Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
PEMBUBARAN sejumlah organisasi yang dikategorkan radikal oleh pemerintah tidak serta merta mematikan faham tersebut di Indonesia. Sebaliknya, pemerintah kini justru harus lebih waspada.
Pasalnya para anggota organisasi tersebut kini berkamuflase dengan bergabung dengan organisasi lain. Hal tersebut diungkapkan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid dalam sebuah acara bincang-bincang, Jumat (26/3).
Baca juga: Kapolri Ajak Pemuda Masjid Lawan Radikalisme dan Intoleransi
Ahmad menerangkan, terorisme tidak bisa lepas dari radikalisme. "Jika terorisme itu hilirnya, radikalisme itu merupakan hulunya. Artinya, semua teroris itu berpaham radikal, tapi tidak semua radikalisme akan jadi teroris," ujarnya.
Di sisi lain, lanjut dia, radikalisme itu muncul juga karena politisasi agama. “Seperti FPI. Framingnya adalah antipemerintahan. Padahal ini adalah gerakan politik yang memframing agama, atau bisa dikatakan manipulator agama.”
Selain politisasi agama, Ahmad juga menyampaikan, radikalisme dipicu sikap intoleransi, kemiskinan dan kebodohan, pemahaman agama yang tidak benar, ketidakadilan sosial, ketidakpuasan politik, hingga rasa benci dan dendam. “Bahkan karakteristik kaum radikal terlihat dari sikap intoleransi, ekslusif, klaim kebenaran, merasa dizolimi, hingga playing fictim.”
Ahmad menilai paham radikalisme menjadi musuh agama dan negara. Pada satu sisi, gerakan radikalisme merusak agama karena bertindak tidak sesuai dengan nilai-nilai beragama. Sementara sisi lain, menjadi ancaman negara karena menginginkan perubahan secara inkonstitusional.
Ia pun setuju, jika FPI dikategorikan sebagai organisasi radikal. Hal itu sesuai dengan pengertian radikalisme yang merupakan suatu paham yang mengingingkan perubahan tatanan politik sosial yang sudah mapan dengan cara ekstrem atau kekerasan.
“Ideologi FPI sangat jelas. Bahkan Habib Rizieq jelas-jelas mendukung gerakan the Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Selain itu, beberapa oknum FPI pernah ditangkap Densus 88 terkait kasus terorisme,” jelas Ahmad.
Senada, mantan Komandan NII yang juga pendiri NII Crisis Center Ken Setiawan menilai pembubaran FPI secara organisasi tidak cukup. Apalagi dia melihat, ideologi FPI yang radikal masih bisa hidup di tengah-tengah masyarakat.
Karena itu pemerintah tetap harus mewaspadai faham radikalisme. Ia melihat saat ini seperti ada kebangkitan gerakan FPI. Dia merujuk pernyataan Munarman yang mengaku siap membela Demokrat pimpinan AHY. Lewat pernytaan nampak bahwa Munarman tengah mencari dukungan untuk menghidupan lagi FPI.
"Dari situ bisa menjadi titik awal untuk mengeluarkan kekuatan. Karena pemerintahan sebelum Presiden Joko Widodo cenderung menerima FPI,” ujar Ken. (Ant/A-1)
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) berupaya mencegah penyebaran paham radikal terorisme di kalangan mahasiswa.
Perpanjangan Operasi Madago Raya merupakan upaya Polri dalam menjaga keamanan dan ketertiban di wilayah Sulteng.
FILSUF sekaligus rohaniwan Franz Magnis Suseno menyampaikan bahwa sesungguhnya Indonesia berhasil dalam konteks reformasi, seperti menyatukan keragaman dan berbagai pandangan yang ada.
Berdasar World Happiness Index, negara yang indeks kebahagiaannya tinggi pada umumnya justru level beragama masyarakatnya rendah.
POLISI Malaysia telah menangkap tujuh dari 20 orang yang diyakini sebagai anggota kelompok Jemaah Islamiyah (JI).
Penguatan pencegahan menjadi penting bila berkaca pada dinamika perkembangan radikalisme terkini.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved