan Indonesia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved