Semakin Ditekan semakin Menyala

28/2/2025 05:00
Semakin Ditekan semakin Menyala
Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

GEGARA viral berita pelarangan lagu Bayar Bayar Bayar milik band punk Sukatani oleh polisi, banyak orang jadi 'kepo' (ingin tahu) soal lagu itu. Tak butuh waktu lama, lagu yang mungkin sebelumnya hanya mendapatkan atensi terbatas dari kalangan penggemar musik punk tersebut seketika langsung ngetop.

Kini, semakin banyak orang kenal dan tahu lagu berisi kritik pedas itu, bahkan diam-diam ikut menyanyikannya karena merasa relate dengan substansi liriknya. Seperti apa liriknya rasanya tak perlu saya tulis lagi di sini karena sudah banyak ditayangkan di platform-platform media, baik media arus utama maupun media sosial.

Malah, saya cukup yakin banyak di antara kita yang sudah hafal liriknya saking seringnya lagu itu diperdengarkan setelah kasus pelarangan itu mencuat. Intinya, sesuai dengan judulnya, lagu milik band yang digawangi dua personel asal Purbalingga, Jawa Tengah, itu berisi kritik terhadap praktik pungutan liar alias pungli alias 'apa-apa bayar' yang, harus jujur diakui, banyak terjadi di institusi kepolisian.

Kalau disorot dari sudut pandang komunikasi, meledaknya lagu itu, justru setelah pihak yang dikritik mencoba menenggelamkannya, ialah contoh sahih dari Streisand effect. Apa itu? Streisand effect ialah fenomena ketika upaya untuk menyembunyikan, menyensor, atau menutup-nutupi informasi justru membuatnya semakin terkenal.

Dinamai Streisand effect karena bermula dengan kasus yang melibatkan aktris sekaligus penyanyi kondang Barbra Streisand sekitar dua dekade silam. Ceritanya, pada 2003, Streisand menggugat seorang fotografer yang memublikasikan foto rumahnya di Malibu, California, AS. Ia menganggap Kenneth Adelman, si fotografer, mengganggu privasi dirinya dengan mengunggah foto rumah tersebut.

Padahal, niat Edelman bukan itu. Ia mengambil dan memublikasikan foto-foto pesisir itu, termasuk di dalamnya foto rumah Streisand, hanya untuk mendokumentasikan erosi pantai di California. Singkat cerita, gugatan yang dilayangkan Streisand, alih-alih berhasil menghilangkan foto tersebut, malah menjadikannya viral. Dari situlah istilah Streisand effect bermula.

Nah, kejadian yang menimpa lagu Bayar Bayar Bayar sama persis dengan definisi Streisand effect. Awalnya coba dibungkam karena mungkin polisi gerah mendengar kritik lugas yang disampaikan duo Alectroguy dan Twister Angel itu, tapi pada akhirnya takdir malah membawa lagu tersebut ke puncak kepopuleran.

Tentu saja bukan kepopuleran dari segi komersialitas, melainkan sebagai kritik sosial yang dianggap mewakili suara publik pada umumnya. Apalagi kemudian para aktivis hak asasi manusia juga menjadikan Sukatani sebagai representasi dari kebebasan berekspresi rakyat yang coba dikekang dengan semena-mena. Semakin ditekan, Sukatani semakin menyala. Di seberang, polisi justru makin kebanjiran hujatan.

Kian ngetop-nya Sukatani juga membuat banyak orang, termasuk saya, penasaran dengan lagu-lagu lain milik mereka. Konon, menurut teori 'perkepoan', sekali 'kepo' akan dilanjut dengan 'kepo-kepo' berikutnya. Teori ingin tahu (curiosity) juga menjelaskan bahwa sudah menjadi sifat alami manusia untuk mencari tahu lebih dalam dan luas.

Orang jadi ingin tahu apakah selain Bayar Bayar Bayar ada juga lagu Sukatani yang bermaterikan kritik, keresahan, serta perlawanan terhadap kaum penguasa, seperti lazimnya musik aliran punk yang memang berkarakter rebel? Atau cuma satu lagu itu saja yang berisi kritik, yang kebetulan menemukan momentum pembungkaman sehingga dikenal seantero Nusantara?

Jawabannya, ada. Saya bahkan menemukan satu lagu yang tampaknya lebih pas kalau dijadikan anthem dari demonstrasi mahasiswa 'Indonesia Gelap' beberapa waktu lalu. Judulnya Gelap Gempita. Penggalan awal liriknya seperti ini.

'Di dalam otak mereka hanyalah kekuasaan

Di dalam hati mereka tak ada kepuasan

Di dalam cara mereka terpampang kedzaliman

Di dalam harap mereka cahaya kemenangan

The light shining on them

Will be blocked by this flag'

Dari sini semakin tervalidasi bahwa sesungguhnya keresahan dan kemarahan publik yang setidaknya diwakili lagu-lagu Sukatani sudah sangat menggumpal, dan itu tidak hanya ditujukan kepada institusi atau oknum polisi. Kritik mereka kepada para pemburu kuasa yang tak pernah merasa puas juga tidak kalah keras. Yang jadi masalah justru cara polisi merespons kritik yang dinilai lebay dan kebablasan.

Memang, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kemudian menyangkal, menyebut ada miskomunikasi, dan mengeklaim tak masalah bila institusinya dikritik. Ia juga menegaskan komitmen Polri tidak antikritik. Bahkan, "Nanti kalau band Sukatani berkenan, akan kami jadikan juri atau band duta untuk Polri terus membangun kritik demi koreksi dan perbaikan institusi," kata Kapolri.

Namun, ibarat bola salju, efek Streisand sudah kadung menggelinding dan membesar. Tidak cukup kiranya menahan lajunya dengan sekadar melempar komitmen dan menjadikan mereka duta atau sahabat.

Tak perlu disangkal, narasi dalam lirik lagu Bayar Bayar Bayar itu ialah kenyataan hari ini. Yang publik inginkan ialah aksi nyata untuk memberangus tabiat 'apa-apa bayar' itu sehingga tidak akan ada lagi di masa mendatang. Kalau tidak, ya, jangan baper kalau nanti bakal muncul Sukatani-Sukatani lain dengan lagu kritik yang lebih keras dan menohok.



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima