Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Menerima dengan Kritis

Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group
25/4/2024 05:00
Menerima dengan Kritis
Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group(Ebet)

PEMILIHAN umum sering diibaratkan sebuah kompetisi atau pertandingan politik. Serupa dengan pertandingan olahraga, di situ ada aturan main yang mesti ditaati, ada wasit sebagai pengadil, ada prinsip fair play yang harus dipegang teguh. Di akhir kompetisi atau pertandingan, tentu ada pihak yang menang, ada kubu yang kalah.

 

Sepanas-panasnya atmosfer pertandingan, pada akhirnya semua mesti menerima hasil akhir itu. Seburuk-buruknya kepemimpinan pengadil hingga dirasa merugikan salah satu pihak, ketika pertandingan usai, hasil akhir nyaris tidak mungkin bisa diubah.

Bagi yang kalah, marah wajar, kecewa lumrah, menggerundel pun boleh. Namun, ketika pengadil yang lebih tinggi pun sudah memastikan hasil pertandingan itu sah, kemarahan, kekecewaan, dan gerutuan kiranya tak elok diteruskan. Bisa-bisa malah bikin sakit hati berkepanjangan atau bahkan memicu darah tinggi.

Sebagai analogi, laga perdana Piala Asia U-23 di Grup A yang mempertemukan timnas Indonesia U-23 melawan tuan rumah Qatar U-23, pekan lalu, tampaknya sangat pas untuk mendeskripsikan itu. Pengadil yang tidak 'netral', pemain lawan yang gemar memprovokasi dengan drama-drama menjengkelkan, semua ada. Lengkap.

Soal pengadil, kurang buruk apa kinerja wasit Nasrullo Kabirov saat memimpin pertandingan itu? Banyak keputusan kontroversial dari wasit berkebangsaan Tajikistan itu yang sangat merugikan anak asuh Shin Tae-yong. Termasuk dua kartu merah yang ia keluarkan kepada punggawa timnas ‘Garuda’ dan penalti yang ia 'hadiahkan' kepada tim tuan rumah.

Wajar saja kalau masyarakat Indonesia, terutama para pecinta dan pendukung timnas geram, marah, dan mengutuki kerja wasit itu. Menurut mereka, pengadil yang berat sebelah itu menjadi pangkal kekalahan Indonesia di pertandingan tersebut. Pada laga itu, Rizky Ridho dkk harus mengakui keunggulan Qatar dengan skor 0-2.

Netizen Indonesia ngamuk. Sejumlah unggahan di akun Instagram pribadi wasit Kabirov ataupun akun resmi AFC langsung dibombardir komentar-komentar yang semuanya berisikan ekspresi kekecewaan dan kemarahan suporter timnas. Seperti biasa, kalau netizen Indonesia sudah marah, seng ada lawan.

Tidak cuma dari dalam negeri, media asing sekelas ESPN juga ikut menyoroti kepemimpinan wasit. ‘Ketika Indonesia kalah 2-0 dari tuan rumah Qatar dalam pertandingan pembuka Piala Asia AFC U-23 2024, reaksi setelahnya berpusat pada kemarahan terhadap keputusan penting wasit. Dan hal itu dapat dimengerti’, tulis ESPN.

Akan tetapi, kecaman dan kemarahan itu pada akhirnya tidak mampu mengubah keadaan. Bahkan, protes resmi yang dilayangkan PSSI kepada AFC terkait dengan keputusan-keputusan kontroversial wasit di laga pembuka itu ditolak alias tak menghasilkan apa-apa.

Artinya, meskipun sambil menggerundel, the show must go on. Sebesar apa pun kekecewaan yang diterima, pertunjukan tetap jalan terus. Respons yang positif akhirnya membuahkan hasil yang juga positif.

Keberhasilan ‘Garuda’ move on dari kegagalan di pertandingan pertama, berbuah manis dengan keberhasilan mereka mengemas kemenangan di sisa dua pertandingan Grup A. Australia dibekuk dengan skor tipis 1-0, berikutnya Yordania gantian dilibas 4-1. Indonesia, sang debutan di Piala Asia U-23, pun lolos ke perempat final.

Prinsip dan konsep antara pertandingan sepak bola dan pertandingan politik alias pemilu, sejatinya tidak beda. Menerima hasil kompetisi, sekalipun prosesnya terkadang menyakitkan, ialah modal untuk kita mau dan mampu move on, beranjak lepas dari bayang-bayang kekecewaan. Itu setidaknya sudah ditunjukkan anak-anak muda di skuad ‘Garuda’.

Kini, pemilu usai. Gugatan sengketa pilpres sudah diputuskan Mahkamah Konstitusi. KPU juga sudah menggelar penetapan hasil Pilpres 2024 yang menempatkan pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai presiden dan wakil presiden terpilih.

Suka tidak suka, puas tidak puas, masyarakat mesti menerima itu. Publik kiranya perlu diajak untuk menyikapi hasil pemilu itu sebagai realitas politik dan konsekuensi logis dari sistem demokrasi yang dipilih bangsa Indonesia. Dari situ baru kita bisa bergerak dan melangkah menjemput kemajuan yang diimpi-impikan.

Namun, kalau menilik proses Pemilu 2024 yang banyak dituding kotor dan melenceng dari prinsip demokrasi dan itu mendapat konfirmasi dari dissenting opinion

 yang diberikan tiga hakim konstitusi dalam putusan sengketa Pilpres 2024, eloknya penerimaan atas hasil pemilu itu tetap disertai dengan catatan-catatan kritis.

Pertandingan kali ini memang sudah selesai, tetapi masih akan ada pertandingan-pertandingan lain yang harus dijaga kelurusan dan keadaban prosesnya. Catatan kritis itu menjadi refleksi untuk penyelenggaraan pemilu yang lebih baik di masa depan.

 



Berita Lainnya
  • Kaya sebelum Tua

    01/8/2024 05:00

    JUDUL di atas ialah ungkapan harapan. Meski demikian, sejauh ini yang terjadi justru memperlihatkan tanda-tanda sebaliknya.

  • Kisah kian Resah Kelas Menengah

    31/7/2024 05:00

    ULISAN ini merupakan episode ke sekian yang membahas kelas menengah. Saya bilang ke sekian karena saya belum sempat menghitungnya kembali.

  • Tambang Berkemajuan

    30/7/2024 05:00

    DALAM Kongres Muhammadiyah di Yogyakarta pada 1922, pendiri persyarikatan KH Ahmad Dahlan menyampaikan pidato yang menggetarkan berjudul Tali Pengikat Hidup.

  • Pensiunan Agung

    29/7/2024 05:00

    “APALAH arti sebuah nama,” kata pujangga Inggris William Shakespeare. Akan tetapi, dalam sistem ketatanegaraan negeri ini, nama punya arti. Perubahan nama justru memantik kontroversi.

  • Resah Gongahwah

    27/7/2024 05:00

    SEJUMLAH teman, beberapa tahun lalu, mengidentifikasikan diri sebagai kelas menengah. Puncak kelas menengah, malah.

  • Jangan Panggil Dia Profesor

    26/7/2024 05:00

    WHAT'S in a name? Apalah arti sebuah nama? Begitu William Shakespeare bilang. Apalah arti sebuah gelar? Begitu kira-kira Fathul Wahid berujar.  

  • Antara Miskin dan Bahagia

    25/7/2024 05:00

    SEORANG perempuan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, tega membunuh temannya, sesama ibu rumah tangga, hanya gara-gara tak diberi pinjaman uang sebesar Rp1 juta

  • Horor Guru Honor

    24/7/2024 05:00

    SUATU kali, kolumnis beken Mahbub Djunaidi amat risau dengan banyaknya penghalusan bahasa yang tidak hanya digunakan para pejabat, tapi juga dipakai wartawan di sejumlah koran

  • Welcome Kamala Harris

    23/7/2024 05:00

    Perempuan pertama yang menjadi wapres dalam sejarah AS itu memiliki rekam jejak yang kinclong.

  • Lucu-Lucu Mobil Dinas

    22/7/2024 05:00

    HEBOH soal mobil dinas sudah menjadi tabiat lima tahunan KPU. Mobil dinas menjadi sorotan dan rebutan sejak KPU dibentuk pertama kali.

  • Ma’ Olle Salamet Tengka Salana

    20/7/2024 05:00

    ADA sebuah pantun unik berbahasa Madura yang menggambarkan persatuan. Disebut unik karena meskipun berbahasa Madura, pantun itu tidak ditemukan di 'Pulau Garam' itu

  • Menyoal Rencana Asuransi Mobil Motor

    19/7/2024 05:00

    TEMAN saya yang satu ini kembali uring-uringan. Ia kesal, marah, geram setelah membaca sebuah artikel lewat telepon pintarnya

  • Kamar Reyot Senator

    18/7/2024 05:00

    DEWAN Perwakilan Daerah (DPD), bersama otonomi daerah, sejatinya merupakan anak kandung reformasi. Keduanya amat krusial bagi upaya pemerataan pembangunan nasional.

  • Jiwa Besar

    17/7/2024 05:00

    BUNG Karno kerap menyebut bahwa kita ialah bangsa besar. Indonesia bangsa besar karena didirikan manusia-manusia berjiwa besar.

  • Kemerdekaan Hakim Eman

    16/7/2024 05:00

    Hakim Eman diketahui rajin menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).

  • Dokter di Balik Harga Obat Mahal

    15/7/2024 05:00

    INDUSTRI farmasi tumbuh subur, tetapi harga obat selangit. Argumentasi usang terkait dengan harga yang mahal ialah 95% bahan baku obat masih impor.