Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
KEJAYAAN suatu bangsa bukan ditentukan luasnya wilayah atau besarnya jumlah penduduk bangsa itu, melainkan oleh kemampuan dan kekuatan manusianya. Kalimat masyhur itu pernah dikutip Bung Karno demi menggembleng bangsa ini saat baru merdeka. Saya sepenuhnya sepakat dengan kalimat itu.
Sepakat bukan sembarang sepakat, melainkan atas dasar fakta sejarah bangsa-bangsa besar kini, yang jejaknya ditentukan warisan kehebatan manusia mereka masa lampau. Studi komparatif menemukan modal manusialah yang paling menentukan daya sintas suatu bangsa. Bila manusianya lembek, sulit bagi sebuah bangsa untuk menggapai kejayaan. Sebaliknya, ketangguhan manusia di suatu bangsa akan membuat bangsa itu bersinar dan gemilang di kemudian hari.
Tengoklah Prusia, salah satu kerajaan di Jerman. Prusia kalah perang dari Prancis pada 1806. Begitu kalah, dalam pidatonya di depan rakyatnya, Raja Friedrich Wilhem III mengatakan negara harus menggantikan apa yang sudah kalah secara fisik dari Prancis dengan kekayaan intelektual.
Karena itu, pada 1810, berdirilah Universitas Berlin yang kemudian menjadi pelopor universitas riset di seluruh dunia. Pendirian Universitas Berlin merupakan cara Prusia untuk mengompensasi kekalahan secara fisik karena perang dengan kekayaan intelektual. Kini, bukan cuma Prusia yang dikenal sebagai bangsa besar, melainkan juga seluruh Jerman.
Kisah serupa terjadi pada Jepang. Setelah kalah dalam Perang Dunia II, di balik keruntuhan Jepang, Kaisar Hirohito tidak bertanya berapa jumlah pabrik yang masih tersedia. Sang Kaisar bertanya berapa jumlah guru yang masih tersedia. Kita pun menyaksikan Jepang dalam lima dekade setelah itu menjelma menjadi negara jaya di banyak bidang, terutama pengembangan teknologi.
Kini, saya menyaksikan hal serupa pada Iran. Negeri penerus Kerajaan Persia itu memiliki kemampuan persenjataan yang hebat kendati bertahun-tahun mendapatkan sanksi dari negara-negara besar dunia. Sanksi baik ekonomi maupun militer nyatanya tidak membuat Iran kerdil dan jadi bangsa tidak berdaya. 'Negeri para Mullah' itu mengandalkan kekuatan manusia mereka untuk menguasai teknologi persenjataan dan nuklir untuk kebutuhan energi.
Jika dibandingkan dengan Israel, negeri yang tengah berkonflik dengan Iran, negara di bawah pimpinan tokoh spiritual Ayatullah Ali Khamenei itu disebut lebih unggul dalam 6 dari 8 variabel alutsista. Keenam keunggulan itu ialah jumlah manpower, armada angkatan darat, armada angkatan laut, sumber daya nasional, finansial, dan logistik militer.
Terlebih, Iran memiliki salah satu gudang rudal balistik dan drone terbesar di Timur Tengah. Gudang itu berisi peluru kendali (rudal) jelajah, rudal antikapal, serta rudal balistik dengan jangkauan hingga 2.000 kilometer, seperti ditulis New York Times. Beberapa senjata itu mampu menjangkau target apa pun di Timur Tengah, termasuk Israel.
Berdasarkan laporan dari Institut Internasional untuk Studi Strategis, Iran mempunyai sekitar 580 ribu personel tentara aktif hingga 200 ribu personel cadangan terlatih yang terbagi dalam tentara reguler dan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC). Pertanyaannya, dari mana Iran mendapatkan pasokan senjata seperti itu?
Lagi-lagi, jawabannya ialah faktor manusia. Meski Iran telah mendapatkan sanksi internasional dengan cara pemutusan akses terhadap persenjataan dan militer berteknologi tinggi yang diproduksi dari luar negeri, toh negeri itu tetap mampu mengembangkan teknologi buatan mereka sendiri. Sejak Ayatullah Ruhollah Khomeini memimpin Iran pada akhir 1979, ia menugasi angkatan bersenjata Iran untuk mengembangkan industri senjata dalam negeri dan tidak bergantung kepada suplai negara asing.
Hasilnya, hingga saat ini, Iran telah berhasil memproduksi rudal dan drone sendiri dalam jumlah masif. Upaya memprioritaskan produksi pertahanan juga membuat Iran berhasil memproduksi kendaraan lapis baja dan kapal angkatan laut mereka sendiri.
Saya tidak hendak mengajak pembaca untuk membela atau mengglorifikasi Iran yang sedang berkonflik dengan Israel. Saya hanya ingin mengangkat fakta sejarah bagaimana suatu bangsa bisa tegak kukuh berdiri, bahkan maju di bidang militer, di tengah gempuran sanksi bertubi-tubi.
Iran, juga Prusia-Jerman dan Jepang, ialah potret nyata bagaimana kekuatan manusia didayagunakan. Indonesia punya sejarah besar, kenangan sebagai bangsa besar, dan terus berusaha menjadi bangsa besar. Tinggal urusan mendayagunakan manusianya.
Namun, apakah manusia kita semampu Jerman, sekuat Jepang, dan setabah Iran? Jangan dijawab dengan jawaban klise, 'coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang'.
JUDUL di atas ialah ungkapan harapan. Meski demikian, sejauh ini yang terjadi justru memperlihatkan tanda-tanda sebaliknya.
ULISAN ini merupakan episode ke sekian yang membahas kelas menengah. Saya bilang ke sekian karena saya belum sempat menghitungnya kembali.
DALAM Kongres Muhammadiyah di Yogyakarta pada 1922, pendiri persyarikatan KH Ahmad Dahlan menyampaikan pidato yang menggetarkan berjudul Tali Pengikat Hidup.
“APALAH arti sebuah nama,” kata pujangga Inggris William Shakespeare. Akan tetapi, dalam sistem ketatanegaraan negeri ini, nama punya arti. Perubahan nama justru memantik kontroversi.
SEJUMLAH teman, beberapa tahun lalu, mengidentifikasikan diri sebagai kelas menengah. Puncak kelas menengah, malah.
WHAT'S in a name? Apalah arti sebuah nama? Begitu William Shakespeare bilang. Apalah arti sebuah gelar? Begitu kira-kira Fathul Wahid berujar.
SEORANG perempuan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, tega membunuh temannya, sesama ibu rumah tangga, hanya gara-gara tak diberi pinjaman uang sebesar Rp1 juta
SUATU kali, kolumnis beken Mahbub Djunaidi amat risau dengan banyaknya penghalusan bahasa yang tidak hanya digunakan para pejabat, tapi juga dipakai wartawan di sejumlah koran
Perempuan pertama yang menjadi wapres dalam sejarah AS itu memiliki rekam jejak yang kinclong.
HEBOH soal mobil dinas sudah menjadi tabiat lima tahunan KPU. Mobil dinas menjadi sorotan dan rebutan sejak KPU dibentuk pertama kali.
ADA sebuah pantun unik berbahasa Madura yang menggambarkan persatuan. Disebut unik karena meskipun berbahasa Madura, pantun itu tidak ditemukan di 'Pulau Garam' itu
TEMAN saya yang satu ini kembali uring-uringan. Ia kesal, marah, geram setelah membaca sebuah artikel lewat telepon pintarnya
DEWAN Perwakilan Daerah (DPD), bersama otonomi daerah, sejatinya merupakan anak kandung reformasi. Keduanya amat krusial bagi upaya pemerataan pembangunan nasional.
BUNG Karno kerap menyebut bahwa kita ialah bangsa besar. Indonesia bangsa besar karena didirikan manusia-manusia berjiwa besar.
Hakim Eman diketahui rajin menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
INDUSTRI farmasi tumbuh subur, tetapi harga obat selangit. Argumentasi usang terkait dengan harga yang mahal ialah 95% bahan baku obat masih impor.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved