Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
ELITE politik diimbau untuk tetap dewasa dalam menyikapi hasil hitung cepat (quick count) berbagai lembaga survei atas Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
Hitung cepat harus dipandang sebagai bagian dari partisipasi masyarakat untuk mengawasi jalannya pilpres, bukan dipandang sebagai sumber kegaduhan.
"Yang saat ini terjadi sebenarnya bukan kegaduhan, tapi perbedaan pandangan yang tidak disertai kedewasaan di ruang publik. Jadi dibutuhkan kedewasaan dalam berpolitik," ujar akademisi pascasarjana di Universitas Pelita Harapan emrus sihombing, Senin (22/4).
Hal itu disampaikannya untuk menanggapi imbauan Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin agar pengumuman hasil quick count dihentikan.
Tak cuma itu, ia juga meminta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menghentikan penyiaran hasil quick count sejumlah lembaga survei karena telah menimbulkan kegaduhan dan berefek buruk bagi demokrasi.
Baca juga : Dukungan pada KPU Penting untuk Pertahankan Konstitusi
"Menghentikan quick count itu bukan solusi. Agar tidak gaduh, dibutuhkan kedewasaan dalam berpolitik. Jangan sampai ucapan Gus Dur kembali terbukti bahwa elite politik kita ibarat taman kanak-kanak," ucap Emrus.
Emrus menyarankan agar semua pihak bisa menahan diri dan tetap berpikir jernih dalam menghadapi Pilpres 2019. Jika hasil survei yang jadi persoalan, semua pihak dapat mengkritisinya dengan pendekatan akademik.
"Survei itu kan hasil kerja akademik, bisa diuji kesahihannya dengan pendekatan akademik. Jadi silakan diuji. Ingat, kerja akademik itu bisa saja salah, tapi enggak boleh bohong. Itu prinsip akademik," tegasnya.
Karena itu, sambung Emrus, ia tak sependapat jika hasil hitung cepat disebut sebagai biang keladi kegaduhan saat ini. "Yang ada adalah ketidakdewasaan dalam berpolitik. Titik," tegasnya.
Menyikapi keadaan yang terus memanas saat ini, Emrus menyarankan agar para calon presiden, Joko Widodo-Prabowo Subianto, segera tampil bersama di hadapan publik guna mendinginkan suasana.
"Mereka berdua harus segera menyampaikan agar semua pihak bisa menahan diri sambil menunggu keputusan KPU, sama-sama menyatakan akan menghormati apa pun keputusan KPU, menyelesaikan sengketa hasil dengan jalur hukum, dan akan meyokong siapa pun yang terpilih. Saya rasa tensi politik akan menurun dengan seruan mereka itu," pungkasnya. (RO/OL-8)
PSI jadi perhatian dinilai identik dengan Presiden Joko Widodo.
WAKIL Ketua Komisi III Ahmad Sahroni mempertanyakan lonjakan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang ramai dibicarakan saat ini.
Per Senin (4/3) suara PSI masih berada pada angka 3,13% atau di bawah ambang batas parlemen, yakni 4%.
Fenomena melonjaknya suara PSI dalam hitungan pileg pada Sirekap KPU sangat tidak wajar karena bertolak belakang dengan hasil quick count.
INDONESIA baru saja melaksanakan pemilu yang menentukan nasib demokrasi.
Sosialisasi real count KPU dinilai kurang sehingga masyarakat lebih populer dengan quick count
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved