Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Kontras: Rekomendasi TGIPF Soal Tragedi Kanjuruhan tidak Tegas

Indriyani Astuti
18/10/2022 18:33
Kontras: Rekomendasi TGIPF Soal Tragedi Kanjuruhan tidak Tegas
TGIPF saat melakukan investigasi di Stadion Kanjuruhan, Malang.(Antara)

KOMISI untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyayangkan hasil laporan investigasi Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF). 

Adapun laporan tersebut dinilai tidak tegas, karena mengkonstruksikan tragedi di Stadion Kanjuruhan sebagai pelanggaran HAM berat, bukan sebagai pidana biasa.

Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti menyebut ada dugaan terjadi serangan sistematik oleh aparat keamanan terhadap warga sipil, yang berpotensi menimbulkan kejahatan kemanusiaan. Hal itu ditegaskan dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Baca juga: Tragedi Kanjuruhan tak Boleh Jadi Citra Indonesia

"Ketidaktegasan TGIPF dalam memberikan poin desakan tampak dari rekomendasi yang ditujukan pada Polri dan TNI. Misalnya TGIPF, seolah-olah menutup mata bahwa ada pertanggungjawaban hukum atasan dalam penggunaan kekuatan," ucapnya, Selasa (18/10).

Fatia menyoroti laporan TGIPF yang menyatakan ada dugaan penembakan gas air mata di luar komando. Dalam konteks doktrin pertanggungjawaban komando, meskipun penggunaan kekuatan tidak berdasarkan atas perintah atasan, komandan atau pimpinan dari kesatuan tetap bertanggung jawab secara hukum.

"Sebab berdasarkan wewenang yang dimilikinya, tidak melakukan upaya kontrol dan pencegahan sedemikian rupa kepada bawahannya, sehingga mengakibatkan korban jiwa," imbuh Fatia.

Baca juga: Jokowi Diundang FIFA Hadiri Piala Dunia Qatar

Selain institusi Polri, Kontras menilai TGIPF juga tidak tegas. Dalam poin desakannya terhadap TNI, TGIPF dianggap tidak mengurai pertanggungjawaban komando terkait tragedi Kanjuruhan. Padahal, merujuk laporan TGIPF, Pangdam V/Brawijaya mengerahkan 361 prajurit BKO untuk mengamankan pertandingan Arema vs Persebaya.

"Berkaitan dengan keputusan Pangdam V/Brawijaya yang mengerahkan para prajuritnya, kami memberikan catatan khusus, karena diduga melanggar Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004," pungkasnya.

TNI juga tidak memiliki tugas dalam pengamanan pertandingan olahraga. Lalu, yang berwenang mengerahkan prajurit TNI adalah Presiden dengan persetujuan DPR RI. Namun sayangnya, masalah tersebut tidak dijadikan sebagai poin yang seharusnya dievaluasi lebih lanjut.(OL-11)

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya