Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
PAKAR hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai perkara kasus hukum yang menjerat Sjamsul Nursalim dan istrinya dapat terus dilanjutkan. Menurutnya keputusan dari Mahkamah Agung terkait kasasi Mantan Kepala BPPN, Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT) tidak dapat menggugurkan kasus dari Sjamsul Nursalim.
“Kasus Sjamsul Nursalim dapat terus dilanjut terlepas dari keputusan MA atas SAT,” tutur Abdul Fickar saat dihubungi Selasa (9/7).
Menurut Abdul dalam konteks kasus Sjamsul Nursalim harus terlebih dahulu dilihat objek peristiwa pidananya. Jika memang objek pidananya berbeda dalam arti konteks peristiwa yang dilakukan Sjamsul Nursalim berbeda, penyidikan dapat diteruskan.
Baca juga: MA Kabulkan Kasasi Syafruddin Arsyad
Ia pun menyebutkan bahwa inti dari perbuatan korupsi umumnya terkait dua hal, yakni penyalahgunaan jabatan dan perbuatan melawan hukum. Dalam konteks Sjamsul Nursalim ia menilai konteks nya masuk kepada perbuatan yang melawan hukum yang merugikan negara.
“Perbuatan melawan hukum formil (melanggar peraturan perundang-undangan) itu meski peraturan yang dilanggar tidak ada sanksinya, jika menimbulkan kerugian negara tetap dikualifikasi sebagai korupsi,” tutur Abdul.
Lebih lanjut Abdul mengungkapkan keputusan MA sebagai putusan dari pengadilan tertinggi, meski begitu ia mengaku heran atas pelepasan SAT karena perbuatannya dinilai MA bukan sebagai tindak pidana.
“Konteksnya SAT sebagai pejebat publik dan kebijakan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang merugikan negara juga masuk dalam wilayah hukum publik. Kesimpulan bahwa perbuatannya sebagai perbuatan keperdataan sangat mengherankan,” tegas Abdul.
Padahal menurutnya objek pemidanaan dalam kasus SAT adalah penyimpangan penggunaan dari BLBI yang mana ketika itu SAT sebagai pejabat publik yang membuat kerugian negara. Konteks kerugian negara disini bukan sebagai wanprestasi keperdataan, melainkan penyimpangan penggunaan. Hal tersbeut lah yang membuat Abdul menilai keputusan kasasi dari MA sebagai keputusan yang aneh.
“Kasasi itu yudex yuri ,hanya menilai penerapan hukum oleh peradilan di bawahnya, karena itu terlalu jauh menilai masuk dalam pokok perkara dan mengadili sendiri,” tutur Abdul. (OL-4)
Satuan Tugas Penagihan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) telah menyita aset dengan nilai total Rp 38,2 triliun sejak pembentukannya pada 2021.
Satgas BLBI telah mengibahkan aset eks BLBI kepada sembilan kementerian dan lembaga.
Masa kerja satgas akan berakhir pada 31 Desember 2024.
Sistem pengamanan korupsi yang dirancang sedemikian canggih itu kini menjadi berhala baru.
ICW melihat kemiripan antara kasus dugaan fraud di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dan perkara bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan akan berkoordinasi dengan Menkopolhukam yang baru ditunjuk Hadi Tjahjanto soal Satgas BLBI.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved