Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
SAYA tergerak untuk menuliskan lagi soal utang pemerintah meski sudah sering menuliskannya. Tidak mengapa. Sebagai salah satu pembayar pajak, boleh dong saya risau atas besarnya cicilan dan bunga utang pemerintah tahun ini, apalagi tahun depan, dan tahun depannya lagi.
Tahun ini pemerintah harus membayar cicilan bunga utang jatuh tempo sebesar Rp498 triliun (dengan kurs Rp16 ribuan/US$). Padahal, pendapatan pajak tahun ini diperkirakan tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengan tahun lalu, yakni sekitar Rp1.800-an triliun.
Itu artinya, hampir sepertiga pendapatan pajak bakal habis buat membayar cicilan bunga utang, melampaui 'pedoman suci' IMF terkait dengan rasio utang terhadap pendapatan perpajakan yang angka amannya 20%. Bukan cuma itu, jumlah cicilan bunga sebesar itu lebih dari dua setengah kali lipat anggaran kesehatan di APBN 2024 yang berada di angka Rp186 triliun.
Tahun depan, kondisinya bakal lebih mengerikan. Pasalnya, utang yang mesti dicicil pemerintah lebih dari Rp800 triliun. Sementara itu, pendapatan pajak diasumsikan 'cuma' sekitar Rp1.900 triliun. Itu artinya, hampir separuh (sekitar 47%) pendapatan pajak dipakai untuk mencicil utang. Besaran utang jatuh tempo yang mesti dibayar tahun depan juga hampir pasti melampaui anggaran pendidikan 20% yang dimandatkan konstitusi, yang besarnya tidak sampai Rp700 triliun. Dahsyat, bukan?
Tidak mengherankan bila banyak yang risau, galau, dan mewanti-wanti pemerintahan di bawah Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang ditetapkan sebagai presiden-wakil presiden terpilih untuk berhati-hati mengelola fiskal pada tahun pertama pemerintahan mereka. Bahkan, bila pemerintahan ke depan punya niat untuk menggelembungkan utang hingga 50% dari produk domestik bruto (PDB), sebaiknya niat itu diurungkan saja.
Pemerintah tidak boleh terjebak pada kondisi 'gali lubang tutup lubang, pinjam uang buat bayar utang'. Menggelembungkan utang hingga setengah dari PDB, walau dimungkinkan undang-undang, akan sangat menghambat gerak maju negeri ini dan amat berpotensi menggagalkan capaian Indonesia emas. Negara yang terjebak gali lubang tutup lubang tidak punya ruang untuk mengkreasikan kemampuan dan potensinya karena ruang fiskal yang amat sangat sesak.
Apalagi, utang jatuh tempo pada 2025 yang sebesar Rp800 triliun itu akan berdampak terhadap defisit APBN 2025. Karena itu, yang akan dihadapi pemerintahan baru di bawah Prabowo-Gibran tidaklah mudah. Hal itu masih ditambah lagi dengan kondisi ekonomi global yang sedang tidak baik-baik saja sehingga merambat ke ekonomi domestik. Oleh karena itu, kondisi utang jatuh tempo pada tahun depan harus diperhatikan dalam penyusunan APBN 2025.
APBN sebagai alat pemacu ekonomi mesti dijaga benar keseimbangan primernya. Jangan sampai terlalu bernafsu untuk membuat program-program baru, padahal kondisi fiskalnya penuh keterbatasan. Belum lagi, penerimaan negara pada tahun ini diperkirakan tidak mencapai target lantaran kondisi global juga sedang tidak baik-baik saja. Tahun depan, kondisi global juga masih diliputi ketidakpastian, yang mengancam target pendapatan negara.
Dalam situasi seperti itu, pemerintah tidak boleh mengambil langkah gampangan, dengan menggelembungkan utang. Ingat, selama semester I 2024 ini, pemerintah sudah menarik utang baru sebesar Rp214,7 triliun. Alasan bahwa utang kita masih berada dalam rasio yang aman terhadap PDB, karena masih di kisaran 39% dengan batas maksimal 60%, sudah selayaknya tidak dijadikan sebagai 'tempat perlindungan'.
Rasio terhadap PDB memang aman. Namun, rasio pembayaran cicilan dan bunga terhadap pendapatan pajak berada di zona kuning mendekati merah. Selama ini, rasio utang terhadap PDB selalu jadi andalan. Padahal, tolok ukur sehatnya utang tidak melulu hanya diukur dari rasio utang terhadap PDB. Itu sebagian dari 'mazhab' utang.
Mazhab lainnya ialah mengukur rasio pembayaran utang terhadap pendapatan pajak. Rasio itulah yang dianggap mendekati kehati-hatian pengelolaan fiskal. Tengoklah Amerika Serikat. Rasio utang terhadap PDB mereka memang tinggi, sekitar 130%. Namun, rasio pembayaran cicilan utang terhadap pendapatan pajak mereka rata-rata di angka 14% hingga 16%, masih di bawah pedoman aman menurut IMF yang 20%.
Saya, juga Anda semua, yang mungkin risau terhadap utang negara yang jatuh tempo, berharap agar pemerintahan ke depan lebih mengikuti mazhab terakhir ketimbang terus-terusan merasa aman atas rasio utang terhadap PDB. Semoga saja didengar dan terus didengar.
JUDUL di atas ialah ungkapan harapan. Meski demikian, sejauh ini yang terjadi justru memperlihatkan tanda-tanda sebaliknya.
ULISAN ini merupakan episode ke sekian yang membahas kelas menengah. Saya bilang ke sekian karena saya belum sempat menghitungnya kembali.
DALAM Kongres Muhammadiyah di Yogyakarta pada 1922, pendiri persyarikatan KH Ahmad Dahlan menyampaikan pidato yang menggetarkan berjudul Tali Pengikat Hidup.
“APALAH arti sebuah nama,” kata pujangga Inggris William Shakespeare. Akan tetapi, dalam sistem ketatanegaraan negeri ini, nama punya arti. Perubahan nama justru memantik kontroversi.
SEJUMLAH teman, beberapa tahun lalu, mengidentifikasikan diri sebagai kelas menengah. Puncak kelas menengah, malah.
WHAT'S in a name? Apalah arti sebuah nama? Begitu William Shakespeare bilang. Apalah arti sebuah gelar? Begitu kira-kira Fathul Wahid berujar.
SEORANG perempuan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, tega membunuh temannya, sesama ibu rumah tangga, hanya gara-gara tak diberi pinjaman uang sebesar Rp1 juta
SUATU kali, kolumnis beken Mahbub Djunaidi amat risau dengan banyaknya penghalusan bahasa yang tidak hanya digunakan para pejabat, tapi juga dipakai wartawan di sejumlah koran
Perempuan pertama yang menjadi wapres dalam sejarah AS itu memiliki rekam jejak yang kinclong.
HEBOH soal mobil dinas sudah menjadi tabiat lima tahunan KPU. Mobil dinas menjadi sorotan dan rebutan sejak KPU dibentuk pertama kali.
ADA sebuah pantun unik berbahasa Madura yang menggambarkan persatuan. Disebut unik karena meskipun berbahasa Madura, pantun itu tidak ditemukan di 'Pulau Garam' itu
TEMAN saya yang satu ini kembali uring-uringan. Ia kesal, marah, geram setelah membaca sebuah artikel lewat telepon pintarnya
DEWAN Perwakilan Daerah (DPD), bersama otonomi daerah, sejatinya merupakan anak kandung reformasi. Keduanya amat krusial bagi upaya pemerataan pembangunan nasional.
BUNG Karno kerap menyebut bahwa kita ialah bangsa besar. Indonesia bangsa besar karena didirikan manusia-manusia berjiwa besar.
Hakim Eman diketahui rajin menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
INDUSTRI farmasi tumbuh subur, tetapi harga obat selangit. Argumentasi usang terkait dengan harga yang mahal ialah 95% bahan baku obat masih impor.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved