Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
IDUL Fitri tahun ini diliputi beragam rasa. Ada kumpulan besar kegembiraan, kebahagiaan, dan kesenangan. Namun, ada onggokan keprihatinan, bahkan kesedihan mendalam. Atmosfer kegembiraan dan kebahagiaan itu lumrah karena ratusan juta orang bertemu sanak saudara dan para sahabat.
Namun, gumpalan kesedihan mestinya berkurang dari waktu ke waktu. Orang pasti ingin 'hidup yang hidup'. Dalam bahasa Jawa, urip iku urup (hidup itu menyala dan sarat energi). Kita pasti tidak ingin hidup 'hanya menunda kekalahan'.
Melihat banyaknya kecelakaan yang merenggut korban jiwa sedikitnya 67 orang dalam lalu lintas Lebaran 2024 hingga detik ini, tentu ada yang ternodai dalam hidup. Saat melihat kemacetan di Pelabuhan Merak yang tidak terantisipasi, keprihatinan dan kemarahan menggerus kebahagiaan berlebaran.
Apatah lagi saat melihat harga pangan yang turun sebentar lalu sekonyong-konyong naik lagi, batin yang gembira bisa kembali kecut. Publik bertanya, apa iya kebahagiaan hanya seterang kunang-kunang? Ketika melihat harga-harga itu, kian kentara bahwa kebahagiaan bagi sebagian besar masyarakat selalu mesti bersabung dengan rasa waswas.
Membaca panel harian harga kebutuhan pangan akhir-akhir ini kerap membuat jantung publik berdegup kencang. Pekan ini, misalnya, beras dan cabai merah keriting menjadi komoditas pangan yang mengalami kenaikan harga lagi. Pada Kamis (11/4) atau hari kedua Idul Fitri 1445 Hijriah, rata-rata harga beras naik lebih dari Rp900 per kilogram.
Berdasarkan pantauan pada Panel Harga Badan Pangan Nasional (Bapanas) pukul 07.30 WIB, Kamis, rata-rata nasional harga beras premium di tingkat eceran naik secara harian sebanyak Rp980 menjadi Rp17.340/kg, beras medium naik Rp840 menjadi Rp14.960/kg, dan cabai merah keriting naik Rp1.130 menjadi Rp52.830/kg.
Selain itu, terdapat 11 komoditas lainnya yang naik secara harian di tingkat eceran, yakni kedelai biji kering (impor), bawang merah, daging ayam ras, dan telur ayam ras. Selanjutnya, ada minyak goreng kemasan sederhana, tepung terigu, jagung makanan ternak, tongkol, bandeng, garam halus beryodium, dan tepung terigu kemasan.
Ada memang sejumlah komoditas yang turun harga. Namun, jumlahnya tidak sesignifikan komoditas yang naik. Jenis komoditas yang harganya turun juga tidak semuanya 'selevel' komoditas yang naik. Tidak 'apel dengan apel'.
Sayangnya, kita tidak mendapatkan jawaban yang memadai dari para pemangku kepentingan. Sejak menjelang Ramadan, saat Ramadan, menjelang Lebaran, saat Lebaran, hingga usai Lebaran, penjelasan Menteri Perdagangan tidak beringsut dari itu ke itu. Kata Mendag Zulkifli Hasan, 'barang tersedia dengan cukup'. Atau, kadang dengan kalimat 'jangan khawatir, panen raya segera datang, harga beras akan turun'.
Pernyataan seperti itu mengingatkan saya pada era Orde Baru, saat pemerintah gemar membiakkan eufemisme, alias penghalusan bahasa. Di pasar, harga-harga pada naik, tapi pemerintah berkata, 'itu bukan kenaikan, melainkan penyesuaian'. Penghalusan istilah dilakukan agar kegetiran tidak terlalu dirasakan. Biar kebahagiaan, walau semu dan sekejap, tetap bisa dicecap.
Ada sindiran keras dari kolumnis legendaris Mahbub Djunaidi soal penghalusan bahasa yang gemar disebar pemerintah Orde Baru ini. Dalam kolom Asal Usul, Mahbub menulis: "Membaca koran itu bukan seperti makan lemper yang sudah pasti enaknya. Misalnya, sering kali orang melewatkan halaman depan yang memuat ucapan-ucapan aneh dan klise. Misalnya, pembaca tidak tertarik lagi dengan istilah 'penyesuaian', karena kata itu sudah pasti berarti kenaikan harga, dan bukan sebaliknya. Seorang murid SD malahan punya usul yang amat progresif, bagaimana kalau lawan kata 'turun' diganti saja dengan 'sesuai' dan bukannya naik".
Kini, gejala 'menenangkan hati' publik yang gundah itu seolah direpetisi lewat pernyataan-pernyataan klise. Namun, antara pernyataan dan kenyataan masih sejauh utara dan selatan, masih sesenjang timur dan barat. Sebagian rakyat yang masih terhibur dengan datangnya Idul Fitri tidak lama lagi akan gigit jari. Mereka akan bertanya, setelah Lebaran, mau apa? Lalu, seusai Idul Fitri, bagaimana? Serampung hari raya, akan bernasib seperti apa?
JUDUL di atas ialah ungkapan harapan. Meski demikian, sejauh ini yang terjadi justru memperlihatkan tanda-tanda sebaliknya.
ULISAN ini merupakan episode ke sekian yang membahas kelas menengah. Saya bilang ke sekian karena saya belum sempat menghitungnya kembali.
DALAM Kongres Muhammadiyah di Yogyakarta pada 1922, pendiri persyarikatan KH Ahmad Dahlan menyampaikan pidato yang menggetarkan berjudul Tali Pengikat Hidup.
“APALAH arti sebuah nama,” kata pujangga Inggris William Shakespeare. Akan tetapi, dalam sistem ketatanegaraan negeri ini, nama punya arti. Perubahan nama justru memantik kontroversi.
SEJUMLAH teman, beberapa tahun lalu, mengidentifikasikan diri sebagai kelas menengah. Puncak kelas menengah, malah.
WHAT'S in a name? Apalah arti sebuah nama? Begitu William Shakespeare bilang. Apalah arti sebuah gelar? Begitu kira-kira Fathul Wahid berujar.
SEORANG perempuan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, tega membunuh temannya, sesama ibu rumah tangga, hanya gara-gara tak diberi pinjaman uang sebesar Rp1 juta
SUATU kali, kolumnis beken Mahbub Djunaidi amat risau dengan banyaknya penghalusan bahasa yang tidak hanya digunakan para pejabat, tapi juga dipakai wartawan di sejumlah koran
Perempuan pertama yang menjadi wapres dalam sejarah AS itu memiliki rekam jejak yang kinclong.
HEBOH soal mobil dinas sudah menjadi tabiat lima tahunan KPU. Mobil dinas menjadi sorotan dan rebutan sejak KPU dibentuk pertama kali.
ADA sebuah pantun unik berbahasa Madura yang menggambarkan persatuan. Disebut unik karena meskipun berbahasa Madura, pantun itu tidak ditemukan di 'Pulau Garam' itu
TEMAN saya yang satu ini kembali uring-uringan. Ia kesal, marah, geram setelah membaca sebuah artikel lewat telepon pintarnya
DEWAN Perwakilan Daerah (DPD), bersama otonomi daerah, sejatinya merupakan anak kandung reformasi. Keduanya amat krusial bagi upaya pemerataan pembangunan nasional.
BUNG Karno kerap menyebut bahwa kita ialah bangsa besar. Indonesia bangsa besar karena didirikan manusia-manusia berjiwa besar.
Hakim Eman diketahui rajin menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
INDUSTRI farmasi tumbuh subur, tetapi harga obat selangit. Argumentasi usang terkait dengan harga yang mahal ialah 95% bahan baku obat masih impor.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved