Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
GERAKAN Reformasi 98 yang dilakukan oleh mahasiswa dan rakyat masih menyisakan sejumlah persoalan. Salah satunya terkait dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat kepada mahasiswa dan rakyat pada saat itu.
Aktivis 98, Nezar Patria berharap pemerintah yang saat ini dipimpin oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa menuntaskan persoalan yang sudah 25 tahun terkatung-katung penyelesaiannya.
“Terakhir saya dengar Presiden melalui Menko Polhukam mengeluarkan satu kebijakan untuk merehabilitasi korban pelanggaran HAM,” kata dia dalam diskusi 25 Tahun Reformasi bertajuk Kesaksian Pelaku Sejarah, Selasa (16/5).
Baca juga : 25 Tahun Reformasi, Pena 98 Gelar Pameran Foto dan Diskusi di 20 Kota
Menurut Nezar hal tersebut merupakan kemajuan yang progresif dalam menangani korban pelanggaran HAM 98. Keberadaan dan hak para korban pelanggaran HAM 98 perlu diakui oleh negara.
“Ini saya kira kemajuan yang cukup progresif dalam artian korban itu diakui keberadaannya dan diakui hak haknya yang harus didapatkan,” imbuh Nezar yang merupakan korban penculikan dan penyiksaan aparat.
Baca juga : KAMMI Minta Presiden Terbitkan Keppres Tetapkan 21 Mei Hari Reformasi
Sumber: https://mediaindonesia.com/nusantara/570922/kammi-minta-presiden-terbitkan-keppres-tetapkan-21-mei-hari-reformasi
Nezar menjelaskan, proses peradilan pengusutan pelanggaran HAM 98 yang dilakukan saat ini sudah berjalan maksimal. Komnas HAM selaku pihak yang melakukan pengusutan juga telah memberikan rekomendasi kepada DPR, Jaksa Agung dan Presiden Jokowi.
“Tentu saja proses judisialnya itu berada di dalam track yang berbeda tapi yang paling penting adalah korban yang sudah menunggu selama reformasi ini mendapatkan apa yang menjadi hak mereka,” terang dia.
Terlepas dari itu, Sekretaris Jenderal Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) 1995-1998 mengungkapkan bahwa cita-cita gerakan reformasi 98 sudah dirasakan saat ini. Mulai dari kebebasan berpolitik hingga kebebasan menyampaikan pendapat.
“Saya kira kita mendapatkan space yang cukup besar dibanding hidup di bawah rezim diktator sebelumnya, tidak ada ruang untuk bicara, tidak ada ruang untuk mendirikan parpol. Ini saya kira harta karun reformasilah yang harus dijaga dan generasi yang tumbuh setelah 98 saya rasa menikmati kebebasan yang berlimpah ini,” tandasnya.(Z-8)
Aktivis 98 menganggap Presiden Joko Widodo tidak serius dalam menangani pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di Tanah Air.
Ziarah tersebut merupakan sikap para pejuang reformasi yang menolak lupa atas tragedi berdarah 25 tahun lalu.
SEJUMLAH aktivis 98 serta akademisi mengajak para mahasiswa untuk memilih calon pemimpin yang tidak mempunyai hutang masa lalu yakni terduga pelaku pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat.
Penyelesaian kasus penculikan aktivis1998 tidak sesederhana klaim Prabowo. Bukan soal dikembalikan atau tidak dikembalikan. Memang belanja di warung ada kembaliannya
Al Araf menilai pemerintah menerapkan politic of delay atau politik penundaan soal kasus penculikan aktivis pada 1998. Ada bau amis yang terendus dari hal tersebut.
Kasus penculikan aktivis pada 1998 benar adanya. Hal itu terbukti dari masih banyaknya keluarga korban yang berjuang mendapat keadilan dan kejelasan dari pemerintah.
UPAYA Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunaikan janji menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di masa lalu dinilai belum maksimal.
KETUA Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Atnike Sigiro menyebut bahwa sejauh ini ada kemajuan dalam perkembangan kerangka normatif HAM pasca peristiwa 1998.
Melalui berita yang disiarkan di televisi di Jerman, Shandy mendapatkan gambaran mengenai keadaan Indonesia, terutama Jakarta, saat Mei 1998.
TANGGAL 13 Mei, 25 tahun atau seperempat abad yang lalu, sulit bagi bangsa ini untuk melupakannya.
Penyelesaian planggaran hak asasi manusia berat jalur non-yudisial akan berfokus pada korban dan pemerintah tidak akan mencari pelakunya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved