Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Bela Negara tidak Harus Angkat Senjata

Cahya Mulyana
31/8/2020 19:20
Bela Negara tidak Harus Angkat Senjata
analis kebijakan publik Leo Agustino dalam diskusi virtual bertajuk tentang bela negara, Senin (31/8).(MI/CAHYA MULYANA)


PENGERTIAN mengenai bela negara mesti disosialisasikan pemerintah kepada masyarakat. Tujuannya supaya tugas yang digariskan UUD 1945 ini tidak dipahami secara sempit sebab seluruh profesi bisa menjadi bagian pertahanan negara.

"Pembelaan terhadap negara tidak selalu angkat senjata namun sesuai profesi masing-masing. Bela negara wajib bagi seluruh warga negara," kata analis kebijakan publik Leo Agustino dalam diskusi virtual bertajuk Bela Negara, Komponen Cadangan dan Ancaman Keamanan Nasional, Senin (31/8).

Menurut Leo, ketetapan menyangkut kewajiban membela Tanah Air telah banyak digariskan regulasi termasuk oleh UU Nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Secara pokok, bela negara berlaku bagi semua warga negara, akan tetapi tidak harus bersifat militer.

Kewajiban ini disesuaikan dengan kemampuan tiap profesi. Bahkan dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, kewajiban ini memberikan pemaknaan yang luas mengenai bela negara.

"Bela negara dilakukan dengan penuh kesadaran dan kehormatan bagi setiap warga negara. Bela negara merupakan semacam hak dan kewajiban untuk melaksanakannya," ungkapnya.

Pada kesempatan sama, Direktur Komunikasi IPRC Arlan Siddha mengatakan milenial membutuhkan pemahaman utuh soal program bela negara maupun komponen cadangan. Keduanya kerap disangkutkan dengan isu militeristik dan ketakutan atas pengalaman 32 tahun masa orde baru. "Program ini juga mengandung ketakutan setelah 32 tahun Indonesia dipimpin oleh rezim militer," tutur Arlan.

Padahal, lanjut Arlan, dua program Kementerian Pertahanan ini bersifat sukarela. Sangat berbeda jauh dengan kondisi seperti negara lain yang mewajibkan masyarakatnya mengikuti pendidikan militer seperti di Korea Selatan atau Singapura.

Lebih jauh, Arlan mengatakan pemerintah mesti membuat antisipasi kemunculan upaya yang mengancam keamanan dari peserta dua program ini. "Bukan tidak mungkin akan adanya potensi yang lulus atau telah mengikuti program ini malah memanfaatkannya untuk melawan pemerintah," pungkasnya. (P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya