Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
BADAN Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyatakan bahwa tak ada kaitannya aksi radikal terorisme dengan agama apapun.
Hal itu diungkapkan Direktur Pencegahan BNPT Brigjen R. Ahmad Nurwakhid di acara Rakernas I Pengurus Besar Mathla'ul Anwar dengan tema Arah Baru Menata Umat Merekat Bangsa di Hotel LeSemar, Kota Serang, Banten.
Menururnya, Organisasi Masyarakat (ormas) keagamaan berada dalam garda terdepan dalam pencegahan penyebaran radikal terorisme.
Hal itu bisa dilakukan dengan memberikan vaksinanasi ideologi kepada umat. Caranya dengan menggaungkan nasionalisme dengan pendekatan agama.
"Yaitu ajaran agama yang baik dan benar, serta menjunjung tinggi toleransi, serta ideologi Pancasila," ujar Nurwakhid.
Pasalnya, lanjut Nurwakhid, ideologi terorisme sebagai gerakan politik kerap memanipulasi dan mendistorsi agama untuk mengganti ideologi negara dengan ideologi lain yang bertentangan dengan Pancasila sebagai konsensus nasional.
Baca juga: Wahid Foundation: Jernihkan Kekeliruan dalam Maknai Islamofobia
“Terorisme adalah gerakan politik kekuasaan dengan memanipulasi dan mempolitisasi agama yang bertujuan mengganti ideologi negara dengan ideologi transnasional," ucap Nurwakhid.
"Wataknya adalah intoleran terhadap perbedaan dan keberagaman, serta eksklusif terhadap perubahan,” ujarnya.
Pada kesempatan itu, ia memberikan pemahaman terkait hubungan eksklusifisme, intoleransi, radikalisme dan aksi terorisme.
Menurutnya, sikap eksklusif dan intoleran adalah watak dasar dari radikalisme, yang menjiwai semua aksi terorisme dan semuanya diawali oleh paham takfiri.
“Jadi tidak ada kaitannya aksi radikal terorisme dengan agama apapun, karena bertentangan dengan ajaran semua agama," paparnya.
Nurwakhid mengungkapkan, bukti dari efektivitas peran ormas keagamaan dan tokoh agama dalam melakukan pencegahan atau kontra radikalisasi terutama di dunia maya terlihat dari data indeks potensi radikalisme tahun 2019 yang berada di angka 38 persen.
Begitu terjadi pandemi Covid-9 awal tahun 2020, dalam survei yang dillakukan BNPT bulan Oktober-November 2020, indeks potensi radikalisme itu turun dari 38 menjadi 12,2 persen.
“Artinya apa? Salah satu faktor penurunan diakibatkan masifnya tokoh agama dan tokoh masyarakat moderat yang selama ini tidak aktif berdakwah di media sosial, menjadi aktif ikut berdakwah di berbagai platform media sosial,” ungkapnya.
Dalam survei Setara Institute, lanjut Nurwakhid, selama ini konten keagamaan intoleran dan radikal di media sosial atau dunia maya berada di kisaran lebih dari 67%.
Tetapi sejak tahun lalu jumlah itu terus menurun setelah diimbangi konten keagamaan moderat yang dilakukan oleh para ulama, kiai, guru, dan anak muda yang selama ini tidak aktif di media sosial.
Ia melanjutkan, pentingnya peran ormas keagamaan juga dilandasi dengan bahayanya ideologi radikal terorisme sebagai gerakan politik, yang kerap memanipulasi agama untuk mengganti ideologi negara dengan ideologi lain yang bertentangan dengan Pancasila sebagai konsensus nasional.
Ia menegaskan bahwa tindakan, watak dan aksi terorisme yang terjadi selama ini tentunya sangat bertentangan dengan nilai agama dan nilai kearifan lokal bangsa yang sangat multikultural.
“Terorisme adalah gerakan politik kekuasaan dengan memanipulasi agama yang bertujuan mengganti ideologi negara dengan ideologi transnasional. Wataknya adalah intoleran terhadap perbedaan dan ekslusif terhadap perubahan,” tandasnya.
Terakhir, Nurwakhid mengingatkan untuk terus meningkatkan upaya dan kewaspadaannya.
Karena meskipun kelompok seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Jamaah Islamiyah (JI) dan Jamaah Ansyorut Daulah (JAD) sudah dibubarkan dan menunjukkan tren penurunan pasca ditetapkannya Undang-Undang No.5 Tahun 2018. Namun, ideologinya masih tersisa dan mengintai siapapun yang lengah. (Ykb/OL-09)
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) berupaya mencegah penyebaran paham radikal terorisme di kalangan mahasiswa.
Langkah ini dilakukan dengan menggelar pelatihan bagi dosen (Training of Trainers) Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme
Keberadaan Museum Nasional Penanggulangan Terorisme ini dimaksudkan sebagai salah satu strategi penanggulangan terorisme.
Polisi Spanyol mengungkap jaringan propaganda yang menyerukan pengikutnya untuk menargetkan serangan ke pemai Real Madrid yang berlaga di Euro 2024.
Kepala BNPT Komjen Mohammed Rycko Amelza Dahniel mengatakan pagu anggaran BNPT 2025 yang telah ditetapkan mengalami penurunan bila dibandingkan dengan 2024.
Dibutuhkan pendekatan secara holistik melalui pendekatan Pancasila, baik pendekatan secara ekonomi maupun sosial.
Perpanjangan Operasi Madago Raya merupakan upaya Polri dalam menjaga keamanan dan ketertiban di wilayah Sulteng.
FILSUF sekaligus rohaniwan Franz Magnis Suseno menyampaikan bahwa sesungguhnya Indonesia berhasil dalam konteks reformasi, seperti menyatukan keragaman dan berbagai pandangan yang ada.
Berdasar World Happiness Index, negara yang indeks kebahagiaannya tinggi pada umumnya justru level beragama masyarakatnya rendah.
POLISI Malaysia telah menangkap tujuh dari 20 orang yang diyakini sebagai anggota kelompok Jemaah Islamiyah (JI).
Penguatan pencegahan menjadi penting bila berkaca pada dinamika perkembangan radikalisme terkini.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved