Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Marapi bukan Serenade Lagi

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
15/5/2024 05:00
Marapi bukan Serenade Lagi
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(Ebet)

DI lereng Marapi, alam yang hijau berkisah,

Serenade dari daun-daun yang menari bersahaja.

Angin lembut membawa melodi sejuk,

Menyentuh hati dalam irama alam yang kaya.

 

Pohon-pohon tua menari dengan riang,

Menyambut matahari pagi dengan sinar yang cerah.

Embun di daun bercerita tentang kehidupan,

Sebuah serenade di bawah langit yang biru jernih.

 

Rimba yang hijau, tempat rahasia tersembunyi,

Hutan yang tumbuh dengan penuh kehidupan.

Serenade ini, laksana bisikan angin,

Merayakan keindahan yang tak tergambarkan.

 

Sajak di atas saya sitat dari edunasia.org yang diberi judul Serenade di Lereng Marapi: Puisi untuk Alam yang Hijau. Gunung Marapi yang tenang, digambarkan serupa serenade: nyanyian indah menyambut senja. Bagi orang Minang, Gunung Marapi bak 'pusaka'.

Gunung Marapi bukanlah sekadar tumpukan tanah dan batu yang tinggi. Bagi suku Minangkabau, gunung ini bernilai tuah yang jauh dari sebatas gunung. Dalam tambo, kisah adat Minangkabau, Gunung Marapi merupakan gunung asal muasal peradaban etnik Minangkabau. Ada cerita 'sajak gunuang marapi sagadang talua itiak' (Gunung Marapi sebesar telur itik) yang menyebutkan niniak moyang (nenek moyang) orang Minang berlabuh di puncak gunung tersebut. Setelah banjir surut, mereka menyisiri punggung gunung dan sampailah di Nagari Tuo Pariangan (kini wilayah Kabupaten Tanah Datar).

Gunung Marapi, nyatanya tak cuma indah nan tenang. Ia bisa berubah 'galak'. Kini, kegalakan itulah yang terjadi akhir pekan lalu. Hujan dengan intensitas tinggi dan terus-menerus terjadi menggugurkan tumpukan material vulkanis. Kelindan air dan material vulkanis hasil tumpukan erupsi Marapi beberapa waktu lalu yang mengendap itu menggerojok bersalin rupa air bah yang menyapu sejumlah wilayah di kaki gunung api aktif itu. Material tersebut hanyut terbawa air hujan ke arah hilir.

Material dari erupsi Gunung Marapi berupa lahar dingin yang hanyut tersebut terbawa hingga menerjang Kabupaten Agam, Tanah Datar, Padang Panjang, dan Padang Pariaman di Sumatra Barat. Hingga Selasa pagi, telah ditemukan 47 korban meninggal dunia. Selain itu, masih ada belasan orang dinyatakan hilang.

Kita berduka untuk tragedi alam yang mematikan itu. Sudah habis kata-kata pengingat, betapa kematian demi kematian anak bangsa senantiasa kita harapkan menjadi pelajaran. Tapi, kata-kata telah menguap seperti kehilangan makna. Kematian demi kematian belum juga mengakhiri kebebalan.

Di forum ini, saya pernah mengutip hadis Nabi yang berbunyi wakafaa bil mauti waidzo, yang artinya, 'Dan cukuplah kematian menjadi nasihat'. Sandaran religi mestinya sanggup menjadikan kita semua ingat bahwa cukuplah kematian itu sebagai bahan evaluasi agar tidak terulang di lain hari.

Kalau seruan itu kita jalankan, korban bisa kita minimalkan. Kalau ikhtiar menjadi tindak lanjut aksi, mungkin tidak perlu kematian menjadi kenyataan yang memilukan. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sebenarnya sudah mengingatkan potensi bahaya guguran material vulkanis Gunung Marapi, tiga hari sebelum banjir lahar dingin.

Ketika itu, BMKG menyebutkan bahwa hujan dengan intensitas tinggi akan terjadi selama tiga hari terus-menerus. Karena itu, warga di kaki Gunung Marapi mesti waspada. Pemerintah daerah di wilayah sekitar Marapi juga mesti siap siaga menghadapi berbagai kemungkinan.

Namun, semua sudah terlambat. Peringatan, entah tidak sampai atau tidak dihiraukan, tinggal peringatan. Aktivitas berjalan normal seolah tidak ada bahaya yang mengancam. Semua masih terlena oleh semilir angin dan gambaran Gunung Marapi bak serenade. Hingga akhirnya, bencana itu datang. Serenade berubah menjadi rekuiem, nyanyian doa kematian.

Tapi, seperti nyanyian dan pertanyaan Ebiet G Ade, 'Barangkali di sana ada jawabnya, mengapa di tanahku terjadi bencana. Mungkin Tuhan mulai bosan, melihat tingkat kita. Yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa. Atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita. Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang'.

Semoga pada rumput yang bergoyang kita benar-benar mendapatkan jawabannya.



Berita Lainnya
  • Kaya sebelum Tua

    01/8/2024 05:00

    JUDUL di atas ialah ungkapan harapan. Meski demikian, sejauh ini yang terjadi justru memperlihatkan tanda-tanda sebaliknya.

  • Kisah kian Resah Kelas Menengah

    31/7/2024 05:00

    ULISAN ini merupakan episode ke sekian yang membahas kelas menengah. Saya bilang ke sekian karena saya belum sempat menghitungnya kembali.

  • Tambang Berkemajuan

    30/7/2024 05:00

    DALAM Kongres Muhammadiyah di Yogyakarta pada 1922, pendiri persyarikatan KH Ahmad Dahlan menyampaikan pidato yang menggetarkan berjudul Tali Pengikat Hidup.

  • Pensiunan Agung

    29/7/2024 05:00

    “APALAH arti sebuah nama,” kata pujangga Inggris William Shakespeare. Akan tetapi, dalam sistem ketatanegaraan negeri ini, nama punya arti. Perubahan nama justru memantik kontroversi.

  • Resah Gongahwah

    27/7/2024 05:00

    SEJUMLAH teman, beberapa tahun lalu, mengidentifikasikan diri sebagai kelas menengah. Puncak kelas menengah, malah.

  • Jangan Panggil Dia Profesor

    26/7/2024 05:00

    WHAT'S in a name? Apalah arti sebuah nama? Begitu William Shakespeare bilang. Apalah arti sebuah gelar? Begitu kira-kira Fathul Wahid berujar.  

  • Antara Miskin dan Bahagia

    25/7/2024 05:00

    SEORANG perempuan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, tega membunuh temannya, sesama ibu rumah tangga, hanya gara-gara tak diberi pinjaman uang sebesar Rp1 juta

  • Horor Guru Honor

    24/7/2024 05:00

    SUATU kali, kolumnis beken Mahbub Djunaidi amat risau dengan banyaknya penghalusan bahasa yang tidak hanya digunakan para pejabat, tapi juga dipakai wartawan di sejumlah koran

  • Welcome Kamala Harris

    23/7/2024 05:00

    Perempuan pertama yang menjadi wapres dalam sejarah AS itu memiliki rekam jejak yang kinclong.

  • Lucu-Lucu Mobil Dinas

    22/7/2024 05:00

    HEBOH soal mobil dinas sudah menjadi tabiat lima tahunan KPU. Mobil dinas menjadi sorotan dan rebutan sejak KPU dibentuk pertama kali.

  • Ma’ Olle Salamet Tengka Salana

    20/7/2024 05:00

    ADA sebuah pantun unik berbahasa Madura yang menggambarkan persatuan. Disebut unik karena meskipun berbahasa Madura, pantun itu tidak ditemukan di 'Pulau Garam' itu

  • Menyoal Rencana Asuransi Mobil Motor

    19/7/2024 05:00

    TEMAN saya yang satu ini kembali uring-uringan. Ia kesal, marah, geram setelah membaca sebuah artikel lewat telepon pintarnya

  • Kamar Reyot Senator

    18/7/2024 05:00

    DEWAN Perwakilan Daerah (DPD), bersama otonomi daerah, sejatinya merupakan anak kandung reformasi. Keduanya amat krusial bagi upaya pemerataan pembangunan nasional.

  • Jiwa Besar

    17/7/2024 05:00

    BUNG Karno kerap menyebut bahwa kita ialah bangsa besar. Indonesia bangsa besar karena didirikan manusia-manusia berjiwa besar.

  • Kemerdekaan Hakim Eman

    16/7/2024 05:00

    Hakim Eman diketahui rajin menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).

  • Dokter di Balik Harga Obat Mahal

    15/7/2024 05:00

    INDUSTRI farmasi tumbuh subur, tetapi harga obat selangit. Argumentasi usang terkait dengan harga yang mahal ialah 95% bahan baku obat masih impor.