Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
EKSISTENSI organisasi kemasyarakatan (ormas) dalam sejarah perjuangan bangsa tak bisa dielakkan lagi. Kehadiran mereka hingga kini masih terus dirasakan masyarakat.
Mereka hadir membentengi dan memberdayakan masyarakat serta menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia. Contohnya ialah dua ormas terbesar di Tanah Air, yakni Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Juga banyak lagi ormas yang bercorak keagamaan dan nasionalis memiliki peran yang sama.
NU memiliki anggota sekitar 90 juta jiwa lahir di Surabaya, Jawa Timur, pada 31 Januari 1926 atau 16 Rajab 1344 Hijriah. NU kini berusia satu abad. Pembentukan NU tak bisa lepas dari peran sejumlah ulama besar, yakni KH Hasyim Asy'ari, KH Wahab Chasbullah, dan KH Bisri Syansuri.
Sementara itu, Persyarikatan Muhammadiyah yang diperkirakan beranggotakan sekitar 60 juta jiwa lahir di Kauman Yogyakarta pada 18 November 1912 atau 8 Dzulhijjah 1330 Hijriah. Pendiri Muhammadiyah ialah seorang kiai yang dikenal alim, cerdas, dan berjiwa pembaru, yakni KH Ahmad Dahlan, yang memiliki nama kecil Muhammad Darwisy.
Keberadaan ormas wabil khusus ormas keagamaan menjadi bahan perbincangan setelah Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan rencana pemerintah memberikan izin usaha pertambangan (IUP) kepada sejumlah ormas keagamaan.
"Di saat Indonesia ini belum merdeka emang siapa yang memerdekakan bangsa ini? Di saat agresi militer di 1948 yang membuat fatwa jihad emang siapa? Emang konglomerat? Perusahaan? Yang buat tokoh agama," ungkap Bahlil di kantornya, Jakarta, Senin (29/4).
Bahlil bukan orang yang pertama yang mengatakan pemerintah akan memberikan IUP kepada ormas keagamaan. Pernyataan calon presiden Prabowo Subianto yang mengatakan IUP bekas badan usaha swasta yang diberikan kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) viral di media sosial. "Pemerintah Pak Jokowi sudah mencabut 2.600 izin tambang dari swasta-swasta dan sudah diberikan, pertama ke PBNU. Itu pancing-pancing yang akan dibagi," tutur Prabowo dalam Diskusi Bersama Perwakilan Kiai Kampung Se-Indonesia di Malang, Sabtu (18/11/2023).
Obral IUP ke ormas, terutama ormas keagamaan, ditengarai sejumlah pihak sebagai bagian dari strategi kampanye untuk mendukung salah satu paslon dalam Pilpres 2024. Pasalnya, ormas keagamaan jauh dari dunia pertambangan sehingga teramat aneh jika memperoleh jatah IUP.
Namun, pemerintah pantang mundur. Pada 16 Oktober 2023 Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2023 tentang Pengalokasian Lahan bagi Penataan Investasi.
Menurut Pasal 4 dalam perpres tersebut, kriteria ormas yang akan mendapatkan IUP ialah berbadan hukum, terdaftar dalam sistem informasi ormas yang diselenggarakan pemerintah, memiliki lingkup kegiatan kemasyarakatan secara nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai ormas, dan mengelola sumber daya ekonomi, melestarikan lingkungan hidup, serta memelihara norma, nilai, etika, dan budaya yang hidup dalam masyarakat.
Gayung bersambut, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah mengapresiasi upaya pemerintah memberikan IUP untuk ormas keagamaan. Namun, sebagian kalangan menolak rencana bagi-bagi IUP ke ormas, seperti disampaikan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam).
Alasannya, pemberian IUP ke ormas tidak memiliki dasar hukum. Selain itu, ormas tidak memiliki kemampuan mengelola pertambangan. Menurut LSM itu, jangan sampai ormas hanya menjadi broker atau calo pertambangan sehingga terjadi penambangan yang ugal-ugalan, membahayakan lingkungan dan masyarakat sekitar.
Bila kita melihat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, tidak ada kata 'ormas' di dalamnya. Pasal 38 menyebutkan IUP diberikan kepada badan usaha, koperasi, atau perusahaan perseorangan.
Badan usaha yang dimaksud UU tersebut ialah setiap badan hukum yang bergerak di bidang pertambangan yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan dalam wilayah NKRI.
Ormas keagamaan sebaiknya menolak IUP untuk mereka karena bisnis pertambangan memiliki mudarat lebih banyak ketimbang maslahat. Mudaratnya antara lain kerusakan lingkungan (damage of environment), menurunnya kesehatan masyarakat, dan konflik sosial.
Memang tak bisa dimungkiri kontribusi sektor pertambangan terhadap produk domestik bruto Indonesia sangat besar senilai Rp2.198,0 8 triliun (10,52%) pada 2023, setelah industri pengolahan, perdagangan, dan pertanian. Namun, pemerintah seharusnya memiliki banyak strategi untuk mendongkrak pendapatan negara sesuai dengan konsep lingkungan, sosial, dan tata kelola atau environmental, social, and governance (ESG) sehingga memiliki daya saing global.
Bagi NU dan Muhammadiyah, menyikapi polemik IUP tepat apabila kembali pada kaidah ushul fiqh, yakni dar'u al mafasid muqaddamun 'ala jalbi al-mashalih. Artinya, mencegah kerusakan harus didahulukan ketimbang menarik manfaat. Tabik!
JUDUL di atas ialah ungkapan harapan. Meski demikian, sejauh ini yang terjadi justru memperlihatkan tanda-tanda sebaliknya.
ULISAN ini merupakan episode ke sekian yang membahas kelas menengah. Saya bilang ke sekian karena saya belum sempat menghitungnya kembali.
DALAM Kongres Muhammadiyah di Yogyakarta pada 1922, pendiri persyarikatan KH Ahmad Dahlan menyampaikan pidato yang menggetarkan berjudul Tali Pengikat Hidup.
“APALAH arti sebuah nama,” kata pujangga Inggris William Shakespeare. Akan tetapi, dalam sistem ketatanegaraan negeri ini, nama punya arti. Perubahan nama justru memantik kontroversi.
SEJUMLAH teman, beberapa tahun lalu, mengidentifikasikan diri sebagai kelas menengah. Puncak kelas menengah, malah.
WHAT'S in a name? Apalah arti sebuah nama? Begitu William Shakespeare bilang. Apalah arti sebuah gelar? Begitu kira-kira Fathul Wahid berujar.
SEORANG perempuan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, tega membunuh temannya, sesama ibu rumah tangga, hanya gara-gara tak diberi pinjaman uang sebesar Rp1 juta
SUATU kali, kolumnis beken Mahbub Djunaidi amat risau dengan banyaknya penghalusan bahasa yang tidak hanya digunakan para pejabat, tapi juga dipakai wartawan di sejumlah koran
Perempuan pertama yang menjadi wapres dalam sejarah AS itu memiliki rekam jejak yang kinclong.
HEBOH soal mobil dinas sudah menjadi tabiat lima tahunan KPU. Mobil dinas menjadi sorotan dan rebutan sejak KPU dibentuk pertama kali.
ADA sebuah pantun unik berbahasa Madura yang menggambarkan persatuan. Disebut unik karena meskipun berbahasa Madura, pantun itu tidak ditemukan di 'Pulau Garam' itu
TEMAN saya yang satu ini kembali uring-uringan. Ia kesal, marah, geram setelah membaca sebuah artikel lewat telepon pintarnya
DEWAN Perwakilan Daerah (DPD), bersama otonomi daerah, sejatinya merupakan anak kandung reformasi. Keduanya amat krusial bagi upaya pemerataan pembangunan nasional.
BUNG Karno kerap menyebut bahwa kita ialah bangsa besar. Indonesia bangsa besar karena didirikan manusia-manusia berjiwa besar.
Hakim Eman diketahui rajin menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
INDUSTRI farmasi tumbuh subur, tetapi harga obat selangit. Argumentasi usang terkait dengan harga yang mahal ialah 95% bahan baku obat masih impor.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved