Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
Provinsi Nangroe Aceh Darussalam atau yang dikenal dengan Aceh, kerap kali bersinggungan dengan narasi sejarah kontemporer yang menuai pro dan kontra. Sebut saja seperti konflik bersenjata, bencana tsunami, lokalitas kepartaian, hingga formalisasi hukum syariat yang diterapkan masyarakatnya.
Meski demikian, di samping kisah-kisah yang sudah dilalui selama sekian dekade itu, masyarakat Aceh mulai bangkit dan membuka diri untuk menciptakan kondisi multikulturalisme yang inklusif sehingga mampu memberikan warna tersendiri bagi Indonesia.
Seorang penulis dan mantan jurnalis Nezar Patria merefleksikan secara filosofis terkait bencana besar tsunami Aceh, kepingan-kepingan besar di balik peristiwa tersebut, konflik dan perdamaian GAM serta berbagai keunikan mengenai Aceh itu dalam buku terbarunya yang bertajuk Sejarah Mati di Kampung Kami.
Putra Aceh yang baru saja diangkat menjadi Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika tersebut berhasil membawa suasana getir dan optimisme besar kepada para pembaca mengenai sejarah provinsi yang dijuluki sebagai negeri serambi Mekah itu.
"Saya sebetulnya bertanya, siapa yang mau membaca buku ini nantinya. Tapi penerbit meyakinkan saya bahwa tulisan-tulisan ini penting, apa yang ditulis ini adalah bagian dari kepingan-kepingan sejarah yang mungkin berguna untuk referensi bagi generasi berikutnya," ujar Nezar di Aula Badan Penghubung Pemerintah Aceh (BPPA), Menteng, Jakarta Pusat pada Jum’at (21/7).
Pada peluncuran dan bedah buku Sejarah Mati di Kampung Kami yang diadakan Forum Jurnalis Aceh Jakarta (For-JAK), Nezar mengatakan bahwa buku tersebut merupakan kumpulan tulisan-tulisannya selama dua dekade saat masih menjadi jurnalis yang berkaitan dengan sejarah dan keunikan Aceh.
“Saya memang senang menulis di surat kabar dan media sosial, buku ini berisi tulisan saya yang diterbitkan di surat kabar hingga saya unggah di facebook. Proses pembuatan tulisan cukup panjang, saya kira sejak tsunami Aceh sampai tahun lalu (2004-2022),” jelasnya.
Nezar lebih lanjut mengungkapkan bahwa bab pertama berjudul sejarah mati di kampung kami yang akhirnya dijadikan judul buku ini adalah satu-satunya tulisan yang dibuatnya saat observasi pasca tsunami 2004 dengan kondisi jiwa yang terguncang.
“Saat itu saya masih jadi wartawan. Tulisan awal itu saya tulis seminggu pasca gempa dan tsunami dengan kondisi tangan gemetar karena jiwa saya masih terguncang ketika melihat banyak mayat bergelimang di jalanan dan kondisi carut marut bangunan yang hancur,” ungkapnya.
Nezar juga menceritakan bagaimana kengerian dan kemelut dari kisah getir sejarah tsunami Aceh itu lewat pernyataan seorang Menteri Pertahanan Amerika yang kala itu datang berkunjung ke Aceh.
“Menteri Pertahanan Amerika saat itu bahkan mengatakan bahwa apa yang terjadi di Banda Aceh akibat tsunami, persis seperti kehancuran kota Nagasaki dan Hiroshima pasca dibom,” ungkapnya.
Meski getir, Nezar menjelaskan bahwa buku tersebut juga mengisahkan sisi-sisi humanis terkait peristiwa sejarah pascagempa dan tsunami 2004.
“Saya harap buku ini dapat berguna bagi kaum muda atau generasi milenial, khususnya untuk membantu mereka dalam membaca sejarah Aceh,” ungkapnya.
Nezar juga berharap, nantinya penerbit bisa membuat versi elektronik (e-book) agar pesan buku tersebut bisa terdistribusi secara luas dan menyentuh kalangan milenial sehingga berbagai sejarah Aceh bisa terus turun ke berbagai generasi.
Pada kesempatan yang sama, salah satu pembedah buku sekaligus sastrawan, Bre Redana mengatakan bahwa buku Sejarah Mati di Kampung Kami bukanlah sekadar kronik peristiwa tetapi juga kronik kesadaran. Dalam buku tersebut, Nezar memberi pemahaman, perspektif dan kesadaran baru dari peristiwa-peristiwa yang dialami penulis hingga dijadikan tulisan.
“Penulisan buku ini sangat menarik karena pada dasarnya semua orang suka didongengin dan dunia sebenarnya dibentuk oleh dongeng. Itu lah kekuatan Aceh dari sejak semula yang namanya banyak dibentuk oleh sastra terutama puisi. Buku ini menggunakan rasa jurnalistik dengan teknik story telling yang indah,” tuturnya.(M-3)
Prabowo berkunjung ke Aceh untuk menghadiri peringatan 19 tahun Tsunami Aceh hari ini.
Tsunami Aceh 2004 yang tidak hanya melanda Aceh, Indonesia, tetapi juga menghantam sebanyak 15 negara di seluruh dunia.
HARI ini tepat 19 tahun yang lalu, Aceh dilanda bencana gempa dan tsunami dahsyat. Berikut 7 tempat yang menjadi saksi bisu bencana tsunami Aceh.
SBY yang kala itu baru dua bulan setelah dilantik sebagai Presiden RI, langsung dihadapkan pada bencana gempa dan tsunami Aceh-Nias.
Tsunami Aceh Seret PLTD Apung Seberat 2.600 Ton ke Darat.
TEPAT pukul 07.59-08.00 Wib pada Selasa 26 Desember 2023 pagi tadi, seluruh warga Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar dan sekitarnya diajak menghentikan semua aktifitasnya.
Visi yang kuat dapat memberikan arahan dan motivasi bagi seluruh anggota tim.
Berbagai kisah seru, menarik, dan menyentuh saat kuliah di STP/IISIP 40 tahun lalu tergambarkan dalam antologi cerpen mini berjudul Tahun Ini 40 Tahun Lalu.
Meskipun secara eksplisit Rumi tidak pernah mendefinisikan makna cinta, lewat syair-syairnya dapat ditelusuri lebih jauh bagaimana penjelasan cinta yang ia maksudkan.
Patah hati sampai saat ini secara umum masih dianggap sebagai hal yang trivial dan terkesan remeh.
Pengembaraan Emji Alif lewat sekumpulan puisi-prosais.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved