Kemiskinan Struktural

28/9/2024 05:00
Kemiskinan Struktural
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

'GAGAL' dan 'berhasil' kiranya bertetangga dekat. Penggunaan dua kata itu, walaupun berada di kutub yang bertolak belakang, bisa diterapkan dalam situasi yang sama. Itu tergantung perspektif apa yang digunakan.

Dalam memandang penurunan angka kemiskinan yang dilalukan pemerintahan Jokowi, misalnya, kata 'berhasil' dan 'gagal' bisa diterapkan sekaligus. Bila yang dimaksud ialah persentase orang miskin menurun selama 10 tahun kepemimpinan Jokowi, kata 'berhasil' boleh disematkan.

Fakta menunjukkan bahwa Jokowi berhasil menurunkan angka kemiskinan dari 10,96% pada September 2014 (menjelang dilantik) menjadi 9,03% pada Maret 2024 (menjelang akhir masa jabatan). Secara jumlah, penduduk miskin juga berkurang jika bandingkan dengan satu dekade lalu, yakni berkurang 3,06 juta orang, dari 28,28 juta orang menjadi 25,26 juta orang.

Baca juga : Jadi Mantan Presiden, Enak?

Namun, perjuangan Jokowi memerangi kemiskinan tetap ada yang menyebutnya dengan kata 'gagal'. Apa tolok ukurnya? Barometernya target sebagaimana yang sudah dicanangkan dalam RPJMN (rencana pembangunan jangka menengah nasional). Kalau sudut pandang ukurannya target, fakta menunjukkan penurunan angka kemiskinan meleset, alias gagal mencapai target.

Mari kita kupas tahun demi tahun mengenai urusan target perang melawan kemiskinan itu. Berdasarkan data RPJMN dan Badan Pusat Statistik, angka kemiskinan ditargetkan turun menjadi 10% pada 2015. Namun, realisasinya angka kemiskinan masih 11,22%. Pada 2016, target penurunan angka kemiskinan menjadi 9,5%, tetapi realisasinya meleset dari target karena kemiskinan masih di angka 10,86%.

Pada 2017, angka kemiskinan di Indonesia masih 10,64%, tidak sesuai dengan yang ditargetkan di angka 9%. Kemudian pada tahun berikutnya pemerintah hanya mampu menekan angka kemiskinan di level 9,82%, gagal mencapai target yang sebesar 8%. Pada 2019, pemerintahan Jokowi juga gagal menekan angka kemiskinan sesuai dengan RPJMN. Dari target yang dipatok 7,5%, angka kemiskinan masih di angka 9,41%.

Baca juga : Sean Gelael Optimistis Raih Podium di Sao Paolo

Periode kedua kepemimpinan Jokowi juga gagal menurunkan angka kemiskinan sesuai dengan target. Pada RPJMN 2020-2024, pemerintah tidak meletakkan target angka kemiskinan secara per tahun, tapi mematok langsung ke akhir pemerintahan pada 2024, yakni di kisaran 6%-7%. Namun, sampai Maret 2024, angka kemiskinan di Indonesia masih 9,03%. Angka kemiskinan ekstrem yang ditargetkan lenyap pada akhir 2024 juga amat mungkin meleset dari target karena realisasinya hingga kini (tiga bulan menuju tutup tahun) masih ada lebih dari sejuta orang hidup dalam kemiskinan ekstrem.

Lalu, sebagian orang bertanya: jika demikian adanya, siapa yang salah? Kinerja atau targetnya? Lagi-lagi, seperti kata 'berhasil' dan 'gagal' yang  bertetangga dekat, kata 'salah' dan 'benar' dalam konteks target capaian penurunan kemiskinan juga 'bersaudara dekat'.

Soal salah dan benar itu kiranya selalu menjadi perdebatan sepanjang waktu, khususnya menjawab mana yang benar soal bagaimana cara pandang negara terhadap kemiskinan. Boleh jadi masih ada elemen negara yang berpandangan bahwa akar masalah kemiskinan di Republik ini ialah murni problem kultural. Padahal, dalam banyak riset disebutkan akar masalah kemiskinan di negeri ini ialah persoalan struktural.

Baca juga : SDN 085 Ciumbuleuit dan SDN 043 Cimuncang Raih Podium Teratas

Dalam perspektif sosiologis, terjadinya kemiskinan bukanlah semata akibat seseorang itu kurang berusaha, pemalas, atau sekadar tidak beruntung sehingga jatuh miskin bahkan mewariskan kemiskinan. Kemiskinan acap kali berakar pada sebab struktural yang berada di luar kendali orang per orang.

Faktor penyebab itu bisa berwujud dalam regulasi yang tidak berpihak; diskriminasi yang membatasi akses terhadap pendidikan dan kesehatan; hingga kegagalan penciptaan lapangan kerja yang layak. Ditambah sumber daya ekonomi dan politik yang terkonsentrasi di segelintir orang, kian paripurnalah kemiskinan itu dilanggengkan oleh berbagai kebijakan yang bersifat struktural.

Dalam konteks itu, kegagalan menurunkan angka kemiskinan sesuai dengan target RPJMN yang dibikin sendiri oleh pemerintah lebih mengarah ke kegagalan mengatasi problem-problem struktural. Pun kemerosotan jumlah kelas menengah di Indonesia dalam lima tahun terakhir dan makin banyaknya orang yang turun kelas jadi masyarakat rentan miskin bisa dilihat sebagai fenomena pemiskinan struktural.

Baca juga : Semangat Juang Jadi Modal bagi Nizar Raih Podium Bali Trail Run Ultra 2024

Kata Guru Besar Ekonomi Pertanian Universitas Lampung Bustanul Arifin, penurunan kelas menengah ialah refleksi dari fondasi ekonomi Indonesia, yaitu kegagalan tranformasi struktural perekonomian, deindustrialisasi terlalu dini, dan ketidaktersambungan antara sektor pertanian, sektor industri, dan jasa.

Saya sepakat dengan penilaian itu. Persoalan struktural yang membelit kemiskinan di negeri ini mesti diatasi dengan cara-cara struktural. Kebijakan menahan agar orang tidak turun kelas saja masih rapuh, apalagi menaikkan kelas agar tidak menjadi miskin. Jadi, dibutuhkan upaya struktural yang ekstra dalam bentuk keberpihakan kebijakan bila mau target-target penurunan kemiskinan menjadi kenyataan.

Kalau bukan langkah seperti itu yang terjadi, wajar belaka bila banyak yang frustrasi, lalu menghibur diri, seperti tecermin dari seabrek syair lagu di negeri ini yang 'membenarkan' hidup dalam kemiskinan: 'Biar miskin harta asal kaya hati', 'tidak apa jadi termiskin di dunia asal jadi yang paling mencintai dirimu', 'biarkan makan sepiring berdua asal selalu bersama'.

 

 



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima