Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Indonesia sudah Miliki Sarana dan Prasarana Hukum yang Canggih

Tri Subarkah
20/10/2020 04:39
Indonesia sudah Miliki Sarana dan Prasarana Hukum yang Canggih
Mahasiswa menggelar aksi teatrikal saat berunjuk rasa menolak pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi melalui RUU KPK di Kediri, Jawa Timur(ANTARA/PRASETIA FAUZANI)

SATU tahun terakhir ini penegakan hukum di Indonesia bukan perkara mudah. Menurut Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada Edward Omar Sharif ‘Eddy’ Hiariej, ada empat faktor yang sangat menentukan dalam penegakan hukum, yakni substansi hukum, profesionalisme aparat, sarana dan prasarana, serta kesadaran hukum masyarakat.

Dari keempat faktor itu, ia melihat Indonesia sudah memiliki sarana dan prasarana penegakan hukum yang canggih. Polri, Kejaksaan, maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kata Eddy, memiliki jaringan-jaringan dalam konteks infrastruktur yang mempermudah untuk mengungkap suatu kejahatan ataupun kasus-kasus besar.

“Kita lihat kinerja kepolisian, kejaksaan, maupun kinerja KPK, itu menunjukkan perkembangan yang signifikan, dan itu salah satu bagian yang terpenting dari penegakan hukum,” ujar Eddy kepada Media Indonesia di Jakarta, Selasa (13/10).

Namun, Eddy mengingatkan pemerintah memiliki tunggakan undang-undang (UU) yang harus disahkan, di antaranya RUU KUHP dan RUU KUHAP, serta RUU Perampasan Aset.

Secara terpisah, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik mencatat selama satu tahun terakhir terjadi berbagai kekhawatiran dalam penegakan hukum di Indonesia. Ini misalnya terlihat dari pelemahan KPK melalui revisi UU KPK. “Dampaknya jelas dengan penurunan kinerja KPK periode saat ini. Beberapa bulan terakhir, ada putusan MA (Mahkamah Agung) yang
menurunkan hukuman atau bahkan membebaskan terdakwa atau terpidana korupsi,” jelas Taufan.

Taufan mengaku pihaknya telah berulang kali menyampaikan rekomendasi ke Presiden tentang janji penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat yang sudah diselesaikan dan diserahkan Komnas HAM ke Jaksa Agung. Ia menilai sampai saat ini belum ada solusi, meski Komnas HAM sudah meminta Presiden Jokowi turun langsung sebagaimana janjinya di awal Pemilihan Presiden 2014.

Beberapa kasus pelanggaran HAM yang menjadi sorotan Komnas HAM ialah pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib, penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan, kekerasan di Papua, serta kerusuhan Mei 2019 di Jakarta yang menyebabkan sembilan orang meninggal dunia.

“Pemerintah Jokowi perlu mendengarkan suara-suara pejuang hukum dan HAM serta tokoh-tokoh masyarakat lainnya serta memperkuat kelembagaan Komnas HAM dengan merevisi dan memperkuat mandat atau wewenang Komnas HAM,” sambungnya.

Taufan menilai akses terhadap keadilan masih belum merata ke masyarakat kelas bawah. Menurutnya, masih banyak masyarakat yang kesulitan mendapatkan proses hukum yang berkeadilan.

Menjawab itu, Kementerian Hukum dan HAM menegaskan bantuan hukum terhadap masyarakat tidak mampu terus diberikan. “Kita memberikan bantuan hukum kepada masyarakat tidak mampu. Dijelaskan bagaimana posisi Kementerian Hukum dan HAM untuk melakukan bantuan hukum kepada masyarakat yang tidak mampu,” ujar Kepala Subbagian Hubungan Masyarakat Kemenkum dan HAM Fitriadi Agung Prabowo.

Salah satu bantuan hukum itu diberikan terhadap Baiq Nuril Maknum, mantan guru honorer SMAN 7 Mataram, NTB, yang didakwa dalam tindak pidana kasus informasi dan transaksi elektronik (ITE).

Fitriadi juga mengatakan pihaknya telah melakukan berbagai langkah pembinaan hukum di tengah masyarakat. Misalnya dengan pembinaan Desa/ Kelurahan Sadar Hukum di seluruh Indonesia. Berdasarkan data Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkum dan HAM per
Januari 2020, tercatat 5.744 desa atau kelurahan yang diresmikan dalam program Desa/Kelurahan Sadar Hukum.

Selama setahun terakhir, Kemenkum dan HAM juga menorehkan prestasi dengan menangkap Maria Pauline Lumowa, buron kasus pembobol
kas Bank Negara Indonesia (BNI) lewat letter of credit (L/C) fi ktif. Pemulangan Maria dari Serbia pada Juli 2020 kemarin bahkan dipimpin
langsung oleh Menkum dan HAM Yasonna Laoly.

Pandemi

Penegakan hukum setahun ini mendapatkan tantangan tersendiri di tengah pandemi covid-19. Salah satu yang menjadi sorotan ialah menjaga jarak aman antarnarapidana di dalam satu sel. Yasonna mengambil langkah dengan memberikan asimilasi dan hak integrasi terhadap setidaknya 40 ribu narapidana.

Pemberian asimilasi dilakukan karena ruang sel LP dan rumah tahanan sudah kelebihan penghuni. Pada Juni lalu, Yasonna mencatat dari 525 LP dan rutan, kapasitasnya untuk 132.107 orang, sedangkan penghuninya 229.431 orang.

“Program itu secara umum sangat berhasil menekan jumlah warga binaan di penjara dan penyebaran covid-19 di penjara berhasil kita kendalikan sehingga efek-efek dari covid-19 kita perkecil di penjara, sangat berhasil sekali,” jelas Fitriadi.

Kendati demikian, tidak jarang residivis yang mendapatkan program asimilasi melakukan tindak kejahatan kembali. Meskipun jumlahnya hanya sedikit, hal tersebut tetap perlu menjadi perhatian semua elemen. Fitriadi mengatakan elemen masyarakat perlu proaktif dalam memberikan bimbingan kepada residivis agar tidak mengulangi tindakan kriminalnya.

Senada, Eddy juga mengatakan perlu ada kontrol agar para residivis yang diberikan asimilasi tidak mengulangi kejahatannya lagi. Untuk mewujudkannya, perlu kerja sama antara pihak LP, kejaksaan, hingga ke tingkat pemerintahan yang terkecil, yakni kelurahan. Bahkan, ia meminta baik RT maupun RW untuk mengawasi para residivis agar tidak mengulangi perbuatannya. (P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya