Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Pinter Keblinger

Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group
16/5/2024 05:00
Pinter Keblinger
Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group(Ebet)

KEBLINGER. Itu kata yang dipilih mantan Menko Polhukam dan eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD saat mengomentari draf revisi Undang-Undang No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang kini sedang digodok di DPR. Yang ia sebut keblinger utamanya ialah isi Pasal 56 ayat 2 poin c yang memuat pelarangan terhadap media menayangkan hasil liputan investigatif.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indinesia (KBBI), keblinger punya arti sesat atau keliru. Ada pula yang mengartikannya salah langkah, salah pikir, atau dalam bahasa yang lebih halus, gagal paham. Kita sederhanakan saja, keblinger dalam konteks komentar Mahfud tersebut barangkali maksudnya ialah sesat pikir. 

Bagaimana tidak sesat pikir kalau sebuah upaya revisi aturan, yang semestinya untuk memperbaiki, malah berpotensi merusak yang sudah berjalan baik. Yang bakal dirusak pun bukan main-main, yakni iklim kebebasan berekspresi dan ruang pengawasan publik melalui pers. Pantas saja kalau Mahfud dan para pegiat media menyebut draf aturan tersebut sebagai produk keblinger. 

Kalau produknya keblinger, apakah pembuatnya juga keblinger? Ya, mungkin saja. Di Jawa, ada istilah pinter keblinger, artinya orang yang pintar dan berilmu, tapi tersesat jalan karena terlalu mengagungkan kepintarannya. Dalam kasus ini, kiranya orang-orang pintar perancang draf revisi UU Penyiaran itu tersesat, bukan hanya karena kepintaran mereka, melainkan juga karena kepentingan.

Orang-orang pinter keblinger itu sebetulnya pasti tahu betul melarang penyiaran jurnalistik investigasi sama saja dengan mengekang karya atau produk jurnalistik profesional. Mereka juga tentu paham upaya pengekangan seperti itu merupakan pelanggaran terhadap UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang justru dibuat untuk melindungi independensi dan kebebasan pers.

Akan tetapi, dalam konteks penyusunan draf revisi UU Penyiaran tersebut kita bisa melihat aroma kepentingan si pembuat undang-undang tampaknya lebih kental ketimbang kepentingan publik. Nafsu untuk melakukan intervensi sepertinya lebih menonjol daripada spirit penghormatan terhadap kebebasan pers.

Padahal, dalam iklim kemerdekaan pers, jurnalisme, terutama jurnalisme investigatif, mestinya dijauhkan dari penyensoran, pelarangan, apalagi pembungkaman. Ia menjadi alat kontrol terhadap kebijakan atau tindakan yang dirasa melenceng dari common sense dan berpotensi merugikan masyarakat luas. 

Selama ini, harus diakui bahwa banyak karya jurnalistik investigasi berhasil mengubah keadaan menjadi lebih baik. Cukup banyak skandal pelanggaran terhadap kepentingan publik yang berhasil terbongkar melalui produk jurnalistik investigasi. Di satu sisi, memang kepentingan publik terpenuhi. Namun, di lain sisi, kepentingan sebagian kelompok pasti akan terganggu. 

Lantas, apakah alasan itu yang mendasari munculnya draf aturan nyeleneh soal larangan penayangan jurnalistik investigasi? Apakah karena ada kepentingan politik, hukum, atau ekonomi dari sekelompok pihak yang terganggu sehingga produk siaran jurnalistik investigasi harus dibatasi, disensor, bahkan dilarang? 

Kalau itu alasannya, benar kata Mahfud, ini sudah betul-betul keblinger. Kini, yang tersisa tinggal harapan, mudah-mudahan saja keblingernya cuma pada tahap penyusunan draf. Tidak keterusan sampai berlanjut saat pembahasan di ruang rapat DPR nanti. 

Memang, sejumlah politikus di DPR sudah bersuara. Mereka menyebut tidak ada tendensi atau niat untuk membungkam kebebasan pers di republik ini melalui revisi undang-undang tersebut. Namun, pada perjalanan pembahasan nanti, siapa yang tahu? Rasanya masih sulit bagi kita untuk percaya 100% omongan politikus, semanis apa pun omongan itu.

Kita mungkin hanya bisa berharap, setelah muncul kritik keras dari berbagai kalangan, dari insan pers sampai ahli hukum tata negara sekelas Mahfud MD, bahkan Dewan Pers juga menyatakan menolak draf revisi itu, sungguh tak elok apabila para wakil rakyat di parlemen masih mempertahankan 'keblingeran' yang sama. Kiranya mereka patut mendudukkan lagi spirit awal dari revisi UU Penyiaran itu, untuk tujuan apa dan untuk kepentingan siapa.

Orang pinter tak mesti keblinger. Bahkan orang pinter sungguhan, bukan yang keminter alias sok pintar, sesungguhnya lebih mampu menjaga diri agar tak keblinger. Kita tunggu saja saat pembahasan nanti, apakah laku para legislator kita menunjukkan mereka orang pinter beneran atau cuma orang yang berpura-pura pintar dan gampang keblinger.

 



Berita Lainnya
  • Kaya sebelum Tua

    01/8/2024 05:00

    JUDUL di atas ialah ungkapan harapan. Meski demikian, sejauh ini yang terjadi justru memperlihatkan tanda-tanda sebaliknya.

  • Kisah kian Resah Kelas Menengah

    31/7/2024 05:00

    ULISAN ini merupakan episode ke sekian yang membahas kelas menengah. Saya bilang ke sekian karena saya belum sempat menghitungnya kembali.

  • Tambang Berkemajuan

    30/7/2024 05:00

    DALAM Kongres Muhammadiyah di Yogyakarta pada 1922, pendiri persyarikatan KH Ahmad Dahlan menyampaikan pidato yang menggetarkan berjudul Tali Pengikat Hidup.

  • Pensiunan Agung

    29/7/2024 05:00

    “APALAH arti sebuah nama,” kata pujangga Inggris William Shakespeare. Akan tetapi, dalam sistem ketatanegaraan negeri ini, nama punya arti. Perubahan nama justru memantik kontroversi.

  • Resah Gongahwah

    27/7/2024 05:00

    SEJUMLAH teman, beberapa tahun lalu, mengidentifikasikan diri sebagai kelas menengah. Puncak kelas menengah, malah.

  • Jangan Panggil Dia Profesor

    26/7/2024 05:00

    WHAT'S in a name? Apalah arti sebuah nama? Begitu William Shakespeare bilang. Apalah arti sebuah gelar? Begitu kira-kira Fathul Wahid berujar.  

  • Antara Miskin dan Bahagia

    25/7/2024 05:00

    SEORANG perempuan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, tega membunuh temannya, sesama ibu rumah tangga, hanya gara-gara tak diberi pinjaman uang sebesar Rp1 juta

  • Horor Guru Honor

    24/7/2024 05:00

    SUATU kali, kolumnis beken Mahbub Djunaidi amat risau dengan banyaknya penghalusan bahasa yang tidak hanya digunakan para pejabat, tapi juga dipakai wartawan di sejumlah koran

  • Welcome Kamala Harris

    23/7/2024 05:00

    Perempuan pertama yang menjadi wapres dalam sejarah AS itu memiliki rekam jejak yang kinclong.

  • Lucu-Lucu Mobil Dinas

    22/7/2024 05:00

    HEBOH soal mobil dinas sudah menjadi tabiat lima tahunan KPU. Mobil dinas menjadi sorotan dan rebutan sejak KPU dibentuk pertama kali.

  • Ma’ Olle Salamet Tengka Salana

    20/7/2024 05:00

    ADA sebuah pantun unik berbahasa Madura yang menggambarkan persatuan. Disebut unik karena meskipun berbahasa Madura, pantun itu tidak ditemukan di 'Pulau Garam' itu

  • Menyoal Rencana Asuransi Mobil Motor

    19/7/2024 05:00

    TEMAN saya yang satu ini kembali uring-uringan. Ia kesal, marah, geram setelah membaca sebuah artikel lewat telepon pintarnya

  • Kamar Reyot Senator

    18/7/2024 05:00

    DEWAN Perwakilan Daerah (DPD), bersama otonomi daerah, sejatinya merupakan anak kandung reformasi. Keduanya amat krusial bagi upaya pemerataan pembangunan nasional.

  • Jiwa Besar

    17/7/2024 05:00

    BUNG Karno kerap menyebut bahwa kita ialah bangsa besar. Indonesia bangsa besar karena didirikan manusia-manusia berjiwa besar.

  • Kemerdekaan Hakim Eman

    16/7/2024 05:00

    Hakim Eman diketahui rajin menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).

  • Dokter di Balik Harga Obat Mahal

    15/7/2024 05:00

    INDUSTRI farmasi tumbuh subur, tetapi harga obat selangit. Argumentasi usang terkait dengan harga yang mahal ialah 95% bahan baku obat masih impor.