Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Akibat Lockdown, Perekonomian Tiongkok Semakin Melambat

Fetry Wuryasti
08/4/2022 09:59
Akibat Lockdown, Perekonomian Tiongkok Semakin Melambat
Pekerja merangkai perangkat speaker di sebuah pabrik di daerah Linquan, Kota Fuyang, Provinsi Anhui, Tiongkok.(AFP)

PENGUCIAN wilayah atau lockdown di Tiongkok membuat situasi dan kondisi perekonomian disana kian melambat.

Data perekonomian yang kemarin keluar adalah turunnya data PMI Composite dan Services hingga ke level dibawah 50. Artinya bahwa perekonomian di Tiongkok tengah mengalami berjuang.

Oleh karena itu, pemerintah Tiongkok berjanji untuk meningkatkan stimulus moneter untuk perekonomian, karena risiko domestik dan global lebih besar daripada yang diperkirakan sebelumnya.

Pejabat akan tetap menggunakan beberapa alat kebijakan moneter namun akan menggunakan di waktu yang tepat untuk mendukung ekonomi di sektor riil.

Perdana Menteri Tiongkok Li Keqiang mengatakan bahwa kompleksitas, dan ketidakpastian lingkungan domestik dan global telah meningkat.

Namun Tiongkok tidak memberikan langkah yang spesifik untuk menanggulanginya, meski Pemerintah Tiongkok selalu memberikan sinyal adanya pemangkasan tingkat suku bunga pada bulan Juli dan Desember tahun 2022.

Baca juga: Covid-19 Melonjak, Hampir 30 Juta Orang Terkena Lockdown di Tiongkok

"Para pejabat yang berwenang berjanji untuk menstabilkan perekonomian karena lockdown yang dilakukan telah membatasi pengeluaran dan aktivitas bisnis," kata Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus, Jumat (8/4).

Indeks PMI Services telah turun ke level terendahnya dalam kurun 2 tahun terakhir. Apalagi setelah Shanghai juga mengalami lockdown, yang menimbulkan keraguan apakah pertumbuhan ekonomi 5,5% masih tetap dapat tercapai tahun ini.

Hal tersebut juga membuat Lembaga Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas pertumbuhan ekonomi global, salah satunya disebabkan adanya kebijakan tersebut mendorong perlambatan ekonomi, mengingat Tiongkok merupakan negara dengan ekonomi terkuat kedua setelah AS.

Regulator perbankan terkemuka di Tiongkok meminta bank di sana untuk mempercepat penyaluran kredit kepada perusahaan manufaktur dan proyek infrastruktur. Di tengah perlambatan ekonomi yang sedang melanda negerinya, Tiongkok membanting setir ekonominya ke arah investasi infrastruktur.

Prediksi Goldman Sachs, investasi pada bidang infrastruktur akan tumbuh 8% pada 2022. Secara historis, laju investasi infrastrukturnya sudah mengalami penurunan secara bertahap. Tahun lalu, pertumbuhannya hanya 0,4% dibandingkan pertumbuhan sebelumnya yang berada hampir 20% setiap tahunnya dalam satu dekade terakhir.

Rencana arah kebijakan ekonomi tersebut dimaksudkan untuk mencapai target pertumbuhan ekonominya sebesar 5,5% pada 2022.

Dewan negara mengatakan bahwa saat ini perekonomian Tiongkok masih bergerak dalam kisaran yang boleh dikatakan wajar meskipun tekanan ke bawah meningkat seperti peningkatan kasus Covid, perlambatan pemulihan ekonomi global, dan harga komoditas yang berfluktuasi.

Tentu hal ini memberikan gambaran bahwa pemerintah harus segera menyiapkan langkah yang kondusif, untuk menstabilkan ekspektasi pelaku pasar dan investor yang mulai pesimis terhadap Tiongkok dan mengajukan beberapa kebijakan yang sebelumnya sudah ada dalam laporan kerja pemerintah.

"Kami cukup khawatir, apabila Pemerintah Tiongkok tidak melakukan sesuatu untuk mengembalikan ekspektasi, maka pelaku pasar dan investor akan lebih pesimis melihat perekonomian Tiongkok," jelas Nico.

"Mereka juga tidak boleh segan untuk melakukan apa yang harus dilakukan, karena ini demi kepentingan rakyatnya. Bukankah itu yang selalu dikatakan olehPresiden Xi Jinping," kata Nico.

Saat ini pemerintah tengah berjanji untuk mengurangi peraturan yang menghambat, mendukung pengembangan properti, dan menstimulus perekonomian melalui kebijakan moneter. Namun sampai dengan saat ini tidak ada langkah konkret lanjutan yang diambil.

"Oleh karena itu harapan kami adalah bahwa ini bukan sekedar tugas Bank Sentral Tiongkok melainkan juga tugas dari pemerintahnya. Sebab bauran kebijakan antara moneter dan fiskal juga memainkan peranan penting," kata Nico.

Yang paling menjadi pusat perhatian saat ini adalah bahwa adanya perbedaan kebijakan antara Bank Sentral Tiongkok dengan Bank Sentral di seluruh dunia yang justru tengah memperketat kebijakannya.

Munculnya divergensi kebijakan akan menjadi salah satu yang mencuri perhatian, karena implikasinya akan kemana mana. Sejauh ini likuiditas Tiongkok masih stabil, rate pinjaman 1y dan pinjaman antar bank masih stabil.

Yang memperumit kebijakan moneter adalah bagaimana caranya agar kredit bisa tumbuh dan berkembang. Pemerintah sangat berharap bahwa dengan kenaikkan tingkat suku bunga kredit, maka akan mendorong dorongan terhadap perekonomian.

Lockdown yang terjadi saat ini telah mendorong pembatasan mobilitas, namun juga menyebabkan aktivitas ekonomi mengalami penurunan.

Dewan Negara berjanji untuk dapat meningkatkan pelayanan keuangan bagi penduduk kota baru dan permintaan properti perumahan yang terjangkau sebagai bagian dari upaya meningkatkan konsumsi.

Obligasi yang diterbitkan oleh daerah akan digunakan untuk mengisi modal bagi bank skala menengah dan kecil untuk meningkatkan kemampuan perbankan kelas ini.

Bank Sentral juga tengah menerbitkan rancangan garis besar untuk menstabilkan perekonomian dengan memberikan dukungan kepada perusahaan yang memiliki masalah melalui dana.

Dana tersebut akan dibentuk dengan modal dari lembaga keuangan dan akan mendapatkan dukungan likuiditas dari bank sentral atau PBOC, namun sayangnya angka tersebut tidak diberikan.

"Tampaknya kali ini Tiongkok akan memasuki masa kelam dalam pertumbuhan ekonomi, sementara itu sentiment dari global juga tidak berhenti untuk memberikan tekanan terhadap perekonomian Tiongkok. Sejauh mana pemerintah dan bank sentral mau menciptakan bauran kebijakan, sejauh ini pula perekonomian Tiongkok akan bertahan," kata Nico. (Try/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya