Humor yang Mencerdaskan

07/12/2024 05:00
Humor yang Mencerdaskan
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

SAYA penggemar humor. Saya pernah membaca sejumlah buku humor, seperti Mati Ketawa ala Rusia, juga buku Mati Ketawa ala Madura. Saya juga kerap mendengar rekaman kaset komedi, dari Srimulat, Warkop Prambors dan Warkop DKI, Surya Group, Kwartet S, Kartolo Cs, juga Djunaidi Cs.

Saya juga kerap mendengar ceramah dari para dai yang dalam ceramah mereka juga dibumbui humor. Ada ceramah KH Zainuddin MZ, KH Kosim Nurseha, KH Bahaudin Nursalim (Gus Baha), Gus Muwafiq, KH Mustofa Bisri, KH Yasin Yusuf, KH Ma'ruf Islamudin, KH AR Fahruddin, juga Mendikdasmen Abdul Mu'ti. Sesekali saya mendengar ceramah dari Ustaz Abdul Somad.

Semua humor dan ceramah yang saya baca dan dengar itu segar menyegarkan. Tidak ada yang meremehkan atau merendahkan orang lain. Tanpa harus mengolok-olok orang lain pun, humor-humor atau ceramah berbumbu humor itu sukses membuat saya terpingkal-pingkal. Padahal, sebagian isinya malah banyak bercerita atau menertawakan diri sendiri.

Saya lalu teringat filosofi humor menurut Presiden Keempat RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Mantan Ketua Umum PBNU itu pernah mengatakan bahwa humor tertinggi dan paling cerdas ialah menertawakan diri sendiri. Sementara itu, humor terburuk ialah menertawakan orang lemah.

Maka itu, saya jadi mafhum mengapa candaan Gus Dur amat cerdas, berkelas, dan nagih alih-alih menyakitkan. Rupanya Gus Dur berpegang pada filosofi humor yang mencerdaskan itu. Bukan candaan yang merendahkan dan menghinakan.

Humor Gus Dur pun disebut cukup dikenal luas di Jerman. Menariknya, humor menjadi salah satu jembatan yang membuat orang-orang Jerman mengenal Gus Dur. Pada banyak buku, dalam jejak digital media sosial, juga saat memberikan ceramah di berbagai tempat, selera humor Gus Dur tetap terjaga.

Seorang profesor ahli literatur dan bahasa Asia Tenggara di Jerman, Arndt Graf, sampai tertarik membukukan humor-humor Gus Dur dalam karyanya bertajuk Lachen Mit Gus Dur, Islamischer Humor Aus Indonesien. Dalam bahasa Indonesia, judul buku yang pertama kali diterbitkan pada 2005 itu kira-kira berarti Tertawa Bersama Gus Dur, Humornya Kyai Indonesia.

Buku itu cukup menjadi satu bahan referensi bagi beberapa orang Jerman untuk melihat Indonesia. Jadi, boleh dikata humor Gus Dur menjadi salah satu jendela pemahaman tentang Indonesia bagi sebagian warga Jerman.

Begitulah, humor ternyata menentukan kecerdasan sesorang. Bahkan pernah ada sebuah penelitian di Austria yang menemukan bahwa orang-orang yang lucu, terutama mereka yang menyukai humor gelap atau lelucon yang agak sarkas dan pedas, biasanya memiliki IQ yang lebih tinggi daripada yang tak punya selera humor. Namun, tentu saja humor yang segar, tidak cabul, tidak merendahkan orang lain.

Lalu, bagaimana bila sebaliknya? Berlindung di balik humor atau bercanda, tapi mengeluarkan kata-kata tidak pantas, bahkan merendahkan orang lain. Itu bukan humor namanya. Itu penghinaan. Itu tidak mengikuti filosofi humor ala Gus Dur.

Itu bahkan perangai buruk yang mesti dihindari. Di kalangan pesantren, (mestinya) bisa membedakan mana candaan dan mana hinaan. Mereka berpedoman pada petuah: aslamatul insaan fii hifdhzil lisaan (keselamatan sesorang ditentukan oleh lisannya atau perkataannya).

Saya memahami banyak yang marah saat Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Sarana Keagamaan Miftah Maulana Habiburrahman (Gus Miftah) mengaku sedang bercanda saat mengolok-olok Sunhaji, pedagang es teh di pengajian, dengan kata-kata kasar dan menyudutkan.

Saya membaca pernyataan kegeraman dari beragam tokoh, salah satunya Alissa Wahid, putri Gus Dur, atas tindakan Gus Miftah itu. Mbak Lisa, begitu putri Gus Dur itu disapa, tentu sudah sangat sering mendengar humor dari bapaknya. Maka itu, ia tahu membedakan mana humor mana olok-olok yang menghina.

Rupanya Gus Miftah mesti belajar banyak dari para santri, ulama, para dai yang punya selera humor tinggi. Gus Miftah mesti mengenali filosofi humor Gus Dur. Ia mesti menyelami kedalaman ilmu humor cerdas para santri dan guru-guru serta dai yang sukses menyampaikan dakwah segar tanpa harus merendahkan orang lain.

Setelah mengundurkan diri dari jabatan Utusan Khusus Presiden, tentu Gus Miftah punya waktu untuk menarik garis sebentar, mengevaluasi perangainya selama ini, mengenali humor-humor sufi, atau humor yang lain. Atau, merenungi ungkapan klasik orang Betawi: punya mata jangan selihat-lihatnya; punya kuping jangan sedengar-dengarnya; punya mulut jangan seomong-omongnya.

 

 



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima