Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
UNDANG-UNDANG Cipta Kerja (UU CK) dinilai membawa perubahan dalam pengelolaan hutan adat. Peraturan pemerintah turunan UU CK terkait hutan adat memperkuat mempertegas sejumlah hal.
Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat (PKTHA) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Muhammad Said menyatakan itu. Menurutnya, hutan adat merupakan salah satu dari lima jari yang selama ini kita kenal, di samping hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, dan kemitraan kehutanan.
Melalui UU CK, hutan adat memiliki skema sendiri. Berbeda dengan skema hutan lain yang semua akses legal diberikan tanpa mengubah status hutan termasuk fungsinya, hutan adat berubah statusnya bukan lagi hutan negara.
"Jadi status hutan diubah dari hutan negara menjadi hutan hak, dalam hal ini hutan yang bersifat komunal," kata Said dalam Seminar Perhutanan Sosial sebagai bagian dari Festival PeSoNa Kopi Agroforestry 2022, Rabu (26/1). Karena itu, masyarakat adat bisa mendapatkan haknya untuk mengelola hutannya.
Bappeda Kabupaten Merangin Agus Zainuddin mencontohkan, selama ini masyarakat hukum adat terdiskriminasi. "Terutama yang wilayah adatnya diplot menjadi kawasan hutan. Ketika diplot sebagai kawasan hutan, sebagai contoh di Serampas, waktu itu ditetapkan 100% menjadi Taman Nasional Kerinci Sebelat. Artinya mereka terdiskriminasi oleh negara sendiri. Kita lupa di sana ada desa adat yang turun temurun," ungkap Agus. Menurutnya, saat ini dengan hukum yang lebih jelas, hak-hak masyarakat adat terhadap hutan adat harus dipulihkan.
Nadya Demadevina dari perkumpulan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (Huma) mengemukakan, hutan adat memiliki dampak penting terhadap masyarakat adat. Dampaknya antara lain terhadap pemenuhan hak masyarakat hukum adat dan terhadap kesejahteraan masyarakatnya.
Dia mencontohkan Komunitas Marena di Sulawesi. Sebelum menerima SK Hutan Adat, masyarakat adat ini tidak bisa mengakses sama sekali hutan adatnya karena ada di KPHL Mata Allo.
Baca juga: Menghirup Semerbak Kopi di Festival Pesona Agroforestry
"Di situ ada konsesi PT Adimitra, perusahaan penyadapan getah pinus. Setelah mendapat SK Hutan Adat untuk perlindungan hutannya, akhirnya masyarakat adat punya power untuk bernegosiasi dengan PT Adi Mitra. Melalui musyawarah adat, mereka bersepakat untuk PT Adi Mitra konsesinya lanjut satu tahun dengan bagi hasil dengan masyarakat adat," jelas Nadya. Terkait kesejahteraan, masyarakat adat Marena juga diperbolehkan untuk menggarap hutan adat, salah satunya dengan menanam kopi.
Anitasria, perempuan asal perwakilan Hutan Adat Puyangsure Aek Bigha, menyebut banyak hal dalam hutan adat yang menjadi kebutuhan perempuan. Contohnya para perempuan desa punya kegiatan untuk memproduksi beragam anyaman.
"Di hutan masih banyak bambu yang tumbuh. Selain itu ada resam yang bisa kami manfaatkan menjadi anyaman, bisa dibuat gelang, cincin, suvenir, dan sebagainya. Jadi kami selaku ibu-ibu sangat ingin menjaga dan memanfaatkan hutan yang ada," ungkapnya. (OL-14)
Kegiatan ini sebagai bentuk apresiasi atas keberhasilan masyarakat adat Sunda dalam menjaga, melestarikan dan mengembangkan kekayaan intelektual budaya mereka.
Ruwatan Gunung Tangkuban Parahu digelar Masyarakat Adat Gunung Tangkuban Parahu serta Kasepuhan Kampung Adat Gamblok Cikole, Lembang,
AMAN Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan (Kalsel) menentang rencana pemanfaatan nilai ekonomi karbon (perdagangan karbon) dari kawasan hutan Pegunungan Meratus.
Pendidikan dan pemajuan kebudayaan sebagai landasan untuk berkembang sebagai manusia, juga memerlukan keterlibatan aktif dari para tetua dan pegiat adat.
Peringatan Hari Bumi setiap 21 April semestinya menjadi momen refleksi untuk menyadari peran penting masyarakat adat dan komunitas lokal sebagai penjaga alam.
Di Kabupaten Lima Puluh Kota banyak potensi yang bisa dimanfaatkan untuk pariwisata. Keindahan alam di sana dikelola berkat adanya kolaborasi dengan banyak nagari.
Masyarakat diberikan hak untuk mengelola kawasan hutan sebagaimana perizinan yang diberikan kepada swasta.
Inisiatif itu merupakan bagian dari program menjaga kelestarian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat melalui skema perhutanan sosial
FESTIVAL Kopi Media Indonesia tahun ini mengangkat kopi konservasi Nusantara. Salah satu yang hadir adalah Kopi Jago Jalanan (Kojal) yang mengangkat kopi liberika dari Kabupaten Kayong Utara
Pada 2019, Desa Tuwung, Kabupaten Pulang Pisau, Desa Karang Bengkirai, Kota Palangkaraya, mendapatkan persetujuan pengelolaan perhutanan sosial dengan skema Hutan desa.
Secara keseluruhan, hingga September 2023 SK Hutan Sosial yang telah dibagikan, yakni seluas 6,37 juta hektare bagi 1,29 juta kepala keluarga dalam 9.642 kelompok/gabungan kelompok.
MoU ituĀ adalah langkah bersejarah dalam mendukung pengembangan program perhutanan sosial, sekaligus turut aktif dalam penanganan perubahan iklim di Indonesia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved